tirto.id - Warga memenangkan upaya hukum banding yang dilayangkan oleh Presiden Joko Widodo beserta menteri-menterinya atas gugatan polusi udara di DKI Jakarta. Alhasil, pemerintah diwajibkan mengatasi polusi dan memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Hal itu berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap permohonan banding yang diajukan Presiden Joko Widodo dan para menterinya atas gugatan polusi udara Jakarta yang diajukan warga atau citizen lawsuit (CSL).
Tergugat dalam hal ini adalah Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan. Sementara penggugat adalah 30 warga negara.
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor 549/PDT.G-LH/2022/PT DKI tanggal 17 Oktober 2022 menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst yang diterbitkan pada 16 September 2021.
Di mana, putusan PN Jakarta Pusat memenangkan atau mengabulkan sebagian besar tuntutan yang diajukan 32 warga dalam gugatan terkait pencemaran udara di Ibu Kota. Sehingga, Jokowi dan jajarannya kembali dikalahkan dalam perkara ini.
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst tanggal 16 September 2021, yang dimohonkan banding tersebut," berikut bunyi dalam salinan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang dipimpin Abdul Fattah, dikutip Jumat (21/10/2022).
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaed4df847ecefe2933a313534373037.html
Tim Advokasi warga, Jeanny Sirait menyatakan banding yang diajukan oleh pemerintah sejak awal jelas menunjukan bahwa mereka gagal melihat gugatan ini sebagai upaya evaluasi pengendalian polusi udara di DKI Jakarta.
"Kemenangan kembali warga Jakarta atas proses banding gugatan polusi udara ini menguatkan fakta bahwa udara bersih sejatinya adalah kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari warga DKI Jakarta. Hal tersebut kembali diakui dengan tegas dalam putusan Banding kali ini," kata Jeanny melalui keterangan tertulis, Jumat (21/10/2022).
Tim Advokasi pun mendesak agar pemerintah untuk tidak lagi mengajukan kasasi atas putusan banding yang dimenangkan warga. Jeanny menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk adu kuat dalam proses hukum lantaran kesehatan dan kekuatan nafas warga Jakarta yang menjadi taruhannya.
"Dibandingkan dengan melakukan kasasi, menurut kami akan lebih bijaksana bagi pemerintah memanfaatkan waktu yang ada untuk segera memastikan berjalannya perbaikan sistem pengendalian udara bersih di Jakarta dengan cepat, tidak boleh lagi ada penundaan. Memastikan standar baku mutu udara (BMUA) yang sesuai WHO misalnya," tuturnya.
Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Salah satu penggugat, Elisa Sutanudjaja mendorong pemerintah pusat dan daerah agar segera mengambil tindakan nyata untuk selesaikan masalah polusi udara dan berhenti menunda menggunakan cara-cara hukum.
“Langit yang kami lihat abu-abu. Lambat dan minimnya aksi Negara dalam pengendalian dan penanggulangan pencemaran udara telah membuat saya, keluarga dan banyak orang sakit kronis dan kritis, perlahan tapi pasti pembunuh senyap ini akan turut serta memperburuk masa depan generasi muda dalam bertumbuh dan berkembang.
Putusan soal polusi udara ini berawal dari gugatan 32 warga yang diajukan ke PN Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019. Dalam permohonannya, para penggugat memohon agar para tergugat dinyatakan terbukti melanggar hak asasi manusia karena lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Kemudian pada Kamis, 16 September, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga dan memvonis lima pejabat negara bersalah atas polusi udara di Ibu Kota.
Kelima pejabat tersebut, yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa para tergugat sudah mengetahui bahwa udara di DKI Jakarta tercemar selama bertahun-tahun. Namun para pemangku kepentingan tidak banyak mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki hal itu.
Majelis hakim memvonis bersalah kelima pejabat guna melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta. Berbeda dengan Presiden Jokowi dan para menteri, saat itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak mengajukan banding dan akan menjalankan putusan pengadilan.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan