tirto.id - Seorang warga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Siti Aisyah, yang didakwa menistakan agama, menerima vonis hukuman 2,6 tahun penjara dari majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram pada Senin (21/8/2017).
Ketua Majelis Hakim Didiek Jatmiko menyatakan pemilik "Rumah Mengenal Al Quran" terbukti bersalah menistakan agama karena menyebarkan ajaran Islam yang bertentangan dengan kaidahnya.
"Oleh karenanya menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan penjara dan meminta agar yang bersangkutan tetap berada di dalam tahanan," kata Didiek dalam putusannya seperti dikutip Antara.
Majelis Hakim di kasus ini berkeyakinan Siti Aisyah telah melanggar pasal 156 huruf a KUHP tentang penistaan agama sebab melakukan penyebaran ajaran yang menistakan agama Islam melalui selebaran.
Vonis itu lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Siti Aisyah menerima hukuman tiga tahun penjara.
Menurut Hakim Didiek, hal yang memberatkan dalam putusannya adalah sikap rasa tidak bersalah dari Siti Aisyah meski ajaran yang disebarkannya itu bertentangan dengan kaidah Islam.
Selama ini, Siti Aisyah membuka praktik mengenal Al-Qur'an di bilangan Kota Mataram itu. Dia dianggap oleh majelis hakim berkeyakinan bahwa Al Quran tidak mengajarkan tentang salat. Aisyah juga dituduh menolak meyakini Hadis sebagai sumber ajaran Islam.
Kasus ini menambah panjang daftar orang yang dijerat hukuman pidana terkait kasus penistaan agama. Hasil riset Setara Institute, yang dirilis pada Mei 2017 lalu, mencatat sepanjang 1965-2017 terdapat 97 kasus penistaan agama. Sebanyak 88 kasus di antaranya muncul setelah reformasi.
Kasus penistaan agama terakhir yang paling menyita perhatian publik Indonesia ialah perkara yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kasus ini memunculkan perdebatan publik yang luas sebab sebagian kalangan menilai kasus ini berkaitan dengan masalah politik seputar Pilkada DKI Jakarta 2017.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom