Menuju konten utama

Vaksin AstraZeneca dari Mana & Kenapa Efek Sampingnya Dipersoalkan?

Vaksin AstraZeneca dikhawatirkan memicu efek samping serius sehingga sejumlah negara menunda penggunaannya. 

Vaksin AstraZeneca dari Mana & Kenapa Efek Sampingnya Dipersoalkan?
Gedung AstraZeneca di Inggris, produsen vaksin COVID-19 AstraZeneca. foto/istockphoto

tirto.id - Sejumlah negara menangguhkan sementara izin penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca setelah muncul kekhawatiran ada efek samping serius. Mayoritas yang memutuskan hal itu adalah negara-negara Eropa.

Negara pertama yang menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca ialah Austria. Pada 7 Maret 2021, Austria memutuskan menyetop penggunaan salah satu batch vaksin AstraZeneca.

Otoritas Kesehatan Austria mengambil keputusan itu usai menerima laporan kematian perempuan usia 49 tahun akibat gangguan koagulasi (pembekuan darah) yang parah. Selain itu, kasus emboli paru yang membuat seorang perempuan usia 35 tahun yang harus dirawat di RS.

Kasus itu terjadi setelah keduanya menerima suntikan salah satu batch vaksin AstraZeneca (ABV 5300). Meskipun belum ada bukti pemicunya vaksin, Austria memilih menyetop penggunaan batch vaksin yang diduga berkaitan dengan kejadian tersebut.

Langkah serupa kemudian diputuskan oleh Denmark, Norwegia, dan Islandia pada 11 Maret 2021 lalu. Denmark menghentikan vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca selama 14 hari. Keputusan itu buntut dari kematian wanita 60 tahun penerima vaksin AstraZeneca, akibat pembekuan darah.

Kemudian, Norwegia pun menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca usai menerima laporan kemungkinan adanya efek samping serius, termasuk pembekuan darah, dan trombosit rendah.

Seperti efek berantai, belasan negara dari Eropa maupun benua lainnya, memutuskan hal serupa. Negara-negara benua biru berharap segera keluar hasil final investigasi dari Badan Obat-obatan Eropa (European Medicines Agency/EMA).

Terbaru, pada 16 Maret 2021, Swedia ikut menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca. Sehari sebelumnya, Badan Produk Medis Swedia mengumumkan telah menemukan 10 kasus pembekuan darah serta satu kasus trombosit rendah di antara penerima Vaksin AstraZeneca.

Kemenkes RI pun turut menunda penggunaan vaksin AstraZeneca di Indonesia sembari menunggu rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Mengutip Al-Jazeera, berikut daftar negara yang menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca, berdasar update per Selasa, 16 Maret 2021:

  • Swedia
  • Latvia
  • Prancis
  • Jerman
  • Italia
  • Spanyol
  • Luksemburg
  • Siprus
  • Portugal
  • Slovenia
  • Belanda
  • Irlandia
  • Bulgaria
  • Rumania
  • Islandia
  • Denmark
  • Norwegia
  • Austria
  • Kongo
  • Indonesia
  • Thailand (penangguhan dicabut pada 16 Maret 2021).

Update Investigasi Kasus Vaksin AstraZeneca

WHO dan European Medicines Agency (EMA) sebenarnya menyarankan vaksinasi terus dijalankan saat proses investigasi sedang berlangsung. EMA menyampaikan pesan itu di beberapa pernyataan resminya sepekan terakhir.

Sementara melalui siaran resminya pada Selasa, 16 Maret 2021, badan pengawas obat Uni Eropa itu mengumumkan, Komite Keamanan EMA (PRAC) membuat kemajuan lebih lanjut dalam evaluasi mendetail terhadap kasus pembekuan darah pada sejumlah penerima Vaksin AstraZeneca.

Evaluasi dilakukan terhadap data semua kasus tromboemboli yang terjadi setelah vaksinasi. EMA memastikan analisis cepat serta menyeluruh terhadap data-data dan keadaan klinis seputar kasus-kasus itu terus berlanjut, untuk memastikan apakah pemicunya vaksin AstraZeneca atau bukan.

"PRAC akan membuat kesimpulan berdasar informasi yang tersedia saat pertemuan pada 18 Maret 2021, dan mengeluarkan rekomendasi yang diperlukan untuk tindakan lebih lanjut," tulis EMA.

Mengulangi pesan sebelumnya, EMA menyatakan, meski investigasi masih berlangsung, manfaat vaksin AstraZeneca masih lebih besar daripada risiko efek sampingnya.

Sedangkan WHO, melalui siaran resmi pada hari yang sama (16/3/2021), menyatakan juga sedang menggelar investigasi bersama EMA untuk menyelidiki kasus vaksin AstraZeneca.

Komite Penasihat Global WHO untuk Keamanan Vaksin (GACVS) sudah menggelar pertemuan pada Selasa kemarin, untuk meninjau laporan kasus pembekuan darah langka pada sejumlah penerima vaksin AstraZeneca.

"Setelah peninjauan data selesai, kami segera memberi tahu publik hasilnya," kata WHO.

Menanggapi keraguan atas keamanan vaksinnya, AstraZeneca merilis pernyataan pada akhir pekan kemarin.

"Evaluasi pada data keamanan 17 juta orang yang divaksinasi dengan Vaksin AstraZeneca di Uni Eropa dan Inggris tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko emboli paru, trombosis vena dalam (DVT) atau trombositopenia, di kelompok usia, jenis kelamin, maupun negara tertentu," demikian pernyataan AstraZeneca pada 14 Maret 2021.

Perusahaan itu mengakui, hingga 8 Maret 2021, memang ditemukan 15 kasus DVT (pembekuan darah di vena dalam) dan 22 kejadian emboli paru pada penerima vaksin AstraZeneca di Inggris dan Uni Eropa. Namun, kasus-kasus itu tidak dianggap berkaitan dengan efek vaksin.

"Sekitar 17 juta orang UE dan Inggris telah menerima vaksin kami, dan jumlah kasus pembekuan darah yang dilaporkan dalam kelompok ini lebih rendah daripada ratusan kasus yang diperkirakan di antara populasi umum," kata Kepala Petugas Medis AstraZeneca, Ann Taylor.

Profil Vaksin AstraZeneca dan Lokasi Produksinya

Pengembangan vaksin AstraZeneca telah dimulai sejak awal pandemi 2020 lalu. Universitas Oxford bekerja sama dengan perusahaan Inggris-Swedia, AstraZeneca, mengembangkan vaksin Covid-19 bernama resmi AZD1222. Pengembangan itu ditangani Vaccitech, anak perusahaan AstraZeneca.

Pegembangan vaksin AstraZeneca menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (ChAdOx 1). Singkatnya, ia dikembangkan dari virus flu simpanse (adenovirus) yang dapat menyampaikan instruksi ke sel tubuh manusia agar melawan virus penyebab Covid-19.

Mengutip keterangan WHO, vaksin AstraZeneca yang diberikan 2 dosis dengan interval 8-12 pekan memiliki tingkat efikasi (kemanjuran) 63,09 persen untuk menangkal infeksi Covid-19.

Adapun berdasar laporan The New York Time, efikasi vaksin AstraZeneca, yang diberikan dua dosis dengan interval 12 pekan, bisa mencapai 82,4 persen. Kesimpulan itu berdasar analisis data yang dirilis oleh AstraZeneca pada awal Februari 2021.

Vaksin AstraZeneca juga telah disetujui oleh WHO untuk masuk dalam Emergency Use Listing. Ia termasuk vaksin kedua yang masuk daftar EUL WHO setelah vaksin Pfizer.

Pada 15 Februari 2021, WHO memasukkan dua varian vaksin AstraZeneca, yakni yang diproduksi AstraZeneca-SK Bioscience (Korea Selatan) dan Serum Institute of India, dalam daftar penggunaan darurat (EUL).

Kedua versi tersebut sekaligus diizinkan untuk didistribusikan melalui fasilitas COVAX, sebuah kerja sama multilateral untuk memastikan semua orang di dunia bisa menerima vaksin Covid-19

Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca sudah dikirim ke Indonesia pada 8 Maret 2021, berkat fasilitas COVAX. Kiriman itu bagian dari 11,7 juta dosis vaksin gratis jatah RI di semester I 2021.

Berdasarkan info dari WHO, sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca yang dikirim ke Indonesia pada 8 Maret lalu diproduksi di Korea dan dikirim lewat pusat AstraZeneca di Amsterdam, Belanda.

Sementara dalam rilis BPOM, dijelaskan bahwa sebelum izin penggunaan darurat diterbitkan buat vaksin AstraZeneca, ada 2 pihak yang mendaftarkannya ke Badan POM.

Pertama, untuk jalur bilateral didaftarkan PT AstraZeneca Indonesia. Kedua, yang jalur multilateral (COVAX) didaftarkan oleh PT. Bio Farma.

Vaksin AstraZeneca yang didaftarkan dari jalur bilateral oleh PT. Astra Zeneca Indonesia diproduksi oleh AstraZeneca Eropa dan Siam Bio Science Thailand.

Adapun vaksin AstraZeneca yang dikirim ke Indonesia lewat COVAX, menurut BPOM, diproduksi SK Bioscience (Korea).

Maka itu, di depan anggota DPR pada Senin (15/3/2021), Kepala BPOM RI Penny Lukito menyebut, batch vaksin AstraZeneca yang dipersoalkan di Eropa beda dengan yang dikirim ke Indonesia.

Sedangkan merujuk laporan DW awal Februari lalu, untuk memenuhi pasokan vaksin di seluruh Uni Eropa yang sempat tersendat, AstraZeneca bermitra dengan beberapa mitranya di benua biru.

Vaksin atau bahannya dibuat dengan fasilitas produksi di Belanda dan Belgia. Kemudian, pengisian vaksin ke vial dan pengemasan melibatkan IDT Biologika (Jerman) serta Catalent (Italia). Aktivitas serupa melibatkan pula Insud Pharma, perusahaan farmasi di Spanyol.

Kerja sama dalam produksi vaksin juga dilakukan dengan perusahaan farmasi Rusia R-Pharm, dan perusahaan China, Wuxi Biologics yang dikabarkan memakai fasilitas di Jerman.

Baca juga artikel terkait VAKSIN ASTRAZENECA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH