tirto.id - Anjloknya sejumlah saham farmasi usai vaksinasi perdana Rabu (13/1/2021) terus berlanjut. Tiga hari berturut-turut, ada setidaknya 5 saham farmasi terus-menerus melemah hingga 7 persen alias batas ARB.
Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan penurunan ini terjadi imbas aksi profit taking.
“Kemarin saham farmasi naik karena ekspektasi dan isu vaksin. Sesudah vaksinnya dilakukan tentu mereka mulai ada koreksi di pasar. Ini sebenarnya aksi yang normal. Sesudah vaksin dilakukan ya tentu mereka mulai ambil untung,” ucap Hans kepada Tirto saat dihubungi, Jumat (15/1/2021).
Menurut peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI), suatu saham akan mengalami Auto Reject Bawah (ARB) ketika penurunannya sudah mendekati 7 persen. Aturan ini tergolong baru lantaran sebelum 2020, ARB berlaku untuk penurunan di kisaran 10 persen.
Pada 13 Januari 2020, setidaknya ada 7 saham emiten farmasi yang mengalami ARB. Mereka adalah Indofarma (INAF) turun 6,4%, Kimia Farma (KAEF) turun 6,4%, Kalbe Farma (KLBF) 6,8%, Phapros (PEHA) turun 6,8%, Pyridam Farma (PYFA) turun 6,7%, Tempo Scan Pacific (TSPC) turun 6,8%, dan Itama Ranoraya (IRRA) turun 6,7%.
ARB ini berlanjut pada 14 Januari 2020. Saham KAEF dan INAF turun 6,9%, PEHA turun 6,9%, dan PYFA turun 6,8%. TSPC turun 6,8% dan IRRA turun 6,9%. Untungnya, KLBF sudah kembali pulih atau rebound dengan kenaikan 1,9% pada penutupan 14 Januari 2020.
Tidak berhenti di situ, ARB saham farmasi masih terasa hingga 15 Januari 2020 per perdagangan 10.33 WIB. KAEF dan INAF kompak turun 6,6%. PEHA turun 6,9% dan PYFA turun 6,6%. Pada sesi ini, TSPC sudah mengalami rebound dengan kenaikan 2,2%.
Hans mengatakan fenomena ini memang kerap terjadi. Saat beredar berita maupun isu, saham cenderung mudah naik. Namun, saat isu menjadi kenyataan, pelaku pasar malah merespons dengan aksi ambil untung.
Di luar itu, ia menduga ada faktor lain seperti efektivitas vaksin yang ternyata di bawah ekspektasi. Misalnya, vaksin Sinovac hanya memiliki efikasi 65 persen sementara di Brasil yang belakangan diketahui merosot ke 50 persen dari sebelumnya 75 persen.
Ketika ditanya mengapa penurunan terbesar dialami oleh saham BUMN seperti KAEF dan INAF, Hans menjelaskan kedua emiten sudah mengalami kenaikan paling besar karena vaksin hanya dipercayakan pada perusahaan pelat merah. INAF naik 83 persen dari 4.000 (4 Januari 2021) ke posisi tertinggi di 7.350 dan KAEF sudah naik 74 persen dari 4.300 (4 Januari 2021) ke posisi tertinggi 7.500.
Hans memperkirakan separah-parahnya ARB masih bisa terjadi sekali pekan depan. Namun, setelahnya penurunan sudah relatif berkurang. Pada KAEF dan INAF, keduanya diperkirakan akan berhenti di kisaran 5.000.
“Minggu depan kami pikir sudah gak ya. Sudah tidak profit taking lagi,” ucap Hans.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri