Menuju konten utama

Wimar Witoelar: Pemilu yang Aneh dalam Sejarah AS

Mantan juru bicara kepresidenan Wimar Witoelar mengatakan pemilihan umum presiden (pilpres) AS 8 November 2016 ini merupakan pilpres yang aneh dalam sejarah AS karena calonnya sangat berbeda, masing-masing memiliki karakter.

Wimar Witoelar: Pemilu yang Aneh dalam Sejarah AS
Calon presiden Amerika Serikat Partai Demokrat Hillary Clinton (kanan) tertawa setelah mendengarkan lelucon calon presiden Partai Republik Donald Trump (kiri) dalam acara makan malam Yayasan Mengenang Alfred E. Smith di New York, Kamis (20/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst.

tirto.id - Sulit memprediksi siapa pemenang pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang melibatkan Hillary Clinton dan Donald Trump, kata mantan juru bicara kepresidenan Wimar Witoelar. Ia menambahkan, pemilihan umum presiden (pilpres) AS 8 November 2016 ini merupakan pilpres yang aneh dalam sejarah AS karena calonnya sangat berbeda, masing-masing memiliki karakter.

"Ini pemilu yang aneh dalam sejarah AS karena calonnya yang sangat berbeda, Hillary sangat siap dan berpengalaman sebagai ibu negara, senator, dan menlu, sedang Donald Trump sangat populer tetapi tidak punya pengalaman, sehingga susah meramalnya," kata Wimar seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (9/11/2016).

Mantan juru bicara kepresidenan era Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid tersebut mengatakan, media massa arus utama di AS banyak yang memprediksi Hillary akan menang tipis.

Hillary juga kemungkinan akan membalikkan posisi mayoritas senat, sehingga diprediksi dapat menghasilkan tata politik yang berbeda.

"Bukan berarti Hillary akan enak, karena justru dia akan menghadapi oposisi pendukung Trump yang emosional dan penuh semangat," ujar Wimar.

Selain itu, kata dia, dalam tiga kali debat presiden, Trump dinilai kalah karena mudah terpancing sehingga waktunya habis hanya untuk membela diri.

"Sebetulnya dalam debat, Trump tidak dikalahkan oleh Hillary tetapi dikalahkan oleh dirinya sendiri," ucap lulusan Universitas George Washington, AS, tersebut.

Wimar mengatakan kekuatan Trump adalah popularitasnya sebagai selebriti dan visinya yang menyentuh kalangan tertentu di AS, yaitu masyarakat kulit putih yang berpendidikan rendah dan merasa ketinggalan pada kemajuan industri, teknologi dan globalisasi.

Hasil jajak pendapat yang telah dilakukan juga mungkin tidak tepat karena banyak pengikut Trump yang ketika 'polling' dilakukan memilih untuk tidak mengaku mendukung Trump.

"Jadi susah diduga hasilnya kemana, tetapi di atas kertas Hillary sudah menang," ucap Wimar.

Beberapa minggu lalu sempat muncul isu dari Biro Investigasi Federal (Federal Bureau Investigation/FBI) terkait pemeriksaan surat elektronik mengenai pelanggaran keamanan yang diduga pernah dilakukan oleh Hillary.

Namun, FBI sehari menjelang pelaksanaan pemilu menyatakan tidak ada yang salah dan kasus tersebut tidak akan menyebabkan Hillary diajukan ke pengadilan.

Amerika Serikat akan menggelar pemilihan umum presiden pada 8 November 2016. Pemilihan umum tersebut diikuti oleh Donald Trump sebagai calon presiden dari Partai Republik dan Hillary Clinton dari Partai Demokrat.

Baca juga artikel terkait PILPRES AS atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Politik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh