tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif menilai pemerintah wajib membuka data Hak Guna Usaha (HGU) kepada publik.
Laode mengatakan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tumpang tindih lahan.
Menurut Laode kesulitan penanganan tumpang tindih lahan, karena pemilik dan luas lahan yang dikuasai tak diketahui.
"Untuk mencegah tumpang tindih ini, HGU harus dibuka. Kewajiban pemerintah menyelesaikan tumpang tindihnya," ucap Laode dalam diskusi bertajuk 'Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam' di Hotel Le Meridien, Kamis (28/3/2019).
Polemik HGU ini berlangsung sejak 2017. Saat itu, putusan MA nomor 121 K/TUN/2017 memerintahkan agar informasi HGU dibuka kepada publik. Pemilik data ini Kementerian ATR/BPN.
Namun, hingga saat ini kementerian tak membukanya. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi Data Hak Guna Usaha (HGU) pun melaporkan lembaga itu ke Bareskrim Polri, Senin (25/3/2019).
Laode juga mengatakan transparansi HGU diduga akan menunjukkan sisi buruk dari tata kelola pemerintah.
Namun, ia mendesak hal ini perlu ditempuh lantaran ada orang-orang yang terus diuntungkan di balik keengganan pemerintah untuk membukanya.
"Kalau buka HGU, ya kebodohan sebagai bangsa akan tampak tapi nanti bisa operasi plastik. Daripada pura-pura oke-oke saja [mengelola lahan]," ucap Laode.
"Ini kan gampang saja [akar masalahnya]. Orang itu mengambil keuntungan dari kegelapan," tambah Laode.
Selain itu, Laode juga sempat menyinggung solusi pemerintah untuk membuka data pertanahan melalui One Map Policy.
Dalam transparansi dan integrasi data ini, lanjut dia, pemerintah tak perlu sebaiknya melibatkan swasta. Hal ini, terkait sasaran penertiban dan keterbukaan justru unsur swasta.
"Waktu saya dengar satu peta mau gandeng swasta, saya gak mau. Saya milih buat mundur. Gimana caranya yang mau ditertibkan itu membiayai yang mau kita buat untuk dia," ujar Laode.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali