Menuju konten utama

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Secara Fisik & Diplomasi

Upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan melalui perjuangan fisik dan diplomasi. Simak beberapa contoh perjuangannya di bawah ini.

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Secara Fisik & Diplomasi
Salah satu contoh perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan: Pertempuran Surabaya. [Foto/Dok Perpustakaan Nasional RI]

tirto.id - Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak berhenti pada 17 Agustus 1945 saat Soekarno-Hatta mendeklarasikan proklamasi Indonesia. Tantangan dan hambatan usai kemerdekaan Indonesia tetap ada sehingga harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia dengan beragam cara perjuangan.

Bangsa Indonesia menempuh dua cara dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu perjuangan fisik dan diplomasi.

Perjuangan diplomasi adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui perundingan atau menggunakan jalur damai. Sementara itu, perjuangan fisik adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui pertempuran atau menggunakan jalur kekerasan atau bersenjata.

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan secara Fisik

Bangsa Indonesia dihadapkan pada beberapa keadaan yang mengharuskan untuk berjuang secara fisik. Ada beberapa perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia:

1. Pertempuran di Surabaya (10 November 1945)

Perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan yang pertama adalah Pertempuran Surabaya. Perang tersebut terjadi tak lebih dari dua bulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Mereka menyerbu dan menduduki gedung-gedung pemerintah serta menyebar selebaran yang memerintahkan kepada semua orang Indonesia untuk menyerahkan senjata. Apabila imbauan tersebut dilanggar, maka rakyat Indonesia akan dihukum mati.

Rakyat Surabaya menolak imbauan Sekutu dan melakukan perlawanan. Perlawanan baku tembak terjadi pada 31 Oktober 1945 yang mengakibatkan Brigjen Mallaby tewas di Bank Internatio (Jembatan Merah). Penggantinya Mayjen Mansergh, mengeluarkan ultimatum:

"Bahwa siapa yang membunuh Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya pada 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan sekutu akan menyerang Kota Surabaya."

Rakyat Surabaya tidak mengindahkan ultimatum tersebut. Rakyat Surabaya di bawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo melakukan perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

2. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)

Upaya mempertahankan kemerdekaan juga pernah ditempuh oleh rakyat Indonesia melalui Pertempuran Medan Area. Pertempuran ini terjadi karena sekutu di bawah pimpinan Brigjen. TED Kelly dan pimpinan NICA, yaitu Raymond Westerling melakukan berbagai tindakan yang membuat marah rakyat, di antaranya:

  • Membebaskan tawanan Belanda dan mempersenjatai KNIL (10 Oktober 1945);
  • Melarang rakyat membawa senjata (18 Oktober 1945);
  • Menduduki tempat penting dan menyerang Medan (10 Desember 1945).
Rakyat Medan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh sekutu. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya peristiwa Medan Area.

3. Pertempuran Ambarawa (15 Desember 1945)

Pertempuran Ambarawa disebabkan oleh sekutu yang dipimpin Brigjen Bethel yang dibonceng NICA dengan sepihak membebaskan tawanan Sekutu yang ada di Magelang dan Ambarawa. Tindakan sekutu ini dianggap telah melanggar kedaulatan RI.

Setelah TKR mengadakan konsolidasi, Divisi V Kolonel Sudirman memperkuat wilayah Ambarawa dengan taktik Supit Urang, yaitu dengan menyerang dari berbagai arah. Terjadilah pertempuran yang dahsyat pada 15 Desember 1945.

Dalam pertempuran ini, TKR dibantu kesatuan-kesatuan dari daerah lain, yaitu dari Surakarta dan Salatiga. Pertempuran Ambarawa dimenangkan pihak TKR. Namun dalam pertempuran tersebut, Kolonel Isdiman gugur dan diperingati sebagai Hari Infanteri.

4. Peristiwa Bandung Lautan Api (24 Maret 1946)

Peristiwa Bandung Lautan Api menjadi salah satu bukti perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan rakyat. Sesuai namanya, peristiwa itu terjadi di Bandung pada 24 Maret 1946.

Pertempuran berkecamuk di berbagai wilayah, termasuk kawasan Asia Afrika dan Braga. Namun, kekuatan pasukan rakyat tidak segagah armada Belanda, Inggris, dan India.

Rakyat Bandung kemudian memutuskan untuk membumi-hanguskan seisi kota agar Sekutu tidak menjadikan wilayah tersebut sebagai markas. Terlebih, daerah tersebut merupakan salah satu kunci pada masa tersebut.

5. Perjuangan melawan Pemberontakan PKI Madiun 1948

Upaya mempertahankan kemerdekaan dilakukan oleh militer Indonesia saat terjadi Pemberontakan PKI Madiun pada 1948. Puncaknya terjadi pada 18 September 1948.

Kejadian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor latar belakang, antara lain:

  • Terbentuknya Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin.
  • Kedatangan Musso dari Uni Soviet yang membawa paham komunis.
  • Kerja sama antara Musso dan Amir Syarifuddin untuk membentuk negara komunis.

Perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia kala itu dilakukan oleh militer. Tentara membentuk Operasi Militer di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Letkol Gatot Subroto. Di Jawa Timur, Letkol Sungkono menjadi pemimpin. Sementara itu, Divisi 3 Siliwangi di Jawa Barat dipimpin oleh Jenderal Ahmad Yani.

Sejarah pemberontakan PKI Madiun mencerminkan ketegangan politik dan perjuangan ideologi yang melibatkan kekuatan militer dan pemerintah untuk mengatasi ancaman terhadap stabilitas negara.

Perjuangan Diplomasi dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Selain perjuangan fisik, masyarakat Indonesia melakukan perjuangan diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan. Berikut beberapa upaya mempertahankan kemerdekaan dengan perjuangan diplomasi:

1. Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati pada 10 November 1946 bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Pihak Indonesia dipimpin oleh dr. Sudarsono, Jenderal Sudirman, dan Jenderal Oerip Soemohardjo.

Inggris mengirim Lord Killearn sebagai penengah setelah komisi gencatan senjata terbentuk. Pihak Belanda diwakili oleh Prof. S. Schermerhorn dan Dr. Hj. Van Mook.

Setelah naskah perjanjian ditandatangani, muncul pro dan kontra di masyarakat mengenai hasil perundingan tersebut. Pada 25 Maret 1947 pihak Indonesia menyetujui perjanjian Linggarjati. Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal.

2. Perundingan Renville

Perjuangan diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan yang kedua adalah melalui Perundingan Renville. Berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda No. 51 tanggal 15 Desember 1947, wakil-wakil pemerintah Belanda yang hadir dalam perundingan Renville dengan penuh kehati-hatian menghindari kata “delegasi”.

Hal tersebut untuk menjelaskan bahwa persoalan Indonesia adalah masalah dalam negeri. Oleh karena itu, Keputusan Kerajaan Belanda menyebut penunjukkan suatu komisi untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan sesuai Resolusi DK PBB tanggal 25 Agustus 1947.

Hasil dari perundingan Renville, yakni:

  1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.

  2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.

  3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.

3. Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem Royen berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang masing-masing menyetujui pernyataan pihak lainnya. Isi pernyataan ini ditandatangani pada 7 Mei 1949 oleh ketua perwakilan kedua negara, yaitu Mr. Moh. Roem dan Dr. Van Roiyen, oleh karena itu terkenal dengan sebutan Roem Royen Statements.

Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, yang tidak bersyarat. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta akan berusaha mendesak supaya politik demikian diterima oleh pemerintah Republik Indonesia selekas-lekasnya setelah dipulihkan di Yogyakarta.

4. Konferensi Meja Bundar (KMB)

Pada 18 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia. Itu sekaligus membuktikan bahwa mereka melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati.

Tak lama sebelum itu, Belanda pernah pula melakukan konfrontasi fisik melalui Agresi Militer I. Itu termasuk bentuk pelanggaran Perjanjian Linggarjati.

Agresi militer yang kedua ini membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional mengecam Belanda.

Untuk itu, PBB mengusulkan agar diadakan perundingan yang kedua setelah Perjanjian Linggarjati. Digelarlah Perundingan Roem-Royen. Salah satu hasil perjanjian tersebut adalah mengadakan Konferensi Meja Bundar pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda.

Rumusan hasil atau isi KMB adalah sebagai berikut:

  • Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan penuh atas Indonesia dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

  • RIS menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan dalam konstitusinya. Rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.

  • Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada 30 Desember 1949.

5. Perjanjian New York

Perjuangan diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan, khususnya untuk wilayah Papua, tidak hanya berhenti setelah KMB.

Pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda kembali menggelar perundingan. Kali ini Amerika Serikat yang memprakarsai.

Hasil perundingan tersebut di antaranya:

  • Papua—ketika itu disebut Irian Barat—ditempatkan sementara di bawah perwalian PBB, yang disebut United Nations Temporary Executive (UNTEA).

  • UNTEA mengalihkan wilayah Irian Barat kepada Indonesia paling lambat 1 Mei 1963.

  • Indonesia mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) untuk menentukan sikap rakyat Papua.

Baca juga artikel terkait KEMERDEKAAN INDONESIA atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Fadli Nasrudin