tirto.id - “Kami tawarkan penutupan CC/KTA dengan cara dicicil bunga 0%/lunas discount maksimal 50-70% clear BI checking...”
Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya. Isinya soal tawaran jasa penutupan kartu kredit atau juga Kredit Tanpa Agunan (KTA). Pesan semacam ini memang janggal tapi makin lama membuat penasaran. Untuk menelusuri kebenarannya, saya coba menghubungi nomor telepon yang tertera dalam pesan singkat itu. Saat dihubungi, nomor itu menjawab, seseorang yang mengangkat telepon meminta saya datang ke kantornya.
Satu hari saya menyempatkan diri datang ke lokasi kantor yang dimaksud. Kantor mereka hanya sebuah ruangan berukuran sekitar 2,5 x 3 meter, hanya cukup menempatkan satu sofa dan satu meja kecil. Dua orang petugas perempuan menyambut kedatangan saya.
“Jadi bagaimana, mbak? Kartu apa saja yang mau ditutup?” tanya seorang dari mereka membuka perbincangan.
Saya menimpali dengan menanyakan mengenai prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menutup utang kartu kredit. Keduanya mencoba menjelaskan jasa yang mereka tawarkan dapat dipakai oleh pengguna kartu kredit maupun KTA macet atau sebaliknya. Ada dua penawaran yang diberikan, pertama, membuat bunga tagihan menjadi 0 persen, kedua memberikan diskon tagihan mulai dari 30-70 persen.
Baca juga:Ramai-ramai Menutup Kartu Kredit
Seorang yang akan mendapat diskon tagihan utang, mereka meminta waktu 6-8 bulan untuk bernegosiasi dengan pihak bank. Selama masa itu, mereka menjamin para klien tak perlu membayar kewajiban kreditnya, termasuk cicilan minimum bulanan. Setelah diskon diberikan maka pembayaran bisa dilanjutkan, bahkan dijanjikan bisa ditunda sampai klien punya dana untuk membayar cicilan.
“Misalnya tagihan Rp10 juta, bayarnya cukup Rp5 juta saja. Kalau nggak ikut program ini, itu cuma bisa bayar limit saja,” ucap salah satu dari mereka.
Dengan tawaran ini tentu orang bisa saja gelap mata apalagi dalam kondisi kepepet, segala cara bisa ditempuh. Namun, sebelum mendapat iming-iming "bantuan", seorang calon klien harus membayar jasa pengacara sebesar 15 persen dari jumlah tagihan. Misalnya dengan utang Rp10 juta dan pilihan untuk diskon tagihan 50 persen, klien hanya membayar uang sejumlah Rp6,5 juta hingga utang lunas dengan tenor yang bisa diatur.
Namun, kejanggalan makin terasa ketika, mereka meminta syarat berupa fotokopi KTP, tagihan bulanan, fisik kartu kredit atau KTA, dan mengalihkan alamat serta nomor telepon tagihan ke kantor tersebut. Kejanggalan lainnya adalah adanya surat lunas yang tak memiliki cap resmi dan terkesan diketik ala kadarnya, dan keanehan lainnya.
Tawaran jasa pelunasan utang termasuk kartu kredit memang terjadi di masyarakat. Modusnya bermacam-macam, tapi pada dasarnya semua itu adalah aksi tipu-tipu yang memanfaatkan kelengahan orang yang sedang menghadapi masalah terlilit utang di layanan perbankan atau jasa keuangan lainnya. Sehingga korban penipuan pun tak terhindarkan.
Memancing di Air Keruh
Trisna, 24 tahun, salah satu korban penipuan jasa penutupan kartu kredit. Setahun lalu, rasa frustrasi menghinggapi kala utang beberapa kartu kreditnya makin membesar hingga Rp8 juta, padahal gajinya hanya Rp6 juta per bulan. Dengan kemampuan seperti itu, ia hanya bisa membayar tagihan minimum masing-masing kartu kredit.
Saat kekacauan itu terjadi, ia mendapat penawaran dari "kantor pengacara" yang menjanjikan penutupan atau pelunasan kartu kredit dengan diskon beban utang hingga 40-70 persen. Ia pun tanpa pikir pajang ketiga kartu kredit beserta uang muka “tanda jadi” langsung ia barter dengan surat kuasa saat bertemu dengan penyedia jasa.
“Waktu itu bayar uang muka Rp1,5 juta, menyusul pelunasan Rp2,1 juta. Aku kena fee 10 persen,” cerita Trisna.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Alih-alih melunasi utang dengan bayaran minimum, kartu kreditnya tiba-tiba naik limit dan terdapat pemakaian tak wajar. Tagihannya jadi tambah bengkak. Ini terjadi setelah ia meneken perjanjian dengan jasa pelunasan utang.
Sadar telah tertipu, ia coba menghubungi pihak penyedia jasa pelunasan utang, tapi mereka mengelak telah menggunakan kartu kredit tanpa sepengetahuan Trisna. Sialnya, kantor pemberi jasa itu telah berubah alamat. Ujung-ujungnya ia harus tetap membayar kewajiban utang yang makin membengkak dan tertipu telah membayar fee ke penipu.
“Aku tertipu penampilan mereka yang terlihat meyakinkan. Harusnya fee yang dibayar bisa buat tambah pelunasan. Ini bukannya lunas, malah nambah tagihan,” keluh Trisna.
Negosiasi dengan Bank
Apa yang terjadi pada Trisna hanya salah satu contoh modus penipuan dengan iming-iming pelunasan utang. Belum lama ini United Nations Swissindo World Trust International Orbit (UN Swissindo) jadi buah bibir karena dugaan penipuan. Mereka mengklaim dapat membayar utang masyarakat di perbankan. UN Swassindo yang mengumpulkan dana masyarakat bergerak ilegal alias tak memiliki izin.
UN Swissindo menyasar kalangan nasabah atau debitur yang bermasalah dalam menyelesaikan kewajiban kredit di bank atau lembaga pembiayaan. Pihak UN Swissindo mengaku sebagai lembaga internasional yang dapat mengeluarkan surat pelunasan utang kepada lembaga jasa keuangan.
Baca juga:Mengapa Penipuan Swissindo Bisa Terjadi?
Namun surat berharga itu dinyatakan palsu oleh Bank Indonesia. Meski demikian, banyak debitur yang terpengaruh oleh janji manis UN Swissindo. Debitur itu berasal dari berbagai bank di Indonesia. Hal itu pun menimbulkan kredit macet diberbagai daerah.
Bank Indonesia melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Tirta Segara telah mengingatkan masyarakat terhadap beberapa modus penipuan yang biasa terjadi. Mulai dari penawaran perusahaan/lembaga yang menjanjikan pelunasan kredit dan ajakan tidak membayar utang ke bank, perusahaan pembiayaan, maupun lembaga jasa keuangan lainnya.
Ada juga yang menjanjikan pelunasan utang dengan jaminan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)/Surat Berharga lainnya. Ada juga pelaku penipuan yang mengakui bahwa utang rakyat Indonesia sudah dilunasi melalui pembayaran non tunai kepada Bank Indonesia. Agar utangnya dapat dilunasi, perusahaan/lembaga tersebut akan meminta korban membayarkan sejumlah uang.
“Itu merupakan tindak penipuan untuk keuntungan dan kepentingan pribadi," kata Tirta.
Padahal utang dalam sistem perbankan atau jasa keuangan lainnya tak bisa dihapus begitu saja karena sebuah kewajiban. Namun, yang bisa dilakukan nasabah atau masyarakat adalah restrukturisasi utang atau kredit dengan melakukan proses negosiasi dengan penyedia jasa keuangan. Caranya bisa dilakukan dengan penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu Kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok Kredit, dan penambahan fasilitas kredit. Proses ini bisa diurus sendiri oleh nasabah masing-masing.
Baca juga:Menanti Bunga Kredit Satu Digit
Namun, kenyataannya beberapa masyarakat ingin mengambil jalan pintas dan mencari cara paling mudah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta, menyatakan pihaknya memang sering menerima pengaduan terkait jasa penutupan kartu kredit/KTA. Namun, ia menegaskan tak ada pihak manapun, termasuk kantor pengacara yang dapat menjamin diskon pelunasan dari pihak bank.
Menurutnya bank hanya akan memberikan keringanan cicilan sesuai kemampuan debitur. Namun, soal jumlah keringanan, bergantung pada kebijakan masing-masing bank penyedia kredit. Ia mengatakan tak peraturan BI atau OJK yang mengatur masalah jumlah dan jenis keringanan dalam negosiasi pelunasan kartu kredit.
“Jasa yang seolah menyelesaikan itu hanya mengkuasakan saja. Utangnya tetap saja tidak lunas,” tegas Steve kepada Tirto.
Kasus penipuan yang memakai modus janji-janji meringankan atau pelunasan utang jadi catatan bagi para penyedia kredit untuk memberi edukasi terutama soal restrukturisasi kredit ke nasabah sebelum meloloskan kredit. Konsumen juga perlu cermat sebelum berutang, dan waspada pada tawaran yang menggiurkan.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra