Menuju konten utama

Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium

Kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk membuat kesehatan menjadi perkara mahal warga gusuran di Kampung Akuarium.

Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium
Wuriani (42) bersama anak keduanya di area penggusuran Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Eka Juwanti, 22 tahun, seorang warga Kampung Akuarium, meninggal karena kondisi sanitasi yang buruk di daerah penggusuran. Eka salah satu dari 90 kepala keluarga yang digusur huniannya oleh pemerintahan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.

Selama tiga pekan terakhir, sedikitnya tiga warga meninggal, termasuk Eka, di Kampung Akuarium yang menolak digusur dan bertahan dalam kondisi hunian yang buruk sejak 13 bulan terakhir. Mereka berjuang mempertahankan hak-hak dasar, keadilan, dan pengakuan.

Kampung Akuarium adalah salah satu dari 193 kasus penggusuran paksa yang dilakukan pemerintahan Ahok sepanjang 2016, yang berdampak terhadap 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha, menurut penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Penggusuran di Kampung Akuarium terjadi pada 11 April 2016. Ia melibatkan sekitar empat ribu personel Satpol PP DKI Jakarta atas perintah Ahok. Penggusuran tersebut, kata Ahok, diperuntukkan untuk "kepentingan revitalisasi kawasan Kota Tua."

Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal di sebuah perahu milih ayahnya. Keluarganya menolak untuk tinggal di Rusunawa yang telah disiapkan oleh Pemprov DKI.

Eka mengalami sakit sejak tinggal di perahu, beberapa waktu berselang. Dokter yang mendiagnosisnya menyimpulkan bahwa Eka menderita kekurangan kalium. Ia mesti dirawat di Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara, selama delapan hari.

"Pokoknya, waktu itu setelah penggusuran dia sakit. Saya lupa tanggalnya," kata Sukarti, 41 tahun, ibu Eka, kepada reporter Tirto di kawasan gusuran Kampung Akuarium, 17 Mei lalu.

Selama pengobatan, menurut Sukarti, tak ada sama sekali bantuan dari pihak Pemprov DKI Jakarta. Padahal, menurutnya, ia bersama warga korban gusuran lain sudah mengajukan ke Pemprov untuk diberi fasilitas kesehatan.

Hal itu dibenarkan oleh Topaz, seorang warga korban gusuran lain. Ia mengatakan surat pengajuan fasilitas kesehatan telah dilayangkan ke Pemprov DKI melalui lurah Penjaringan sejak sekitar setahun lalu. Tetapi surat tersebut belum kunjung direspons hingga kini.

"Tapi, kami masih menunggu," kata Topaz.

"Kami kalau berobat ke Puskesmas Penjaringan atau klinik saja. Bayar sendiri," ujar Topaz di kawasan gusuran Kampung Akuarium.

Saat dikonfirmasi ke Kelurahan Penjaringan, Lurah Penjaringan Agus Sugiharto tidak ada di tempat. Menurut salah satu staf kelurahan, yang enggan menyebutkan namanya, Lurah Agus sedang pergi untuk "urusan kelurahan dan tidak bisa dipastikan kapan kembali ke kantor." Padahal, saat itu, baru pukul 1 siang atau belum jam usai kerja.

Staf kelurahan itu menolak memberikan nomor kontak pribadi Lurah Agus.

Selama masa pengobatan di RS Koja, menurut Sukarti, putrinya menggunakan asuransi kesehatan nasional. "Anaknya memang sudah punya BPJS," katanya.

Setelah tiga minggu dirawat, Eka dibawa pulang dan menjalani rawat jalan di Puskesmas Penjaringan, sekitar dua kilometer dari Kampung Akuarium.

Memang ada rumah sakit lain di sekitar situ, yakni RS Atma Jaya, sebuah rumah sakit elite, terletak di sebelah kantor Kelurahan Penjaringan atau sekira 1,5 kilometer dari Kampung Akuarium. Sukarti berkata "tak banyak berharap" pada rumah sakit tersebut karena tentu saja ia tak kuat membayar pengobatan di sana.

"Saya pernah punya uang hanya 50 ribu rupiah untuk hidup. Gimana? Yang kerja hanya suami saya. Kalau dulu, saya punya rumah kontrakan sebelum digusur," katanya.

Selama merawat putrinya, keluarga Sukarti tinggal di atas perahu.

SATU TAHUN PENGGUSURAN KAMPUNG AKUARIUM

Seorang anak berjalan di depan spanduk kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (11/4). Tirto/Arimacs Wilander

Keluarga-keluarga Kampung Akuarium yang menolak digusur ini kembali menempati hunian lagi, dengan mendirikan tenda semipermanen, sesudah Anies Baswedan-Sandiaga Uno memenangkan Pilkada DKI Jakarta, 19 April lalu.

Menurutnya, Anies Baswedan pada 11 April sempat menjenguk Eka. Saat itu Anies berkata "prihatin" kepada Eka yang juga pernah ditolak oleh RS Atma Jaya karena perkara biaya dan disebut tidak mempunyai penyakit yang serius untuk mendapat perawatan di tempat tersebut.

"Pak Anies sempat jenguk. Ya, Pak Anies khawatir dan prihatin. Tapi, tidak memberikan santunan," kata Sukarti.

Saat dijenguk oleh Anies itu, kata Sukarti, keadaan Eka tidak terlalu buruk. Ia tidak menyangka bila penyakit anaknya akan berujung pada komplikasi sampai merenggut nyawa.

Pada 2 Mei, Eka mengembuskan napas terakhir.

Menurut diagnosis dokter, Eka menderita kekurangan kalium, kekurangan gizi, dan penyakit paru-paru. Kematiannya menambah serentetan kematian korban gusuran Kampung Akuarium.

Topaz menyebut ada dua warga lain yang meninggal. Mereka adalah Supinah, 41 tahun, dan Anton, 45 tahun. Menurut Topaz, Supinah meninggal karena menderita kanker payudara. Sedangkan Anton meninggal beberapa hari lalu tanpa ada sakit yang jelas.

"Kalau Bu Supinah meninggalnya di kontrakan. Sudah enggak tinggal di sini. Pak Anton habis dikerokin malamnya, paginya meninggal. Dadakan," kata Topaz.

Berbeda dengan Eka, Supinah sudah tidak lagi tinggal di Kampung Akuarium saat menderita sakit kanker payudara. Ia meninggal di sebuah rumah kontrakan yang masih di kawasan Penjaringan.

Seperti halnya Eka, Supinah menggunakan biaya pribadi selama dirawat. Tidak ada bantuan dari pemerintah provinsi. Padahal, penyakit Supinah tergolong berat dan berlangsung dalam waktu lama.

Sementara Anton meninggal pada 14 Mei lalu.

Menurut Topaz, bantuan kesehatan selama ini hanya dari lembaga-lembaga nonpemerintah dan sukarelawan dari individu atau kelompok yang peduli korban gusuran Kampung Akuarium.

"Kadang memang ada bantuan kesehatan dari LSM atau tenaga kesehatan yang datang ke sini," katanya.

Topaz berharap pemerintah DKI Jakarta memperhatikan korban gusuran yang menolak dipindah.

"Sudah kena gusur, sakit juga. Kami, kan, juga masih manusia," katanya.

Apa jawaban Pemrov DKI Jakarta soal kematian warga di Kampung Akuarium?

Sekretaris Daerah Pemrov DKI Jakarta Saefullah dengan enteng menjawab: "Meninggal, kan, bukan urusan Pemda. Meninggalkan bagian dari qodo dan qodar. Takdir. Penyebabnya bisa sakit, bisa apa saja."

Soal keluhan fasilitas kesehatan yang disuarakan masyarakat tergusur di kampung Akuarium, Saefullah menjawab itu adalah "kesalahan mereka sendiri." Sudah disiapkan rusun, katanya, kenapa malah tetap memilih tinggal di tanah gusuran?

"Pertama, mereka itu, kan, sudah dapat bantuan rusun. Merka yang sudah tinggal di rusun rata-rata komentarnya puas. Bukan hanya di Akuarium. Bukit Duri juga rata-rata puas. Silakan aja kamu ke sana. Kalau masukannya positif buat kita. Kalau negatif buat kita juga. Sebagai bahan evaluasi," katanya, kemarin (18/5).

"Soal pertanyaan layanan kesehatan. Puskesmas kita itu, kan, standby 24 jam. Kalau mereka sakit, kan, bisa lari ke Puskesmas. Bisa lari juga ke RSUD tingkat kecamatan. Tidak mungkin ditolong di situ. Jadi layanan kesehatan kita ini sudah full. Tidak perlu kemana-mana. Jadi mereka tinggal datang saja ke tempat terdekat. Karena para dokter kita, kan, dibayar sama APBD," ujarnya.

=======================

HAK JAWAB JUBIR ANIES BASWEDAN - SANDIAGA UNO

Setelah membaca artikel berjudul "Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium", yang dipublikasikan Tirto pada 19 Mei 2017, dan melihat unggahan artikel itu di akun Twitter @TirtoID, kami merasa perlu menyampaikan hak jawab sebagai berikut:

1. Dalam berita tersebut, ada bagian yang menyebutkan nama Anies Baswedan:

"Menurutnya, Anies Baswedan pada 11 April sempat menjenguk Eka. Saat itu Anies berkata "prihatin" kepada Eka yang juga pernah ditolak oleh RS Atma Jaya karena perkara biaya dan disebut tidak mempunyai penyakit yang serius untuk mendapat perawatan di tempat tersebut.

"Pak Anies sempat jenguk. Ya, Pak Anies khawatir dan prihatin. Tapi, tidak memberikan santunan," kata Sukarti.

Saat dijenguk oleh Anies itu, kata Sukarti, keadaan Eka tidak terlalu buruk. Ia tidak menyangka bila penyakit anaknya akan berujung pada komplikasi sampai merenggut nyawa.

Pada 2 Mei, Eka mengembuskan napas terakhir.

Pada bagian tulisan yang ditebalkan di atas, penulis/jurnalis mengutip pernyataan warga bernama Sukarti yang bisa menimbulkan persepsi yang tidak tepat, seolah-olah ada hubungannya antara sakitnya atau meninggalnya Eka dengan tidak diberikannya santunan oleh Anies.

Seharusnya penulis menjelaskan konteks kehadiran Anies sebagai cagub pada 11 April 2017 di Kampung Akuarium. Sebagai cagub, Anies terikat regulasi tidak boleh memberikan apa pun kepada warga Jakarta.

2. Dalam akun media sosial Twitter Tirto, yang diunggah pada 20 Mei 2017 pukul 07.00, admin Tirto memenggal bagian kutipan "Pak Anies sempat jenguk. Ya, Pak Anies khawatir dan prihatin. Tapi, tidak memberikan santunan," kata Sukarti. Sehingga seolah-olah ada hubungan antara kondisi sakit Eka dan tidak diberikannya santunan oleh Anies. Publik seperti disuguhi framing sikap tidak manusiawi dari Anies Baswedan yang tidak memberikan santunan, tanpa menjelaskan posisi Anies saat itu sebahai cagub yang terikat regulasi.

Untuk itu, kami meminta redaksi Tirto untuk menambahkan di artikel tersebut konteks kehadiran Anies Baswedan sebagai cagub yang terikat regulasi pada 11 April 2017 di Kampung Akuarium.

Kami juga meminta kepada Tirto untuk mencopot unggahan di media sosial tersebut di atas, karena mengesankan seolah-olah Anies Baswedan bersikap tak manusiawi karena tidak memberikan santunan. Padahal unggahan tersebut lagi-lagi menghilangkan konteks kehadiran Anies sebagai cagub yang terikat regulasi.

Demikian hak jawab ini kami sampaikan. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Jakarta, 20 Mei 2017

Hormat Saya,

Naufal Firman Yursak

Juru Bicara Anies Sandi

_______________

Jawaban redaksi:

Laporan itu sudah ditulis sejak awal bahwa almarhum Eka Juwanti, putri Sukarti, meninggal karena lingkungan yang buruk setelah permukiman keluarga-keluarga Kampung Akuarium digusur oleh pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama pada 11 April 2016. Nama Anies Baswedan muncul di laporan tersebut sebagai bagian dari kronologi cerita yang dituturkan oleh keluarga almarhum, sebagaimana bisa dibaca secara utuh.

Terima kasih

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN WARGA JAKARTA atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Hendra Friana
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan