tirto.id - Belakangan viral wabah ulat jati di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi perhatian publik dan perbincangan warganet di media sosial. Lantas, apakah berbahaya?
Warganet dalam beberapa waktu terakhir banyak membagikan foto dan video ulat jati yang menyerbu di Gunungkidul. Seperti namanya, ulat berwarna coklat dengan garis kuning di sisinya tersebut menjadikan daun pohon jati sebagai makanan.
Untuk menghindari serangan ulat jati, pengendara sepeda motor yang melaju di sepanjang jalan di Gunungkidul menyiasatinya dengan menggunakan helm, pakaian tertutup, dan bahkan ada yang memilih mengenakan jas hujan.
Hal tersebut dilakukan lantaran di pinggir jalan Gunungkidul banyak ditumbuhi pohon jati. Dengan demikian banyak ulat yang bergelantung dan berjatuhan dari dahan pohon menimpa para pengendara sepeda motor yang lewat.
Fenomena wabah ulat jati bukanlah hal aneh di Gunungkidul. Pasalnya, wabah ulat jati selalu muncul saban tahun di daerah tersebut. Ulat jati yang memiliki nama ilmiah Hyblae Puera dan berukuran sekitar 3,5 cm tersebut akan muncul saat pergantian musim kemarau ke musim penghujan seperti saat ini.
Apakah Ulat Jati Berbahaya?
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi, Dinas Pariwisata Gunungkidul, Supriyanta, mengungkapkan, ulat jati pada umumnya tidak berbahaya. Sebab, apabila terjadi kontak langsung, biasanya tidak akan menimbulkan rasa gatal dan iritasi.
Namun demikian, bagi sebagian orang yang memiliki kulit sensitif dianjurkan agar tetap berhati-hati dan menghindari kontak langsung dengan ulat jati, karena mereka mungkin bisa merasakan efek alergi.
"Ulat-ulat ini merupakan fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya. Namun, kontak langsung dengan ulat tertentu dapat menyebabkan iritasi kulit atau alergi bagi yang tidak kuat," kata Supriyanta, Selasa (19/11/2024) dikutip Kompas.
Efek lain yang perlu diperhatikan saat wabah ulat jati adalah bahwa liur atau lendir ulat jati apabila menempel pada pakaian sulit untuk dihilangkan. Bekas liur ulat jati juga akan sangat tampak jika menempel di pakaian berwarna terang.
Selain itu, melihat ulat jati dalam jumlah yang banyak bergelantungan dan menempel di daun jati dapat membuat sebagian orang merasa geli, tidak nyaman, bahkan mungkin ketakutan.
Terlepas dari hal itu, musim wabah ulat jati bagi warga Gunungkidul menjadi fenomena unik yang ditunggu. Banyak warga setempat yang sengaja mengumpulkan ulat jati guna diolah menjadi makanan khas Gunungkidul.
Ulat jati adalah salah satu kuliner ekstrem di Gunungkidul, biasanya dimasak dengan cara digoreng dan diberi bumbu pedas. Tidak hanya ulatnya, warga setempat juga memanfaatkan kepompong ulat jati untuk diolah menjadi lauk pendamping nasi.
Sejumlah penelitian menyebut bahwa ulat jati memang cocok digunakan sebagai bahan makanan karena memiliki kandungan nutrisi tinggi berupa protein, mineral, vitamin, lemak, dan karbohidrat.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra