tirto.id - Setelah sempat mengalami rebound yang cukup signifikan, saham-saham di bursa Wall Street kembali berjatuhan. Indeks Dow Jones bahkan anjlok hingga 1.800 poin, yang merupakan penurunan harian terbesar dalam tiga bulan terakhir.
Investor mencemaskan kenaikan kasus virus Corona di AS di beberapa negara bagian yang sudah dibuka kembali, setelah lockdown. Saham-saham yang sempat melonjak karena harapan akan perbaikan setelah dibukanya kembali ekonomi, kembali berjatuhan.
Pada perdagangan Kamis (11/6/2020), indeks Dow Jones Industrial Average merosot hingga 1.861,82 poin (6,9%) ke level 25.128,17. Indeks S&P 500 merosot 5,9% ke level 3.002,10, Nasdaq anjlok 5,3% ke level 9.492,73.
Ketiga indeks utama ini mencatat level terendah sejak 16 Maret, saat secara bersamaan anjlok hingga lebih dari 11 persen.
Seperti dilansir dari CNBC, para pialang melepas saham-saham maskapai penerbangan, operator kapal pesiar, retail, yang sebelumnya sempat kembali dikoleksi karena munculnya harapan perbaikan ekonomi. Saham United Airlines, Delta, American and Soutwest tercatat anjlok lebih dari 11%.
Kekhawatiran munculnya gelombang kedua kasus Corona meningkat menyusul dibukanya ekonomi kembali setelah lockdown. Ini dikarenakan terjadinya peningkatan kasus seperti Texas yang selama tiga hari berturut-turut melaporkan rekor baru kasus COVID-19. Di tengah peningkatan kasus tersebut, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kepada CNBC mengatakan bahwa, “kita tidak bisa menutup ekonomi lagi.”
Berdasarkan data terakhir dari John Hopkins University, secara keseluruhan kasus Corona di AS melebihi 2 juta.
Tidak hanya kekhawatiran tentang munculnya gelombang kedua kasus Corona, investor juga mengkhawatirkan proses pemulihan ekonomi yang diprediksi membutuhkan waktu lama.
Layaknya negara-negara lain di dunia, AS kini juga menghadapi kekhawatiran pelemahan ekonomi. Bank Sentral AS usai pertemuannya selama dua hari mengeluarkan proyeksi ekonomi pasca-pandemi. Pimpinan Bank Sentra AS, Jerome Powell mengingatkan “jalan panjang” menuju pemulihan.
“The Fed mempertahankan tingkat suku bunga hingga 2020, hal itu bisa memberikan kesan kepada investor bahwa mereka mungkin lebih khawatir tentang tingkat pemulihan ekonomi dibandingkan antisipasi sebelumnya,” ujar Joseph Sroka, chief investment officer NovaPoint di Atlanta, seperti dilansir dari Reuters.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti