tirto.id - Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Ngabila Salama mengungkapkan bahwa sampai Selasa (18/10/2022) pagi terdapat 49 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak sejak bulan Januari 2022.
“Bagaimana kondisinya di Jakarta? Nah, di Jakarta itu saat ini sudah ada 49 kasus per pagi ini (18 Oktober 2022), tapi itu akumulasi ya dari Januari 2022,” ucap dia dalam IG live @dinkesdki bertajuk “Gagal Ginjal Akut Misterius pada Anak. Bagaimana Kondisinya di DKI Jakarta? Apa yang Harus Diwaspadai?” pada Selasa (18/10/2022).
Dari 49 kasus yang ditemukan di fasilitas kesehatan DKI Jakarta, hanya 22 kasus yang berdomisili di Jakarta.
Berdasarkan wilayah domisilinya, ujar Ngabila, dari 49 kasus ini, 22 kasus ada di Provinsi DKI Jakarta, delapan di Provinsi Banten, 14 di Provinsi Jawa Barat (Jabar), serta lima di luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Adapun dari 49 kasus tersebut, 25 anak meninggal dunia akibat gangguan ginjal akut misterius ini, 12 anak masih dalam perawatan, dan 12 anak sudah sembuh.
“Data per 18 Oktober 2022 DKI Jakarta ditemukan pada anak: total 49 kasus. Status akhir 25 meninggal, 12 perawatan, 12 sembuh,” beber dia.
Lanjut Ngabila, dari 49 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak yang ditemukan di faskes DKI Jakarta itu, terdapat 33 anak laki-laki (67 persen) dan 16 anak perempuan (33 persen). Di mana 36 anak itu merupakan anak usia 0-5 tahun atau balita (75 persen) dan 13 lainnya usia di atas lima tahun atau non balita (25 persen).
“36 balita dan sisanya usia 5-18 tahun,” jelas dia.
Ngabila menuturkan bahwa pada Januari 2022 itu mulai ditemukan dua kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak dalam sebulan, tetapi lonjakan kasusnya berada pada Agustus 2022 dengan sekitar 10 kasus.
“[Rata-rata tiap bulan] enggak sampai 10 [kasus]. Nah di situlah karena ada kenaikan kasus lebih dari dua kali, tentunya kita harus melihat lebih lanjut lagi, menelusuri apakah ini memang ada hubungannya dengan long COVID pada anak, MIS-C (multisystem inflammatory syndrome in children), atau infeksi bakteri virus lain,” ujar dia.
Kemudian Ngabila menyebut bahwa dari 49 kasus yang ditemukan tersebut, sekitar 40 persen gejala awalnya adalah saluran pencernaan, seperti nyeri perut, mual, muntah, dan diare atau menceret. Namun ada juga yang mengeluhkan batuk, pilek, dan demam.
“Artinya kita harus waspada dan hati-hati kalau memang sudah ada gejala awal gangguan ginjal ini. Seperti misalnya dia kencingnya berkurang, kalau ayah/bunda sudah tahu frekuensi pipis anaknya atau biasanya pakai diapers (popok), nah itu juga bisa dilihat atau mungkin nanti urinenya lebih sedikit dan juga lebih pekat, dan bahkan enggak kencing sama sekali,” kata dia.
Menurut Ngabila, jika sudah ada bengkak badan dan penurunan kesadaran itu sudah terlambat. Dia pun mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinkes Provinsi DKI Jakarta terus melakukan koordinasi dan sedang membuat pedoman (guideline) yang mudah dipahami.
“Dari Kemenkes sebenarnya sudah mengeluarkan juga pertengahan bulan Oktober kemarin keputusan Dirjen Yankes (Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes) tentang alur tata laksana dan diagnosis. Artinya jika ditemukan kasus seperti ini harus kontrol ya ketika ada demam, batuk, pilek,” tambah dia.
Ngabila mengimbau agar para orang tua dapat membawa anaknya ke klinik atau ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) terdekat jika menemukan gejala dari gangguan ginjal akut misterius. Jika kondisinya belum membaik dalam 2-3 hari, disarankan untuk datang kembali untuk dilakukan pemeriksaan darah seperti hepatitis akut misterius.
“Kita periksakan fungsi darah lengkap untuk melihat apakah ini infeksi virus, bakteri, apakah ada ke arah demam berdarah, apakah ada ke tipes, harus singkirkan juga, apakah COVID-19, itu yang paling gampang kita singkirkan,” kata dia.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri