Menuju konten utama

Upaya Membumikan Indonesia Raya Tiga Stanza

Kementerian Pendidikan berencana mengenalkan versi utuh lagu Indonesia Raya kepada para siswa demi mengembalikan sisi sejarah kebangsaan yang mulai hilang.

Upaya Membumikan Indonesia Raya Tiga Stanza
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo memegang mikrofon di tengah stadion Maguwoharjo, Sleman, 2013 lalu. Roy berusaha meredam kemarahan suporter yang berteriak-teriak dengan mengajak mereka bernyanyi lagu 'Indonesia Raya'.

“Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, di sanalah…” Roy berhenti sejenak. Lalu meneruskan bernyanyi, “tanah airku…”

Sebaris syair lagu itu salah diucapkan Roy. Sadar akan hal itu, ia tidak melanjutkan bernyanyi. “Ayo... yo... yo... mulai ambil awal lagi. Yuk, tepuk tangan, tepuk tangan,” ujarnya.

Salah syair lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan Roy itu langsung mendapat respons dari warganet. Hujatan terhadap politisi Partai Demokrat itu berdatangan. Namun Roy membantah jika ia lupa syair lagu "Indonesia Raya".

“Tweeps Yth, Tadi ada "insiden" saat mendamaikan suporter Persija-Persib menyanyikan Lagu Indonesia Raya karena mengikuti flow. Mohon Maaf," kicau Roy lewat akun Twitternya setelah peristiwa itu.

Terlepas apakah benar lupa atau tidak, soal lupa lirik lagu Indonesia Raya bukanlah masalah besar. Hal itu hanya satu indikasi bangsa ini tengah dilanda masalah kebangsaan. Lagu kebangsaan yang seharusnya diresapi dan dihayati saat menyanyikannya, ketika dijadikan sebagai rutinitas, tak ubahnya pepesan kosong.

Alasan itu pula yang mendasari Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan mengusulkan agar lagu Indonesia Raya versi tiga stanza dinyanyikan utuh dalam upacara bendera atau kegiatan sekolah. Rencananya, mulai bulan Juli saat tahun ajaran baru sekolah dimulai, kebijakan itu bisa diterapkan di sekolah-sekolah dan instansi pemerintah.

“Poinnya adalah kita menyanyikan lagu ini sama seperti Pancasila, sama seperti banyak teks-teks sentral di dalam kehidupan berbangsa dan negara ini sudah jadi mantera. Dihafal dan dirapal. Jadi orang tidak peduli isinya apa dan itu yang ingin kita kembalikan,” kata Hilmar Farid, Direktur Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan kepada Tirto, 20 Juni lalu.

Ide memopulerkan Indonesia Raya versi tiga bait sudah datang setahun lalu. Hilmar mengatakan saat itu Kementerian Pendidikan memiliki apa yang disebut program pendidikan karakter. Masing-masing direktorat diminta untuk memberi dukungan terhadap program tersebut. Hilmar mengusulkan sebuah program yang sederhana tetapi berdampak.

Dari diskusi bersama, Hilmar berpikir untuk menggunakan musik sebagai media pendidikan karakter. Setelah itu tercetus ide untuk memopulerkan kembali Indonesia Raya dalam tiga stanza dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan itu di antaranya, sudah hilangnya upacara bendera di beberapa sekolah, sudah dilupakannya Indonesia Raya tiga stanza yang di dalamnya tersirat perjuangan bangsa Indonesia. Sebagai langkah awal, Direktorat Kebudayaan menggelar acara bertajuk “Merayakan Indonesia Raya” yang di dalamnya berisi acara menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza.

“Nah ketika penguatan pendidikan karakter jalan, maka itu yang kita ajukan," ujar Hilmar.

infografik hl indonesia raya 3 stanza

Upaya Membentuk Karakter

Sebagai bagian dari program membentuk karakter siswa, Hilmar tidak berupaya menyeragamkan karakter kepada setiap siswa. Menurutnya, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza, anak-anak akan "dimobilisasi di sekitar simbol-simbol nasional." Dengan demikian, menurutnya, karakter yang dihasilkannya tidak jauh dari simbol nasional.

“Sekarang, kan, enggak, ditanamkan harus ada nilai-nilainya, tapi di sekitar apa, sekitar macam-macam, justru tidak terjadi mobilisasi sebetulnya. Justru sebaliknya, persebaran yang sekarang susah dikumpulkan,” katanya.

Hilmar tidak menyangkal jika program ini juga dipengaruhi fakta berkembangnya bibit paham radikal di sekolah-sekolah. “Tapi jangan lupa, ya, berkembangnya bibit radikal ini adalah buah dari kebijakan bertahun-tahun lalu,” ucap Hilmar.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) tahun 2010 hingga 2011 menunjukkan bahwa banyak siswa yang membenarkan tindakan kekerasan untuk isu keagamaan. Dari 1.000 siswa di 100 sekolah yang disurvei, sebanyak 52,3 persen siswa setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama dan 48,9 persen siswa bersedia ikut dalam aksi kekerasan. Bahkan 14,2 persen siswa membenarkan serangan bom.

Kementerian Pendidikan lantas mencanangkan pendidikan karakter kebangsaan, salah satunya untuk mengikis bibit radikalisme itu. Sejak 2010, Kementerian Pendidikan menetapkan 18 nilai dalam pendidikan karakter yang perlu ditanamkan kepada siswa. Nilai-nilai itu adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai itu diajarkan lewat kegiatan belajar di sekolah.

Hilmar mengakui jika masalah karakter ini bukan masalah yang bisa diselesaikan dalam sehari jadi. Butuh proses yang panjang untuk mengubahnya. Untuk penerapan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza ini pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar pula.

“Menyanyikan lagu ini dengan baik dan benar, dengan nada yang tepat saja itu butuh proses. Dan yang paling penting, permintaan dari menteri pendidikan, anak-anak itu bergantian memimpin lagu. Jadi di depan kelas, dia pimpin itu teman-temannya. Jadi efek ini yang kita lihat, bukan lagunya,” ungkap Hilmar.

Implementasi dan Respons Guru

Secara teknik menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza memang memerlukan waktu lebih lama. Diperkirakan sekitar empat menit untuk menyelesaikannya. Masalahnya, tidak semua sekolah memiliki daya dukung pengajar yang memadai. Karena itu Hilmar sudah menyiapkan buku panduan untuk guru.

Buku panduan itu berisi bagaimana menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan benar dan sejarah lagu tersebut.

“Kita nanti ada rekamannya, guru kita beri pelatihan,” katanya. Meski demikian secara teknis belum diatur kapan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, apakah setiap hari atau hanya saat upacara bendera.

Sebenarnya upaya membumikan lagu Indonesia Raya di sekolah sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Rhea Yustitie, salah seorang guru di SMA Negeri 1 Boyolali, mengatakan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, lagu Indonesia Raya sudah dikumandangkan.

“Di sekolah sudah menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap pagi, lagu seperti biasa saat upacara belum yang tiga stanza,” kata Rhea. Pada jam pulang sekolah, mereka juga menyanyikan lagu nasional.

Jika nantinya akan diwajibkan menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza, Rhea pun tak keberatan. Ia justru antusias jika nantinya ada pelatihan bagi guru untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya yang baik dan benar. “Mau banget ikut. Ya kalau memang baik, kan, ya bagus,” tuturnya.

Pendapat berbeda datang dari Seta Dewa, salah seorang guru seni musik di salah satu SMP swasta di Bangka Belitung. Menurutnya, menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza tidak memberikan dampak banyak pada pendidikan siswa.

“Yang sekarang saja begitu-begitu saja. Kalau lebih panjang, bisa jadi malah orang makin tidak bisa menikmati, terlalu panjang,” ujar Seta Dewa.

Hilmar Farid dalam satu kesempatan wawancara dengan Tirto mengatakan bahwa tujuan mengenalkan Indonesia Raya versi tiga stanza untuk menyegarkan kembali "memori kolektif kebangsaan" yang dinilainya sudah hilang.

"Saya sih cuma berharap, kalau memori kolektifnya hidup, sejarah yang lain-lain bisa ikut," ujarnya. "Hanya dengan begitu jalan orang untuk memahami sejarah terbuka."

Baca juga artikel terkait LAGU INDONESIA RAYA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam