tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan draf RUU KUHP yang disosialisasikan ke 11 daerah di Indonesia sejak 2021, berbeda dengan draf pada 2019. Ia sebut pemerintah telah memperbaruinya.
Pada 2020, pemerintah melakukan pembaruan-pembaruan isi RUU KUHP. Oleh sebab itu, pembahasan RUU KUHP terkesan tertutup. Lantaran pemerintah belum membuka ke masyarakat.
"Terus terang draf yang kami pembarui selama 2020 belum kami share ke DPR sehingga tidak berani kita tampilkan ke publik," ujarnya dalam diskusi publik Kemenkumham di Jakarta Selatan, Senin (14/6/2021).
Saat ini pemerintah dan DPR masih berupaya untuk memasukkan RUU KUHP ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini. Dan dalam waktu dekat akan mengadakan evaluasi pada Juni 2021.
Pembahasan RUU KUHP sempat mendapat penolakan dari masyarakat sipil pada September 2019. Demonstrasi pecah di beberapa kota dan memakan korban jiwa. Untuk meredakan tensi panas, Presiden Joko Widodo menunda pembahasan.
Melalui mekanisme carry over, pembahasan RUU KUHP dilanjutkan dengan membahas pasal-pasal yang masih menimbulkan perdebatan di masyarakat.
"Kalau mau strict, setop tidak ada pembahasan. Kalau itu carry over langsung ketok palu. Tapi tidak begitu," ujar Eddy.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP--terdiri dari berbagai organisasi--menilai draf RUU KUHP baru tersebut tidak memiliki perbedaan dengan draf September 2019. Sehingga pemerintah perlu bekerja secara terbuka, sebab masyarakat perlu tahu proses kajian dan pembaruannya.
"Apabila tidak ada perubahan, maka sosialisasi ini bukan mendengarkan masukan publik pasca penolakan RKUHP September 2019 yang bahkan sampai memakan korban jiwa dan munculnya pernyataan Presiden untuk menunda dan mengkaji ulang RKUHP," ujar peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati dalam keterangan tertulis, Senin.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz