Menuju konten utama

Usai Memvonis Novanto, Hakim Yanto Jadi Pengadil Kasus BLBI

Hakim Yanto kembali ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara BLBI. Sebelumnya, ia menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara e-KTP

Usai Memvonis Novanto, Hakim Yanto Jadi Pengadil Kasus BLBI
Dr. YANTO, S.H., M.H. FOTO/pn-jakartapusat.go.id

tirto.id - Pengadilan Tipikor menunjuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Yanto sebagai Ketua Majelis Hakim dalam pengadilan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Sudah ditetapkan majelisnya adalah Dr. Yanto selaku Ketua Majelis," kata Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Sunarso saat dihubungi Tirto, Jumat (4/5/2018).

Sebelum ditunjuk mengadili perkara Syafrudin Arsyad, hakim Yanto pernah mengadili perkara Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Ia menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada mantan Ketua DPR itu. Novanto juga dikenakan uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp5 miliar. Selain itu, hak politik Novanto dicabut selama 5 tahun setelah lepas dari status narapidana.

Selain menunjuk Yanto, pengadilan Tipikor menunjuk empat hakim anggota antara lain, Diah Siti Basariah, Sunarso, Anwar, dan Ugo. Diah adalah Ketua Majelis perkara kasus korupsi Gubernur Sultra non-aktif Nur Alam. Diah memvonis Nur Alam 12 tahun penjara. Sedangkan hakim Anwar adalah hakim senior. Ia ikut mengadili kasus korupsi e-KTP.

Sunarso menerangkan, sebagai panitera ditunjuk Zuherna dan Agus Wawan.

Jadwal sidang pertama Syafruddin Arsyad digelar pada Senin, 14 Mei 2018 mulai pukul 09.00 WIB.

Dalam kasus BLBI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor sejak Kamis (3/5). Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK menyampaikan, sebelum pelimpahan ini, KPK telah memeriksa 83 saksi dan 3 ahli untuk melengkapi berkas tersebut.

Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka korupsi BLBI pada 25 April 2017. Ketua BPPN periode 2002 – 2004 diduga telah melakukan korupsi terkait pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun.

KPK pun menyangkakan Syafruddin melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH