tirto.id - Sorotan pertama kamera video mengarah pada seorang pria bertelanjang dada yang penuh tato di sekujur badan. “Young Lex” begitu yang terukir di punggungnya. Begitu intro selesai, alunan musik rap mulai beradu dengan lirik curahan hati penyanyinya.
“Memang gue anak nakal, seringkali ngomong kasar tapi masih dalam batas wajar. Lo semua lah yang paling benar, lo semua nilai kita dari luar. Tatoan tapi tak pakai narkoba, jangan nilai kami dari covernya, I'm bad boy kau benci ku yang apa adanya dan silahkan sukai mereka yang berlagak suci di depan kamera.”
Sorotan kamera kemudian beralih ke sesosok wanita bertato yang mengenakan pakaian minim sedang mengigit bibir bawahnya. Lirik lagu pun berubah. “I'm bad girl, bila kau tak pernah buat dosa silahkan hina aku sepuasnya kalian semua suci aku penuh dosa.”
Lantunan lirik masih terus berlanjut menceritakan kehidupan wanita yang penuh cerca dan hina karena dianggap tak memiliki talenta. Video musik “Bad” dengan lirik dan visual yang vulgar, membuat video YoungLex dan Awkarin ramai dibicarakan. Sebagian besar netizen geram, karena konten yang tidak ramah dan mengandung unsur makian.
Karin Novilda atau yang biasa dikenal dengan nama “Awkarin” juga sempat membuat heboh jagat per-YouTube-an Indonesia dengan videonya yang dianggap drama. Setelah putus dari pacarnya, Awkarin mengunggah video yang menampilkan perjuangan memberi kejutan kepada sang mantan pacar diakhiri “curhat” tangis bombay.
Namun sebenarnya, tak hanya di satu video itu, Awkarin dinilai selalu mengumbar gaya hidup hedonisme, mengeluarkan kata-kata yang layak sensor, dan busana minim kekurangan bahan. Beragam foto-foto pribadi yang menampilkan aktivitas vulgarnya bersama sang mantan pacar pun banyak tersebar di dunia maya.
Selain Karin, ada lagi YouTuber bernama Anya Geraldine yang tak jauh berbeda isi materinya. Anya kerap memamerkan kegiatan bersama sang pacar, tanpa malu. Misalnya beradegan mesra di depan kamera. “Ya Anya kayak begini. Kalau Anya yang begini salah, ya bodo amat. Lo cuma bisa komentar,” tutur Anya ketika ditanya perihal konten YouTubenya yang penuh dengan komentar negatif.
Beda dengan Karin dan Anya, YoungLex dikenal sebagai rapper yang banyak menelurkan lagu-lagu tentang kehidupan sehari-hari, yang hampir pasti juga disisipi kata-kata yang semestinya disensor.
Sayangnya, video Awkarin, Anya dan YoungLex justru diketahui banyak diminati anak-anak di bawah umur yang mudah terbawa arus. Sebuah foto viral menjadi pembicaraan, karena obyeknya anak laki-laki berusia sekitar 10-11 tahun yang bertelanjang dada dan menulis kalimat “YoungLex” di punggung, serta berpose layaknya sang idola lengkap dengan topi khas rapper.
Ketiga YouTubers di atas hanyalah sedikit dari sekian YouTuber yang dianggap oleh para netter tak berkualitas tapi memiliki banyak subscribers. Mereka bukan hanya yang menggemari, tetapi juga para pembenci yang menumpahkan sumpah serapahnya di akun tersebut.
Tak mau sosok YouTubers selalu dianggap negatif, Rachel Goddard yang menyebut dirinya Beauty and Parody Vlogger menanggapinya dengan bijak. Sebagai YouTuber yang aktif mengunggah videonya 2-3 kali per minggu, Rachel beranggapan bahwa seorang YouTuber harus memiliki rem dalam membuat materi videonya.
“Kalau gue pribadi itu beban moral kalau mengeluarkan kata-kata kotor dan kasar. Karena one day, gue mungkin akan punya anak dan kalau gue punya anak dan nonton channel yang kayak gitu, gue tidak akan happy,” kata Rachel kepada tirto.id, pada Rabu (14/9/2016).
Rachel bahkan mengaku sempat shock saat mengetahui bahwa subscriber dan follower-nya banyak anak-anak di bawah umur mulai dari SD hingga SMA. Beruntung, channel miliknya sejauh ini aman untuk dinikmati berbagai kalangan.
“Elo ingin punya generasi bangsa yang ikut-ikutan ngomong kotor karena elo pikir itu cool? Ya itu terserah elo, itu pilihan elo. Tapi kalau gue, ingin punya generasi yang baik, positif dan menganggap YouTube itu konten untuk berkreasi tapi bertanggung jawab,” katanya.
Laporan KPAI hingga Pemblokiran
Sunyoto Usman, sosiolog dari UGM menyatakan, munculnya ketiga YouTubers tadi sebagai bentuk tidak kuatnya mental dan pondasi anak muda di Indonesia. Termasuk hilangnya sosok idola yang patut dijadikan panutan. Sehingga ketika melihat sosok yang dianggap “berbeda”, banyak anak muda terpengaruh serta menjiplak gaya sang idola.
“Nah negara ini yang harusnya hadir untuk menjaga trust. Kalau terkontaminasi, masyrakat akan jadi obyek dan dirugikan. Makanya perlu ada regulasi untuk ditegakkan,” ujarnya kepada tirto.id, pada Kamis (8/9/2016).
Konten-konten negatif di YouTube itu tentu saja membuat cemas sejumlah kalangan. Di dunia tanpa batas ini, sungguh sulit menjaga anak-anak dari remaja untuk tidak mengakses konten-konten negatf tersebut.
Video-video yang memperlihatkan gaya hidup hedonisme dan vulgarnya berpacaran menjadi sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Video-video itu dianggap memberikan pengaruh negatif kepada anak bangsa. Wacana pemblokiran pun diserukan karena tak sesuai dengan kaidah bangsa Indonesia.
“Saya akan lihat dan koordinasikan dengan kementerian lain secepatnya,” kata Menkominfo Rudiantara, di Istana Kepresidenan, pada Selasa (20/9/2016).
Sayangnya, Menteri Rudiantara mengatakan tak bisa menyaring video-video yang diunggah individu karena belum ada payung hukum yang menaunginya. Hal tersebut murni merupakan hak pihak YouTube. “Yang bisa dipantau itu situs www, terutama pornografi,” jelasnya.
Pada akhirnya, walaupun beberapa kreator YouTube sudah berusaha membentengi dengan materi-materi positif dan aman, sudah selayaknya pemerintah dan berbagai pihak terkait berupaya mencari terobosan agar video-video negatif tak begitu saja dikonsumsi anak-anak di bawah umur.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti