tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan memenangkan kasasi di Mahkamah Agung terkait rencana penambangan PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Dengan putusan ini, izin yang dipegang perusahaan itu tak lagi berlaku.
Namun Direktur Walhi Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono tak mau berpuas diri. Menurutnya ini baru kemenangan kecil sebab di Meratus masih tersebar berbagai izin pertambangan mulai dari emas dan bijih besi, yang dipegang perusahaan lain.
Selain itu ada pula perkara masyarakat adat yang sampai saat ini belum diakui wilayahnya oleh pemerintah pusat.
"Gerakan dan perjuangan Save Meratus bukan hanya terkait izin ini, tapi juga masyarakat adat diakui wilayahnya," kata dia di kantor pusat Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).
Masalah ini berawal kala Kementerian ESDM mengeluarkan SK 441.K/30/DJB/2017 tentang Operasi Produksi untuk PT MCM pada 4 Desember 2017. Penolakan warga muncul setelahnya.
Warga khawatir keberadaan tambang akan merusak Pegunungan Meratus yang merupakan hulu sekaligus sumber air masyarakat Hulu Sungai Tengah.
Gerakan ini makin membesar, juga di media sosial melalui tagar #SaveMeratus.
Pada 28 Februari 2018, Walhi memperkarakan SK itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Kementerian ESDM sebagai tergugat dan PT MCM sebagai tergugat intervensi. Dalam putusan pada 22 Oktober 2018, majelis menyatakan gugatan itu Niet Ontvankelijke Velkraad (NO) alias tidak ditindaklanjuti karena gugatan mengandung cacat formil.
Walhi lantas banding ke PTTUN DKI Jakarta pada 14 November 2018, tapi pengadilan ini pun memberi putusan serupa.
Tak menyerah, Walhi mengajukan kasasi ke MA pada 19 April 2019 dan pada 15 Oktober 2019 gugatan itu dinyatakan dikabulkan.
"Mari tetap kita kawal sebab perjuangan masih panjang. Terus melawan, Meratus bisa kita selamatkan," ujar pria yang akrab disapa Cak Kis ini.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino