tirto.id - Ribuan warga Queensland menggelar doa bersama di Islamic College of Brisbane, Karawatha, Brisbane pada Minggu (17/3/2019). Mereka hadir untuk menunjukkan solidaritas kepada warga Muslim, terutama yang menjadi korban aksi terorisme di Christchurch, Selandia Baru.
"Yang hadir bukan hanya Muslim, namun juga non Muslim. Hadirin dari segala bangsa, mulai dari yang berjilbab, berkerudung, maupun rambut terurai. Dari yang menggunakan gamis, jins, hingga sarungan dan berkopiah," ujar Sekjen IISB (Indonesia Islamic Society of Brisbane) Achmad Supardi kepada Tirto, Minggu (17/3/2019).
Menurut Achmad, di pintu masuk hadirin mengular di depan meja-meja untuk berdonasi. Karangan bunga juga tampak terlihat di kampus ini. Puluhan ruas jalan di sekitar kampus penuh dengan mobil.
Dari komunitas Indonesia, di antaranya hadir perwakilan dari Indonesian Islamic Society of Brisbane (IISB), pengurus ranting istimewa Muhammadiyah Queensland (PRIM Qld), pengurus cabang internasional NU Australia-New Zealand (PCI NU ANZ), Indonesian Community of Queensland (IMCQ) dan para pelajar Indonesia dari banyak kampus.
Juru Bicara Islamic Council of Queensland Ali Kadri mengucapkan terima kasih kepada seluruh hadirin dan pimpinan lintas agama dan grup atas dukungannya.
"Terima kasih telah menyebut tindak terorisme ini sesuai dengan apa adanya ia," katanya.
Dia juga berterima kasih kepada seluruh penduduk Australia, terutama kapeada kelompok non-Muslim yg menunjukkan solidaritas dan dukungannya terhadap para korban terorisme di Chirstchurch.
Setidaknya 49 orang ditembak mati dan puluhan orang luka-luka pada serangan teror terhadap dua masjid di Selandia Baru, Jumat (15/3/2019) pagi waktu Indonesia.
Sebagaimana diwartakan AP News, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebut aksi teror ini merupakan penembakan paling mematikan dalam sejarah Selandia Baru modern dan "salah satu hari paling gelap dalam sejarah Selandia Baru."
"Jelas, ini adalah serangan teroris," tegas Jacinda Ardern.
Kepolisian Australia yang turut terlibat dalam penyelidikan kasus ini sudah mengindentifikasi pelaku sebagai Brenton Tarrant, pria kulit putih kelahiran Australia dan berusia 28 tahun.
"Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Ardern.
Editor: Maya Saputri