Menuju konten utama

Usulan TNI Boleh Berbisnis Berpotensi Gerus Profesionalisme

Di sisi lain, bila identitas mereka sebagai simbol prajurit TNI digunakan untuk memuluskan, melancarkan kegiatan bisnis, akan berpotensi abuse of power.

Usulan TNI Boleh Berbisnis Berpotensi Gerus Profesionalisme
Prajurit TNI AD mengikuti apel gelar pasukan dalam rangka kesiapan pengamanan KTT World Water Forum ke-10 di kawasan Renon, Denpasar, Bali, Senin (13/5/2024). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.

tirto.id - Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksda Kresno Buntoro, mengatakan pihaknya mengusulkan agar prajurit TNI terlibat dalam kegiatan bisnis. Padahal, dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang berlaku saat ini, utamanya Pasal 39 huruf c, prajurit aktif tak boleh terlibat dalam bisnis.

Usulan itu seiring revisi UU TNI yang saat ini telah disetujui DPR RI menjadi RUU usul inisiatif dewan.

"Kemudian yang kita sarankan Pasal 39. Ini mungkin kontroversial, tapi Bapak/Ibu, istri saya punya warung di rumah. Kalau ini diterapkan, maka saya kena hukuman,” kata Kresno dalam acara “Dengar Pendapat Publik RUU TNI/Polri” di Hotel Borobudur, Kamis pekan lalu, dikutip Tirto dari Youtube Kemenkopolhukam, Senin (15/7/2024).

Kresno berkata istrinya di rumah memiliki usaha warung, secara tidak langsung dirinya terlibat dalam kegiatan bisnis, sebab Kresno ikut membantu sang istri mengantar barang belanjaan.

"Prajurit TNI terlibat dalam kegiatan bisnis. Saya pasti mau enggak mau terlibat. Wong, aku ngantar belanja dan sebagainya. Apakah kemudian ini eksis. Sekarang kalau diperiksa, saya bisa kena," ucap Kresno.

Atas dasar itu, lembaganya menyarankan agar Pasal 39 huruf c dihapus dalam revisi UU TNI yang sedang bergulir di DPR RI itu.

"Oleh karena itu kami sarankan ini dibuang, mestinya yang dilarang institusi TNI berbisnis," tutur Kresno.

Gerus Profesionalisme

Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, menilai bila prajurit TNI terlibat dalam bisnis, maka akan mengganggu profesionalitas mereka sebagai anggota.

"Keterlibatan mereka di luar bidang sektor pertahanan, salah satunya bisnis, dikhawatirkan berdampak pada tergerusnya profesional mereka," kata Gufron saat dihubungi Tirto, Senin sore.

Di sisi lain, bila identitas mereka sebagai simbol prajurit TNI digunakan untuk memuluskan, melancarkan kegiatan bisnis, akan berpotensi abuse of power.

"Apalagi kalau misalnya bisnis tersebut ilegal bisnis, atau bisnis-bisnis yang ada konflik dengan masyarakat," tuturnya.

Gufron sebut salah satu ciri TNI yang profesional adalah tidak berpolitik dan berbisnis. Bila itu terjadi, akan mengembalikan yang dulu sudah dihapuskan di awal Reformasi 1998.

Ia mengatakan, salah satu tuntutan kepada TNI saat awal masa reformasi ialah tidak boleh lagi dalam kegiatan politik, bisnis, serta keamanan di ranah sipil.

"Mereka harus fokus pada tupoksinya sebagai alat pertahanan negara. Apa itu alat pertahanan negara, tugas mereka yang utama adalah untuk menjaga pertahanan negara dari ancaman eksternal militer lain," tutup Gufron.

Dihubungi secara terpisah, Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengatakan pihaknya belum bisa merespons lebih jauh ihwal usulan Mabes TNI itu. Sebab, menurutnya, revisi UU TNI saat ini masih dalam pembahasan.

Di sisi lain, Komisi I DPR RI masih menunggu penjelasan DIM (Dewan Investaris Masalah) ihwal UU yang sudah disahkan menjadi RUU inisiatif dewan.

"Jadi, nanti baru bisa dilihat dampaknya nanti setelah penjelasan DIM. Kalau sekarang ini belum bisa menyikapi terlalu jauh, karena masih pembahasan," kata Dave saat dihubungi Tirto, Senin sore.

Ia mengatakan saat ini Komisi I DPR RI masih menunggu apakah RUU itu dibahas di Badan Legislasi atau Komisi.

"Kalau misalnya dihapus, penggantinya seperti apa," tutup Dave.

Baca juga artikel terkait RUU TNI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi