tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan Komnas Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (PP-KIPI) telah melakukan kajian terhadap keamanan vaksin COVID-19 AstraZeneca terkait trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS). Hasilnya menunjukan bahwa manfaat vaksin tersebut lebih besar daripada risiko efek samping yang ditimbulkan.
“Manfaat pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca lebih besar daripada risiko efek samping yang ditimbulkan. Hingga April 2024, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca,” terang BPOM dalam Penjelasan Publik yang dapat disimak melalui situs resminya, Minggu (5/5/2024).
Sebelumnya, publik dibuat khawatir oleh laporan investigasi yang diterbitkan oleh media InggrisThe Telegraph. Laporan tersebut mengungkap pengakuan raksasa farmasi AstraZeneca bahwa vaksin COVID-19 yang ia kembangkan bersama Universitas Oxford dapat menimbulkan efek samping berupa TTS.
Pengakuan tersebut tersua dalam dokumen pengadilan kasus hukum antara AstraZeneca melawan gugatan warga (class action). Vaksin COVID-19 AstraZeneca dituding memiliki efek samping yang berat dan menjadi biang dari puluhan kasus kematian dan cedera serius yang dialami penggugat.
AstraZeneca sempat menepis tudingan para penggugat pada 2023. Namun, pada Februari 2024, lewat sebuah dokumen pengadilan tinggi di London, perusahaan farmasi itu mengakui bahwa vaksin produksinya dapat menimbulkan TTS, meski dalam kasus yang langka.
Menindaklanjuti kabar yang meresahkan tersebut, BPOM menyebut telahmelakukan pemantauan keamanan vaksin COVID-19 AstraZeneca terkait TTS atau pembekuan darah.
“Pemantauan ini termasuk pelaksanaan surveilans aktif terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) pada program vaksinasi COVID-19selama periode Maret 2021–Juli 2022 pada 14 rumah sakit sentinel (lokasi pelaksanaan surveilan aktif) di 7 provinsi di Indonesia,” terang BPOM.
Mengutip dari siaran persnya, BPOM telah melakukan pemantauan melaluipost authorization safety study (PASS). Pelaksanaan PASS tersebut wajib dilakukan oleh industri farmasi pemegang emergency use authorization(EUA). Laporan hasil PASS kemudian wajib disampaikan kepada BPOM.
“Hasil kajian WHO menunjukkan bahwa kejadian TTS yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca dikategorikan sebagai sangat jarang/very rare(kurang dari 1 kasus dalam 10.000 kejadian),” terang BPOM dalam siaran persnya.
Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Selain itu, BPOM juga melakukan pemantauan terhadap keamanan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Itu dilaksanakan dalam bentuk surveilans rutin selama penggunaan vaksin ini dalam program imunisasi. Saat ini, vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak digunakan lagi dalam program vaksinasi.
BPOM, Kementerian Kesehatan, dan KOMNAS PP-KIPI akan terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap isu kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
BPOM juga mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan efek samping yang timbul setelah penggunaan vaksin dalam program imunisasi kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari pemantauan farmakovigilans.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi