Menuju konten utama
Misbar

When Evil Lurks Mengolah Tema Klasik Jadi Lebih Mengerikan

When Evil Lurks sebenarnya mengusung tema yang amat klasik dalam genre horor. Sentuhan Demian Rugna menjadikannya berbeda dari horor kebanyakan.

When Evil Lurks Mengolah Tema Klasik Jadi Lebih Mengerikan
Header Misbar When Evil Lurks. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Tayang perdana pada sesi Midnight Madness di Toronto International Film Festival 2023, When Evil Lurks (judul asli: Cuando Acheca La Maldad) menampilkan kebrutalan di tingkat paling ekstrim. Film horor Argentina karya Demian Rugna ini lantas mengingatkan saya pada karya Lucio Fulci yang dijuluki sebagai The Godfather Of Gore.

Saat ini, When Evil Lurks sudah bisa disaksikan di Shudder, sebuah platform pengalir khusus film horor dan thriller.

Bagi pencinta genre horor, film ini bakal begitu “menyenangkan”. Di sini, Rugna mengambil tema klasik tentang fenomena kerasukan dan mengolahnya ke wilayah yang lebih mengerikan. Jadi, ini bukanlah film horor tipikal di mana seorang remaja perempuan kesurupan, diikat di ranjang sembari memuntahkan bergalon-galon darah, lalu seorang pendeta melakukan penyembuhan.

Terlebih, Rugna mampu menghadirkan karakter antihero sebagai manusia yang rapuh jiwanya. Dalam keadaan itulah, dia mesti berhadapan dengan roh jahat.

Film ini menyuguhkan narasi yang menukik dalam ke wilayah psikologis manusia lewat penggambaran tokoh utamanya Pedro (Ezequiel Rodriguez).

Dalam semesta When Evil Lurks, setan nyata adanya. Mereka datang ke bumi dan merasuki manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Kepercayaan masyarakat pada institusi Gereja pun sudah luntur karena banyaknya kasus tindak kejahatan.

Dua bersaudara Pedro dan Jimmy (Demian Salamon) amat kebingungan ketika mendapati anak tertua dari Maria Elena (Isabel Quinteros), Uriel, mengalami kerasukan. Terlebih, kondisinya sudah parah.

Tubuh Uriel membesar dan tampak menjijikkan. Uriel ditengarai telah mengalami kerasukan lebih dari satu tahun. Pedro marah kepada Maria lantaran menganggapnya menyembunyikan kejadian itu. Di semesta mereka, kejadian kerasukan harus dilaporkan ke pihak berwajib dan korbannya bakal ditangani oleh profesional.

Maria bersikeras telah melapor, tapi tak mendapat respons yang diharapkan. Pedro dan Jimmy terkejut. Sebelum sampai di rumah Maria, mereka menemukan mayat seorang petugas. Boleh jadi, dia adalah petugas yang semestinya menangani Uriel.

Lalu, mengapa dan bagaimana petugas itu terbunuh? Jika kekuatan jahat yang membunuhnya berasal dari Uriel, setan macam apa yang merasuki Uriel? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menggiring penonton untuk mengikuti alur cerita berikutnya.

Kekuatan Jahat yang Menyebar

Pedro dan Jimmy pergi ke kantor polisi setempat untuk melaporkan kejadian ini. Namun, laporan Pedro dan Jimmy tidak digubris. Maka mereka memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara mereka sendiri.

Membunuh Uriel tentu bukanlah sebuah solusi. Kekuatan jahat yang merasukinya boleh jadi malah bakal menyebar ke orang-orang di sekitar mereka. Mereka lalu memutuskan untuk mendiskusikan masalah ini dengan pemilik tanah pemukiman rumah mereka, Ruiz (Luis Ziembrowski).

Jalan keluar yang mereka sepakati adalah memindahkan Uriel ke tempat lain sejauh mungkin. Cara itu ternyata tak efektif dan malah membawa petaka lainnya. Hewan ternak milik Ruiz mulai bertingkah aneh. Ruiz dan istrinya bahkan kemudian tak selamat.

Saat mendengar berita tragis tersebut, Pedro dan Jimmy meninggalkan kampungnya dan menuju ke kota untuk berkumpul bersama keluarga mereka. Namun, mereka tak menyadari bahwa mereka pun sudah terkontaminasi kekuatan jahat tersebut.

Selanjutnya, parade kebrutalan pun dimulai. Ketika konflik mulai berjalan, tidak ada norma yang harus dipatuhi dan tidak ada seorang pun karakternya yang aman. Bahkan anak-anak sekalipun.

Jika film horor lain yang temanya sejenis menyuguhkan teror pada titik-titik tertentu, When Evil Lurks justru berani mengumbar malapetaka tanpa tedeng aling-aling.

Pada beberapa momen yang menyuguhkan adegan kekerasan, penonton tidak diberi waktu untuk mengantisipasinya. Rugna secara tiba-tiba bisa membunuh karakternya dengan cara yang tidak masuk akal. Ketika mereka semua berteriak panik, bisa dipastikan hal yang benar-benar kejam dan brutal tengah terjadi.

Sepintas, apa yang dilakukan Rugna mirip dengan pendekatan sutradara Lee Cronin dalam Evil Dead Rise, instalemen kelima dari franchise Evil Dead karya Sam Raimi baru-baru ini. Namun, Rugna juga melakukan hal lebih dengan menjaga kualitas plot dan narasinya.

Narasi film ini pun dipersiapkan dengan sangat efektif untuk menuju ke titik brutal. Meskipun elemen ini membutuhkan waktu untuk benar-benar meresap ke dalam benaknya, penonton dibikin tak bisa beranjak dengan elemen-elemen dan atmosfer yang bikin penasaran.

Bakal terjadi apa lagi di depan? Neraka macam apa lagi yang menunggu di ujung plotnya?

Absurd

When Evil Lurks dimulai dengan peristiwa misterius yang eskalasinya semakin meningkat menjadi malapetaka. Di titik itu, temponya lalu melambat untuk menggambarkan proses manusia menuju kehancuran jiwanya secara pelan-pelan. Rugna pun menabur detail-detail penuh makna di sepanjang plot filmnya.

Seperti urban legend pada umumnya, semesta When Evil Lurks juga mempunyai sejumlah “aturan” untuk menghindari kutukan atau pengaruh roh jahat. Ada tujuh aturan yang harus diikuti dan dua di antaranya menurut saya menarik, yaitu larangan menggunakan teknologi modern seperti lampu dan larangan menembakkan senjata.

Dua larangan itu terkesan biasa, tapi ia juga bisa dibaca sebagai metafor untuk kita, manusia modern. Bahwa selaiknya pisau bermata dua, teknologi modern pun bisa membawa petaka buat manusia. Di film ini, hal itu disampaikan melalui kiasan bahwa teknologi justru mengundang kedatangan roh jahat.

Di dunia modern, segalanya jadi begitu mudah dengan teknologi. Namun, di sisi lain teknologi juga merupa senjata. Mereka bisa membela diri dengan itu, tapi juga sekaligus menggunakannya untuk merepresi orang lain.

Pada akhirnya, terciptalah siklus kejahatan dan itu mengikis kepercayaan kepada Tuhan yang diyakini sebagai sumber kebaikan. Manusia menjadi agnostik dan mempunyai keyakinan baru bahwa yang bisa menyelamatkan mereka dari malapetaka adalah diri mereka sendiri.

Masalah psikologis itulah yang menghantui Pedro ketika harus berhadapan dengan kekuatan jahat yang mengintai keluarga yang dicintainya.

Ketika Pedro akhirnya menemukan kemungkinan cara untuk melawan kekuatan roh jahat ini, narasi film menjadi agak sedikit tersandung. Pasalnya, itu membuat kengerian yang sebelumnya bersifat abstrak dan hampir tak diketahui wujudnya, kini menjadi lebih definitif. Ia jadi agak membosankan menurut saya.

Namun, semua ini akan segera menjadi klimaks yang mengesankan saat mengetahui solusi Pedro ternyata makin menjerumuskannya dalam keraguan. Dia kemudian malah melanggar aturan yang sudah berusaha keras dipatuhi.

Ada absurditas dalam narasi kekerasan yang sudah dibangun. Meskipun digambarkan dengan sangat suram, penonton bisa melihat bagaimana Rugna menghancurkan dunia yang dia ciptakan sendiri pada bagian akhir film. Setelahnya, penonton akan berpikir tidak akan ada lagi trauma yang menggangu jiwa Pedro dan keluarganya yang tersisa dapat hidup aman.

Untunglah Rugna juga cerdik. Dia berhasil memberi twist yang membuat penonton tercengang.

When Evil Lurks tayang di beberapa bioskop Amerika Serikat pada 6 Oktober 2023 yang lalu. Ia bersanding dengan film Hollywood The Exorcist: Believer yang membawakan tema serupa. Perhatian penonton pastilah AS pastilah lebih tertuju pada The Exorcist: Believer yang sudah lama dinanti.

Namun, sekali lagi, When Evil Lurks ini bukanlah horor biasa. Ia punya formula yang khas dan otentik, juga nisbi memberi gagasan baru dalam tema yang diusungnya. Menurut saya, itu semua memberikan keunggulan yang telak bagi film besutan Rugna ketimbang The Exorcist: Believer yang malah jatuh pada kubangan stereotipe.

Baca juga artikel terkait MISBAR atau tulisan lainnya dari Wiwid Coreng

tirto.id - Film
Kontributor: Wiwid Coreng
Penulis: Wiwid Coreng
Editor: Fadrik Aziz Firdausi