tirto.id - Veronica Koman, pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) buka suara terkait status tersangkanya. Lewat akun media sosial Facebook, ia menyatakan penetapan tersangka kepadanya sebagai satu dari sekian upaya kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga Papua.
Perempuan yang akrab disapa Vero ini mengatakan, aparat telah membunuh karakternya dan telah bersikap berlebihan.
"Saya menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepada saya, pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," kata Vero lewat rilisnya, Sabtu (14/9/2019).
Vero pun mengatakan, aksi kriminalisasi terhadapnya sebagai simbol pemerintah dan aparat tidak kompeten dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua. Demi menutupi ketidakkompetenan itu, pemerintah pun harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini.
Dalam pandangan Vero, cara pemerintah dan aparat sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua.
Vero mengklarifikasi soal transaksi keuangan yang disampaikan kepolisian. Sebelumnya, kepolisian menyatakan ada transaksi keuangan yang signifikan di enam rekening tambahan Veronica. Polisi menyebut kalau ada aliran dana yang cukup besar di Surabaya dan Papua.
Pengacara HAM ini menyatakan penarikan saldo selama beraktivitas sebagai pengacara dan peneliti dalam jumlah normal. Ia membenarkan pernah menarik uang di Papua, tetapi dalam jumlah wajar. Sementara penarikan uang di Surabaya, ia menyatakan tidak mengingatnya, tapi ia mengaku pernah berkunjung ke Surabaya ketika pendampingan aksi 1 Desember 2018.
Vero memandang polisi Indonesia tidak punya wewenang untuk memeriksa rekeningnya.
"Saya menganggap pemeriksaan rekening pribadi saya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan ke saya sehingga ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang kepolisian, apalagi kemudian menyampaikannya ke media massa dengan narasi yang teramat berlebihan," kata Vero.
Vero mengklarifikasi terkait tentang hubungannya dengan lembaga institusi beasiswa LPDP. Vero mengatakan, dirinya sudah menyelesaikan masalah studi per 3 Juni 2019 ketika universitas tempat studi mengirimkan seluruh laporan studi kepada LPDP.
Vero justru menyebut kalau Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia mengganggu studinya usai ia bersuara tentang pelanggaran HAM Papua di acara yang diselenggarakan oleh Amnesty International Australia serta gereja-gereja Australia. Kata dia, pemerintah justru memotret dan merekam untuk mengintimidasinya.
Vero menilai aksi pemerintah sebagai upaya propaganda negatif daripada upaya penyelesaian masalah HAM. Menurut Vero, pemerintah telah berusaha menutupi fakta dengan mengkriminalisasi penyampai aspirasi pelanggaran HAM Papua.
"Secara terang benderang, kita melihat metode ‘shoot the messenger’ sedang dilakukan aparat untuk kasus ini. Ketika tidak mampu dan tidak mau mengusut pelanggaran/kejahatan HAM yang ada, maka seranglah saja si penyampai pesan itu," kata Vero.
"Papua adalah salah satu wilayah yang paling ditutup di dunia ini. Dan kembali saya tegaskan, kriminalisasi terhadap saya adalah rangkaian dari upaya negara untuk terus membungkam informasi yang keluar dari Papua," kata Vero.
Pihak kepolisian pun mengklarifikasi pernyataan Vero. Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan menerangkan pengusutan rekening Vero memang tidak berkaitan dengan kasus makar.
Menurut Luki, polisi masih menyangka Vero dengan pasal makar, tetapi mereka mencari dugaan lain lewat penelusuran rekening.
"Tidak ada kaitan dengan makar. Untuk penelusuran dana sedang didalami peruntukannya," kata Luki saat dikonfirmasi reporter Tirto, Sabtu (14/9/2019).
Polda Jawa Timur menjerat Veronica Koman dengan pasal berlapis: UU ITE, KUHP pasal 160 KUHP, UU Nomor 1 Tahun 1946, dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz