Menuju konten utama

Wahid Foundation & Gusdurian Kecam Perusakan Musala di Minahasa

Segala bentuk perusakan terhadap rumah ibadah sebagai tindakan kriminal, sehingga pelaku layak diproses dengan pendekatan hukum.

Wahid Foundation & Gusdurian Kecam Perusakan Musala di Minahasa
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wahid Foundation dan Jaringan Gusdurian, dua organisasi yang fokus isu toleransi keberagamaan, mengecam perusakan musala atau balai pertemuan di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid mengatakan, mengecam tindak perusakan tempat ibadah yang tidak hanya mengakibatkan kerugian material tetapi juga mengoyak wajah toleransi antar umat beragama dan elemen bangsa.

Ia juga mendorong aparat hukum untuk mengusut insiden tersebut secara tuntas dan transparan, serta menindak tegas pelaku-pelakunya.

"Mendukung upaya pejabat, aparat dan komponen masyarakat setempat yang sigap merespon situasi di lapangan sehingga tidak berkembang menjadi eskalasi konflik lebih lanjut," kata Yenny dalam rilis yang diterima Tirto, Jumat (31/1/2020)

Perusakan musala tersebut terjadi pada Rabu, 29 Januari 2020, oleh sekelompok orang. Setelah perusakan, para pihak terkait telah bersepakat untuk perbaikan musala dan mencari solusi terkait peizinan pendirian tempat ibadah.

Yenny Wahid mendorong pemerintah untuk meninjau ulang peraturan tentang pendirian tempat ibadah agar lebih menitikberatkan pada perlindungan hak beragama dan beribadah setiap warga negara tanpa diskriminasi sebagaimana dimandatkan oleh UUD 1945.

"Kami ingin kembali mengingatkan semua pihak untuk merawat kebhinekaan kita, menghargai dan melindungi perbedaan. Mayoritas-minoritas hanya soal angka, tetapi semua punya hak yang sama di hadapan Konstitusi kita," ujar Yenny Wahid.

Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid mengatakan, perusakan tersebut menandakan perlunya meninjau ulang SKB 2 Menteri tentang Rumah Ibadah supaya tidak melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Perlu dirumuskan aturan yang serta selaras dengan Undang-Undang Dasar dan standar HAM internasional," kata Alissa dalam keterangan tertulis, Jumat.

Ia juga mengecam segala bentuk perusakan tempat ibadah atas alasan apapun. Tindakan perusakan tersebut bisa disebut tergolong kriminal, sehingga pelaku harus diproses secara hukum.

"Kami juga nngajak para pemuka agama dan tokoh adat Minahasa untuk terus meneguhkan jati diri orang Minahasa yang memiliki slogan ‘Kitorang Samua Basudara’. Kita semua bersaudara," kata Alissa.

Baca juga artikel terkait PERUSAKAN MUSALA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz