Menuju konten utama

Wiranto Bantah Indonesia Minta Bantuan AS Selesaikan Konflik Papua

Menkopolhukam Wiranto membantah pemerintah Indonesia meminta bantuan Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan konflik Papua dan Papua Barat.

Wiranto Bantah Indonesia Minta Bantuan AS Selesaikan Konflik Papua
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers terkait kondisi terkini Papua di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (2/9/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Menkopolhukam Wiranto membantah pemerintah Indonesia meminta bantuan Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan konflik Papua dan Papua Barat. Hal itu diungkapkan Wiranto saat menanggapi isu pemerintah meminta bantuan Amerika Serikat untuk menyelesaikan konflik Papua.

"Tidak ada minta tolong minta, ini kondisi negeri sendiri. Antarnegara, saling menghormati teritorial negara lain, tidak mungkin suatu negara ikut campur urusan negara lain," ucap dia di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (3/9/2019).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya melontarkan kalau pemerintah Indonesia ingin mendapat dukungan dari Amerika Serikat untuk menangani gejolak yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Dia mengklaim negara adidaya itu sudah sepakat membantu Indonesia mempertahankan Papua.

Wiranto menjelaskan, Indonesia menganut paham politik bebas aktif. Akan tetapi, mantan Panglima ABRI ini menegaskan negara lain tidak boleh ikut campur ihwal urusan rumah tangga negeri ini.

"Papua Barat itu bagian sah dari timur Indonesia seperti yang lain. Misal terjadi (kericuhan) di Madura, masa saya minta tolong Perancis? Terjadi kerusuhan di Banten, masa minta tolong Arab Saudi? Tidak bisa. Jadi itu tidak benar," kata Wiranto.

Eks Ketua Umum Partai Hanura itu menuturkan, pemerintah menganggap dialog konstruktif pemerintah dengan masyarakat di dua provinsi timur Indonesia itu vital. Namun, pemerintah menutup dialog terkait kemerdekaan Bumi Cendrawasih. "Kami sedang menutup pintu dialog referendum. Tapi dialog untuk memperbaiki hal yang perlu diperbaiki tentang kehidupan di Papua dan Papua Barat," ujar Wiranto.

Ia juga merespons ihwal pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara, Jumat (28/8/2019) lalu. Wiranto berpendapat kalau selain bendera Merah-Putih haram berkibar di negeri ini. Oleh sebab itu, pemerintah memroses 6 orang aktivis Papua yang berdemo di depan Istana Negara sambil mengibarkan bendera bintang kejora.

"Bendera yang lain itu ilegal, kecuali Merah-Putih yang sudah disahkan oleh undang-undang," imbuh Wiranto.

Berkaitan dengan penangkapan delapan aktivis itu, Wiranto mencontohkan jika ada pihak yang merusak atau diduga melakukan tindak pidana maka tidak bisa dibiarkan. "Kalau dibiarkan saja, negara bubar. Ini negara hukum, Bung. Jangan sampai terkecoh karena ada seperti itu (anarkis) takut, ada satu sikap yang lebih anarkis (malah) jangan ditanggapi. Kami ini negara hukum, siapapun yang melanggar hukum akan kami tangkap," kata dia.

Penangkapan delapan aktivis itu, sambung dia, pasti beralasan misalnya menghasut, membakar atau merusak. Maka Wiranto menegaskan bahwa yang bertindak pidana tidak ada negosiasi, yaitu hukum bermain. "Adili secara hukum, titik. Tidak bisa ditawar," tutur dia. Jika para aktivis itu tidak terbukti, maka dapat dilepaskan oleh kepolisian.

Dua mahasiswa asal Papua ditangkap paksa personel kepolisian di Asrama Mahasiswa Lanny Jaya, Depok, Jawa Barat, pada Jumat (30/9/2019). Ambrosius, salah satu saksi mata menuturkan, polisi datang mendobrak pintu gerbang sembari menodongkan pistol. Peristiwa itu terjadi sehari usai Menkopolhukam Wiranto melarang pengibaran bendera Bintang Kejora.

Dua mahasiswa Papua yang ditangkap berinisial CK dan DT, beberapa mahasiswa lainnya menjadi korban kekerasan. Salah satunya remaja berinisial MK. “Dalam posisi dicekik [polisi], ia [MK] berteriak meminta tolong kepada teman-temannya di asrama,” ujar Ambrosius kepada reporter Tirto di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (31/8/2019).

Selanjutnya, polisi kembali meringkus enam orang perihal pengibaran bendera Bintang Kejora itu. Satu dari enam tersangka baru adalah Surya Anta Ginting, Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat (FRI-West Papua).

Namun polisi melepaskan dua orang mahasiswa. Kini ada enam orang yang ditahan kepolisian dijadikan sebagai tersangka, dijerat dengan Pasal 106 dan Pasal 110 KUHP.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Andrian Pratama Taher