tirto.id - Dua orang pakar hukum pidana telah dihadirkan sebagai saksi meringankan atau A De Charge untuk terdakwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dalam persidangan, tim hukum Sambo dan saksi kerap berupaya melemahkan status justice collaborator (JC) yang disandang Richard Eliezer.
Hari ini, ahli hukum pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil dihadirkan di persidangan.
Tim kuasa hukum Sambo sempat menanyakan ada atau tidaknya perbedaan bobot atau kualitas keterangan dari justice collaborator dengan saksi atau terdakwa lainnya persidangan.
Ahli kemudian menyebut bahwa tidak ada aturan yang menyatakan bahwa nilai keterangan seorang JC berbeda dengan saksi lainnya.
"Sehingga, dengan demikian dapat dikatakan, sekalipun dia adalah justice collaborator, keterangan dia sama dengan keterangan-keterangan saksi yang lain yang bukan justice collaborator," kata Elwi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Desember.
Namun demikian, Elwi mengatakan bahwa keterangan seluruh saksi dapat menjadi petunjuk dan sarana pembuktian untuk hakim.
Sebelumnya, pada Jumat 23 Desember 2022, pihak Sambo juga menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum menanyakan eksistensi JC dalam perkara pembunuhan.
"Terkait justice colaborator, tadi saudara ahli sampaikan di sini riwayatnya dan pengaturannya sebenarnya untuk kejahatan luar biasa. Pertanyaannya, apakah klausul JC bisa digunakan untuk pasal 340 atau pasal 338?" tanya Febri kepada Mahrus dalam persidangan.
Mahrus Ali lalu menjelaskan bahwa menurut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, status justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu.
"Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak jenis tindak pidananya. Cuma di situ ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," ucap Mahrus.
Menurut Mahrus, sepanjang tidak ada keputusan maka jenis tindak pidana seperti pencucian uang, korupsi, kekerasan seksual hingga pembunuhan tidak memenuhi syarat untuk menerima status justice collaborator.
"Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," kata Mahrus.
Dalam kasus ini terdapat 5 terdakwa yang diduga merencanakan dan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky