Menuju konten utama
1 Juli 1979

Walkman, Pemutar Musik Legendaris yang Tergerus Zaman

Pemutar kaset.
Hidup melambat dalam
belenggu headset.

Walkman, Pemutar Musik Legendaris yang Tergerus Zaman
Walkman ciptaan Sony. tirto.id/Sabit

tirto.id - Generasi Z mungkin tak lagi mengenal Walkman. Mereka mungkin lebih mengenal pemutar musik digital. Namun, untuk generasi sebelum mereka, Walkman merupakan sebuah legenda. Ia begitu dikagumi di zamannya.

Mendiang Steve Jobs merupakan salah satu orang yang mengagumi piranto tersebut. Adalah John Sculley, Chief Executive Officer Apple yang mengisahkan kekaguman Jobs pada Walkman. Mantan Presiden Pepsi itu dalam perbincangannya dengan Leander Kahney, jurnalis dari Cult of Mac, mengatakan bahwa ia bersama Steve Jobs, cukup sering bertemu Akio Morita, co-founder Sony. Dalam salah satu kunjungannya, Akio memberikan Sculley dan Jobs oleh-oleh. Masih-masing eksekutif Apple itu memperoleh Walkman, perangkat pemutar kaset (playback) seberat 14 ons berwarna biru dan silver.

“Saya dan Jobs tidak pernah melihat produk seperti itu sebelumnya,” kata Sculley mengingat peristiwa itu. “Dan memang tidak ada produk seperti itu. Jobs terpesona oleh benda tersebut.”

“Jobs mengambil, melihat setiap bagian, mereka-reka bagaimana kesesuaian dan penyelesaian produk itu dibangun,” sebut Sculley mendeskripsikan bagaimana terkagumnya Jobs pada Walkman.

Musik Portabel

Masaru Ibuka, co-founder Sony, sering bepergian dalam rangka bisnis. Sebagai penikmat musik, ia sering membawa TC-D5, alat perekam sekaligus pemutar kaset buatan Sony yang dijual ke pasaran pada 1978. Secara umum, TC-D5 dibuat Sony bagi kalangan profesional, terutama jurnalis atau seorang sekretaris yang perlu merekam perbincangan bisnis. Bagi kalangan awam, TC-D5 tak ubahnya perangkat audio biasa, terutama karena ukurannya yang cukup besar.

Karena terlalu besar, Masaru kurang nyaman dengan perangkatnya itu. Ia lantas meminta Norio Ohga, bawahannya di Sony, untuk menciptakan versi portabel dari TC-D5, dengan melucuti fungsi perekaman pada TC-D5.

Lalu, proses penciptaan atas permintaan Masaru pun dilakukan. Nobutoshi Kihara, yang merancang bentuk Walkman, mengatakan bahwa ia beserta timnya “menggambar desain Walkman di atas kertas dan menutup matanya untuk membayangkan bagaimana bentuk Walkman.”

Pada 1 Juli 1979, tepat hari ini 39 tahun lalu, atau hampir setahun selepas Sony merilis TC-D5, permintaan Masaru terpenuhi. Kala itu, Sony merilis TPS-L2, pemutar kaset portabel, memiliki dua buah lubang jack 3,5 mm untuk menghubungkannya pada headphone/earphone. Secara umum, benda berbentuk kotak tersebut bernama “Walkman,” tetapi di beberapa wilayah, semisal Amerika Serikat, ia dinamai “Sound-About.”

Daniel Rook, dalam tulisannya di The Sidney Morning Herald, mengatakan bahwa “Walkman” sebagian terinspirasi dari “Pressman,” perekam buatan Sony yang dibuat bagi kalangan jurnalis, dan Superman, tokoh fiksi rekaan Jerry Siegel dan Joe Shuster yang saat itu sedang naik daun.

Masaru, yang lantas melapor pada Akio Morita, meminta bosnya itu mencoba Walkman. Ia lantas berkata: “Pemutar kaset yang bisa digunakan sambil berjalan kaki bukanlah ide yang bagus, bos?”

TC-D5 alias Walkman laris. Sebanyak 30 ribu Walkman terjual dalam dua bulan sejak peluncuran. Dalam 10 tahun, 50 juta Walkman terjual. Hingga pengujung 2010, 385 juta Walkman terjual di seluruh dunia.

Meaghan Haire, dalam tulisannya di Time menyebut bahwa secara teknis, Walkman bukanlah lompatan teknologi besar. Philips, perusahaan asal Belanda, pada tahun 1963 pernah menciptakan produk serupa. Lalu, Andreas Pavel, mencetuskan ide serupa Walkman pada 1977 dengan mematenkan "belt stereo".

Sony, sebut Haire, sukses “mentransformasikan teknologi yang telah ada ke dalam bentuk terbaik, mengecilkan ukuran dan menghadirkannya pada pasar.” Walkman, lanjut Haire, “sukses membuka pasar baru.”

Selepas TC-D5, Sony merilis versi-versi baru Walkman: TCD-D3 (Walkman yang menggunakan Digital Audio Tape) pada 1987, Sports WM-B52 (Waklman bertema sports, berjuluk “Yellow Monster) pada 1988, MZ-1 (Walkman yang menggunakan MiniDisc) pada 1992, D-E01 (Walkman yang menggunakan Compact Disc) pada 1884, dan NW-MS70D (Walkman yang menggunakan memori flash) pada 2000.

Pada 1986, kata “Walkman” masuk ke dalam Oxford English Dictionary. Rebecca Tuhus-Dubrow dalam bukunya berjudul “Personal Stereo” mengatakan secara tersirat bahwa Walkman telah menjadi kata generik: alat pemutar kaset portabel dengan headphone.

Selain menjadi kata generik, Tuhus-Dubrow pun menyebut Walkman jadi kontroversi di tengah masyarakat karena membuat orang menjadi hirau terhadap lingkungan sekeliling. Tuhus-Dubrow, yang mengutip salah seorang artikel di saat Walkman muncul, mengatakan bahwa “orang yang menggunakan Walkman ialah sosok yang sisi moralnya sedang absen.”

Pada 1985, ketika film Back to the Future rilis ke pasaran, Walkman disebut Tuhus-Dubrow jadi simbol "tidak taat aturan". Ketika itu, karakter bernama Marty McFly, mengenakan Walkman sambil ber-skateboard yang menyiratkan: anak muda yang berbeda dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Infografik Mozaik Walkman

Tergerus iPod dan Spotify

Kesuksesan Walkman menjalar ke perusahaan lain, khususnya yang menjual produk yang hampir sama. Misalnya Saehan Information System, perusahaan teknologi asal Korea Selatan. Pada 1998, perusahaan tersebut merilis MPMan, yang terjual hingga 50 ribu unit di akhir tahun peluncuran.

Pada 21 Oktober 2001, datanglah iPod. “Tiruan” yang dibuat lebih sempurna dibandingkan Walkman asli. Dengan harga mulai dari $399, kapasitas penyimpanan 5GB, iPod sanggup menampung hingga 1.000 lagu, menihilkan berbagai tipe kaset, yang diwajibkan Walkman. April 2003, Apple menyempurnakan iPod dengan merilis iTunes Music Store. Dengan hanya $.99, masyarakat dapat membeli lagu secara legal, satuan bukan per album, dengan mudah. Tanpa perlu datang ke toko kaset, atau menunggu kaset tiba jika membeli secara online. iTunes merevolusi bagaimana masyarakat membeli lagu.

Dari tahun 2006 hingga tahun 2014, sebagaimana dikutip dari Statista, Apple menjual 368,85 juta unit iPod ke seluruh dunia. Ia menjadi kompetitor sungguhan Walkman yang menjual 385 juta unit selama 10 tahun eksistensinya.

Karena iPod “dijual” sepaket dengan iTunes, selain untung dari penjual iPod, Apple juga untung dari menjual lagu dari iTunes. Pada 2017, Apple dilaporkan memperoleh pendapatan $8,7 miliar dari iTunes. Sumber pendapatan yang tidak dimiliki Sony meskipun mereka memiliki Walkman.

Selepas iPod, dunia kini dihadapkan pada sistem baru mendengarkan musik. Spotify, aplikasi musik streaming bikinan Daniel Ek adalah salah satunya. Aplikasi yang menurut Ek sebagai “mempersembahkan musik ke pesta” itu mengubah bagaimana masyarakat mendengar musik. Dengan biaya $10 atau Rp49.990, masyarakat dapat menikmati lagu apapun, dari album apapun, dari seluruh dunia. Tanpa ada sekat-sekat pembatas seperti yang terjadi pada dunia kaset ataupun iTunes, yang menuntut pendengarnya membeli seutuh album atau satu lagu.

Spotify pun adaptif pada segala perangkat. Baik smartphone, desktop, maupun web, bisa dipasangkan Spotify.

Hingga Januari 2018, ada 70 juta pelanggan berbayar Spotify. Recording Industry Association of America, mencatat bahwa 51,4 persen pendapatan industri musik berasal dari pengguna aplikasi musik streaming berbayar seperti Spotify.

iPod dan selanjutnya Spotify, sukses melenyapkan Walkman.

Baca juga artikel terkait SONY atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Musik
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti