Menuju konten utama
8 Juli 1940

Lapangan Udara Kemayoran, Bandara Internasional Pertama Indonesia

Lampu berkilat.
Angin berlalu lewat
landas pesawat.

Lapangan Udara Kemayoran, Bandara Internasional Pertama Indonesia
Bandara Kemayoran. tirto.id/Sabit

tirto.id - Saat ini, Kemayoran bukan lagi menjadi nama bandara di Jakarta. Kemayoran hanya dikenal sebagai nama kecamatan di Jakarta Pusat atau identik dengan Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang digelar tiap tahun. Namun, pernah pada suatu masa Kemayoran identik dengan bandara.

Sebelum ada bandara Sukarno-Hatta di Cengkareng dan bandara Halim Perdanakusumah di Cililitan, bandara Kemayoran menjadi pintu gerbang Indonesia dari udara. Bahkan menjadi bandara internasional pertama di tanah air.

Bandara Kemayoran punya dua landasan pacu yang saling bersilangan. Pertama, landasan pacu utara-selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter. Kedua, landasan pacu barat-timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter. Landasan pacu pertama kini menjelma menjadi Jalan Benyamin Syueb dan landasan pacu kedua menjadi Jalan HBR Motik. Landasan pacu yang dibangun dengan mutu sangat baik tentu saja bisa menjadi jalan raya yang kuat.

Sarana vital dari bekas Bandara Kemayoran yang kini sudah sulit disaksikan adalah apron (tempat parkir pesawat) dan hanggar pesawat. Selain dua landasan pacu yang berubah fungsi itu, menara Air Trafic Control (ATC) dan ruang tunggu penumpang juga masih ada. Hanya saja, dua bangunan terakhir itu kondisinya agak kurang terawat.

Menurut situs penggagas Museum Nasional Bandara Kemayoran, Menara ATC bekas Bandara Kemayoran dulunya merupakan Menara ATC pertama di Asia. Bangunan itu telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Indonesia. Di gedung bekas Terminal A Bandara Kemayoran, terdapat tiga relief bertema manusia Indonesia, Flora dan Fauna Indonesia, dan Sangkuriang.

Sisa-sisa bangunan dari Bandara Kemayoran memang pantas diabadikan menjadi museum. Di sanalah sejarah penerbangan komersial di Indonesia bisa diendus jejaknya. Menjadikan bekas bandara sebagai museum tentu saja menjadi pilihan yang paling ideal.

Dari Ultah Ratu Belanda hingga Dikuasai Jepang

Sejarah Kemayoran, menurut Windoro Adi dalam Batavia, 1740: Menyisir Jejak Betawi (2010), tak bisa dilepaskan dari tokoh kolonial Isaac de l'Ostale de Saint Martin yang berpangkat mayor dalam militer maskapai dagang Belanda Vereniging Oost-Indische Compagnie (VOC). Sebagai pejabat VOC, dia memiliki tanah yang banyak dan luas. Konon, nama Kemayoran berasal dari pangkat mayornya di VOC.

Selain mengacu pada Mayor Isaac, Windoro Adi juga menyajikan versi lain soal asal usul nama Kemayoran. Pada 1929, selain membangun lapangan terbang, pemerintah kolonial juga membangun asrama militer bagi perwira berpangkat mayor. Pendeknya masih terkait dengan pangkat “mayor”.

Bandara Kemayoran mulai dibangun sebagai bandara komersial sejak 1934. Bandara ini mulai beroperasi pada 6 Juli 1940 dan resmi dibuka pada 8 Juli 1940, tepat hari ini 78 tahun lalu. Pesawat DC-3 Dakota milik perusahan penerbangan Hindia Belanda Koninklijk Nederlends Indische Luchvaart Maatschapij (KNILM) menjadi pesawat pertama yang mendarat di Bandara Kemayoran. Pesawat itu terbang dari lapangan udara Tjililitan, sekarang Halim Perdanakusuma.

Pesawat-pesawat KNILM yang nangkring di awal berdirinya Bandara Kemayoran di antaranya jenis Douglas DC-2 Uiver, Douglas DC-3 Dakota, Fokker F.VIIb 3m, Grumman G-21 Goose, de Havilland DH-89 Dragon Rapide, Lockheed L-14 Super Electra, Douglas DC-5 dan Sikorsky S-43 Baby Clipper. Selain pesawat-pesawat KNILM tadi, ada juga pesawat milik Aeroclub Batavia seperti Buckmeister Bu-131 Jungmann, de Haviland DH-82 Tigermoth, Piper J-3 Cub dan Walraven 2.

Bandara Kemayoran pun jadi tempat diadakan pameran kedirgantaraan pertama di Nusantara. Pameran tersebut mulai dibuka tepat pada hari ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina pada 31 Agustus 1940.

Menjelang pecahnya Perang Dunia II, khususnya menjelang datangnya serangan balatentara Jepang, maka pesawat-pesawat tempur milik penerbangan militer Belanda Militaire Luchvaart Dienst (MLD) maupun pesawat-pesawat negara sekutu dalam Perang Dunia II mulai singgah di bandara ini. Pesawat-pesawat militer itu bermacam-macam jenisnya, di antaranya Martin B-10, Martin B-12, Koolhoven F.K.51, Brewster F2A Buffalo, Lockheed L-18 Lodestar, Curtiss P-36 Hawk, Fokker C.X dan Boeing B-17 Flying Fortress.

Dugaan bahwa Bandara Kemayoran akan menjadi target serangan Jepang akhirnya terbukti. Pada 9 Februari 1942, Bandara Kemayoran diserang pesawat-pesawat militer Jepang. Pesawat-pesawat komersial milik KNILM pun diungsikan ke Australia.

Bandara Kemayoran akhirnya benar-benar jatuh ke dalam penguasaan Jepang setelah Belanda menyerah melalui pertemuan bersejarah di Kalijati pada 8 Maret 1942. Bandara Kemayoran sempat kembali dikuasai Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA, Pemerintah Sipil Hindia Belanda) dan militer Belanda pada akhir 1945 menyusul kekalahan Jepang di Perang Dunia II.

Infografik Mozaik Bandara Kemayoran

Pernah Jadi Pangkalan AURI

Menurut buku Aviapedia: Ensiklopedia Umum Penerbangan (2011), setelah dipegang Djawatan Penerbangan Sipil Indonesia, sekitar 1962-1964 pengelolaan Bandara Kemayoran diserahkan kepada BUMN yang bernama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Pesawat-pesawat milik Garuda tentu jadi pelanggan tetap selain maskapai asing lain.

Ketika Angkatan Udara Republik Indonesia berjaya di era kepanglimaan Marsekal Madya Omar Dhani, Sukarno menjadikan armada AURI sebagai yang terkuat di belahan bumi selatan. Di masa ini, Bandara Kemayoran, yang punya landas pacu panjang itu, menjadi pangkalan awal pesawat-pesawat jet buatan Uni Soviet. Setelah era itu, pesawat-pesawat tempur ditempatkan di Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi, Madiun.

Di masa Orde Baru, Bandara Kemayoran semakin ramai. Pada awal 1980-an, frekuensi penerbangan mencapai 100 ribu pesawat setiap tahun. Itu pun beban sudah dibagi dengan Bandara Halim. Pada 10 Januari 1974, sebagian dari Bandara Halim Perdanakusuma sebenarnya sudah berstatus sebagai bandara internasional kedua.

Karena itulah pemerintah mempersiapkan bandara yang baru di Cengkareng. Setelah dianggap siap digunakan, bandara di Cengkareng pun resmi menjadi bandara utama di Jakarta (dan Indonesia). Penetapan bandara di Cengkareng sebagai pintu gerbang udara Jakarta terjadi pada 1 April 1985. Bandara itu dinamai Soekarno-Hatta.

Setahun sebelum Bandara Soekarno-Hatta mulai beroperasi, tepatnya pada 1 Juni 1984, Bandara Kemayoran sudah resmi ditutup dan tidak lagi beroperasi.

Setelah tak terpakai, area bekas bandara ini dipercayakan pengelolaannya kepada Badan Pengelola Kompleks Kemayoran (BPKK) berdasarkan Kepres No 53 tahun 1985 juncto Kepres no 73 tahun 1999. Pelaksana hariannya diserahkan kepada Direksi Pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran (DP3KK). Pada 1992, bekerja sama dengan pihak swasta, DP3KK membangun rumah susun di Jalan Dakota yang dulunya merupakan lahan apron. Pembangunan tersebut merupakan cikal-bakal Kota Baru Bandar Kemayoran.

Saat ini di sekeliling bekas bandara terdapat banyak bangunan-bangunan bertingkat. Di sekitar bekas bangunan ATC pun sedang disiapkan bangunan-bangunan baru yang lebih besar.

Sisa-sisa jejak bandara dengan kode KMO ini telah berstatus cagar budaya. Agar orang tidak lupa di area PRJ Kemayoran dulu pernah ada bandara. Jangan sampai orang ingat Bandara Kemayoran hanya sebagai salah satu setting komik Tintin dalam seri Penerbangan 714 ke Sidney.

==========

Artikel ini pernah ditayangkan pada 17 November 2016 di bawah judul "Yang Tersisa dari Bandara Kemayoran". Kami menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik dengan sedikit penyuntingan.

Baca juga artikel terkait SEJARAH PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Zen RS