tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merampungkan penghitungan suara Pilkada Medan 2020. Hasilnya, pasangan Bobby Nasution-Aulia Rachman unggul dengan perolehan 393.327 suara atau setara 53,45 persen dari suara yang masuk. Lawannya, petahana wali kota Akhyar Nasution dan Salman Alfarisi, hanya mengantongi 342.580 suara (46,55 persen).
Setelah ini, bila tak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), KPU tinggal menetapkan secara resmi Bobby-Aulia sebagai pemenang Pilkada Medan.
Tapi nampaknya jalan Bobby, menantu Presiden Joko Widodo, belum benar-benar mulus. Tim Akhyar-Salman menemukan berbagai kejanggalan dalam banyak tahapan. Mereka pun menolak hasil rekapitulasi KPU.
Surat Undangan Memilih Tidak Disalurkan
Partai Demokrat, salah satu pengusung Akhyar-Salman, menemukan formulir C-6 KWK undangan sebanyak 145 salinan untuk dua tempat pemungutan suara (TPS) di sebuah warung di Kelurahan Pandan Hulu, Kecamatan Medan Perjuangan. Pada warung itu terdapat spanduk Bobby-Aulia. Tim Akhyar-Salmah menduga undangan memilih sengaja tidak disalurkan.
Menurut peraturan, penyebaran formulir C-6 itu paling lambat tiga hari sebelum pemungutan suara. Jika formulir tidak diserahkan, maka seharusnya dikembalikan disertai berita acara laporan penyerahan. Tugas penyerahan surat undangan memilih berada di tangan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Yang terjadi apa? C6 sebanyak ini tidak dikembalikan berjenjang ke atas. Apakah kejadian ini merupakan bagian dari beberapa kecurangan-kecurangan yang terjadi di pemilu?" ujar Satuan tugas (Satgas) Rekam Lapor Tangkap Serahkan (RLTS) Partai Demokrat Kota Medan, Subanto.
Dampak lain dari tidak tersalurkannya undangan ini menurutnya adalah partisipasi masyarakat rendah.
Dari jumlah pemilih sebanyak 1.635.846, hanya 748.882 yang menggunakan haknya. Itu pun sudah termasuk surat suara tak sah. Sisanya, 886.964 orang atau setara 54,22 persen, adalah warga yang yang memilih atau termasuk golongan putih (golput).
Kejanggala Hitung Cepat hingga Invisible Hand
Tim Akhyar-Salman (Aman) juga menyebut ada kejanggalan hasil hitung cepat dari lembaga survei pada hari pencoblosan, 9 Desember.
"Selisih kemenangan paslon nomor urut 02 (Bobby) atas paslon nomor urut 01 (Akhyar) ditayangkan sejak awal, terus bergerak menjauh hingga melewati 10 persen. Padahal, faktanya selisih keduanya sangat tipis dan belum diketahui pemenangnya," kata Wakil Ketua Tim Pemenangan Akhyar-Salman, Gelmok Samosir.
Dia mengatakan hasil hitung cepat ini tampak seperti upaya penggiringan opini.
Dalam hasil final hitungan KPU, selisih Akhyar dengan Bobby kurang dari 10 persen.
Tim Aman juga menemukan indikasi pelibatan aparat, termasuk kepala lingkungan, dan organisasi pemuda untuk membagi-bagi beras atau sembako hingga uang.
Tim Aman juga menjumpai keganjilan di sejumlah TPS yang dimenangi oleh paslon 02 dengan jumlah kehadiran pemilih mencapai angka 100 persen, padahal rata-rata pemilih di Pilkada Medan cuma sekitar 40 persen.
Akhyar sendiri sempat mengatakan dalam pilkada kali ini hadir invisible hand yang merugikan dirinya. "Kami tidak dapat untuk menyatakan secara eksplisit. Tapi kami dapat merasakan sangat berpengaruh," terang Akhyar.
Foto Bobby Lebih Glowing
Barangkali pernyataan inilah yang paling mengernyitkan dahi. Sebelum masa pencoblosan, tim Akhyar-Salman protes terkait tampilan contoh surat suara. Foto Akhyar-Salman gelap, sedangkan Bobby-Aulia terang.
Mereka pun meminta KPU Medan segera mengganti surat suara yang dinilai rusak tersebut.
Ketua KPU Medan Agussyah Damanik menjamin surat suara yang ditemukan rusak atau cacat dalam proses sortir dan lipat "kami pastikan tidak akan digunakan di TPS."
Bobby Nasution adalah salah satu calon kepala daerah yang terkait erat dengan elite politik nasional. Banyak yang menyebutnya sebagai politik dinasti.
Pendatang baru ini maju dengan dukungan jumlah partai yang melebihi petahana: PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, PAN, PPP, Hanura, dan PSI. Akhyar hanya diusung PKS dan Demokrat, yang di tingkat pusat lebih lekat sebagai partai oposisi.
Untuk Jokowi sendiri, kemenangan Bobby dan Gibran Rakabuming di Solo membuatnya menjadi presiden pertama yang punya anak dan menantu wali kota.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino