tirto.id - Netralitas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam palagan Pilpres 2024 kembali menjadi sorotan. Hal ini menyusul kegaduhan ucapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, Saifullah Yusuf, yang menyinggung soal calon presiden (capres) pilihan Abu Bakar Ba'asyir.
Mulanya, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf, menyeru agar warga NU atau Nahdliyin tidak memilih capres dan cawapres yang didukung oleh Abu Bakar Baasyir. Menurutnya, dukungan dari Abu Bakar Ba'asyir artinya sudah keluar dari kaidah NU.
“Jangan kita mendukung pasangan yang didukung oleh orang-orang yang berseberangan dengan cara berpikirnya orang NU. Seperti calon yang didukung Abu Bakar Ba'asyir, misalnya,” kata Gus Ipul dalam keterangan tertulis, Rabu (17/1/2024).
Lebih jauh, Gus Ipul juga menyebut nama Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Amien Rais.
“Apalagi ada Amien Raisnya juga,” tambahnya.
Tak ayal, ucapan Gus Ipul memantik respons keras dari barisan paslon, utamanya kubu capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Sebab, Abu Bakar Ba'asyir sempat menyatakan dukungan kepada paslon AMIN dalam kontestasi Pilpres 2024.
Pernyataan tersebut beredar di media sosial (medsos) TikTok dari akun @aniesvisioner dan berdurasi 1 menit 41 detik.
“Pilpres ini untuk membela Islam, caranya memilih presiden yang paham Islam. Calon kita yang paham Islam hanya satu, yaitu yang nomor [urut] 1 namanya Anies Baswedan, itu yang wajib kita pilih,” kata Ba'asyir dalam video tersebut.
Pernyataan Gus Ipul membuat panas cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Dia menyebut sikap Gus Ipul tidak konsisten karena sebelumnya, PBNU sudah menyatakan netral dalam pemilu.
“Saya kira itu mengada-ada dan tidak konsisten dengan statement sebelumnya bahwa PBNU netral,” kata Cak Imin di Senayan Park, Rabu (17/1/2024).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengecam apa yang disampaikan Gus Ipul sebagai hal yang memalukan. Terlebih, tambahnya, hal itu disampaikan oleh salah satu pengurus PBNU karena menunjukkan keberpihakan pada salah satu paslon dalam Pemilu 2024.
“Keberpihakan itu memalukan, dan seharusnya PBNU tidak berpihak,” kata Cak Imin.
Sementara itu, menanggapi imbauan Sekjen PBNU tentang sikapnya yang secara tidak langsung menolak mendukung AMIN, Kapten Tim Pemenangan Nasional AMIN, Muhammad Syaugi Alaydrus, meminta masyarakat untuk memilih sesuai dengan hati nurani.
Dia berharap tidak ada stigma pada kelompok tertentu hanya karena mendukung salah satu paslon capres-cawapres.
“Saya pikir, serahkan pada masyarakat saja. Masyarakat kan punya hati nurani, mana yang dilihat terbaik buat mereka itu yang harus dipilih,” kata Syaugi di Markas Timnas AMIN, Jakarta Pusat.
PBNU sendiri menegaskan netral dalam kontestasi Pemilu 2024 dengan tidak terlibat dalam politik praktis sebagaimana Khittah NU 1926. Kendati demikian, sikap segelintir pengurus NU dalam sejumlah kesempatan, dinilai sebagai bentuk politik praktis yang berkaitan dengan kontestasi pilpres tahun ini.
Misalnya, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU), Erick Thohir, yang mengunggah potongan video debat capres di akun TikTok pribadinya. Dia mengunggah momen ketika capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, kewalahan menangani serangan dari dua capres lain.
Video tersebut berfokus pada ekspresi wajah Prabowo ketika Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo memberikan skor rendah untuk kinerja Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
“I'm with you Pak,” tulis Erick Thohir pada unggahannya.
Atau ketika Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, meminta para santri tidak memilih calon pemimpin negeri yang sering berjanji manis dan mempolitisasi agama. Pernyataan ini pun banyak dinilai sebagai bentuk sindiran tidak langsung kepada capres nomor urut 1, Anies Baswedan.
“Kalau memang rekam jejaknya baik, tidak pernah menggunakan agama sebagai kuda tunggangan untuk kepentingannya. Silakan dipilih yang tidak [politisasi agama] begitu,” ucap Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) tersebut, Sabtu (21/10/2023).
Tokoh NU di Kubu Paslon
Sejumlah sikap dan pernyataan yang dinilai sebagai bentuk politik praktis, ditambah bergabungnya jajaran tokoh NU ke barisan paslon kian memburamkan netralitas PBNU dalam palagan Pilpres 2024. Padahal, dalam banyak kesempatan Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, kerap menegaskan bahwa PBNU netral dalam kontestasi elektoral.
Dalam Pilpres 2024, memang terdapat beberapa tokoh sentral NU yang masuk ke jajaran tim pemenangan paslon. Misalnya, Ketua PBNU Savic Ali dan Ketua Badan Pengembangan Inovasi Strategis PBNU, Yenny Wahid, yang masuk ke jajaran tim pemenangan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud Md.
Di sisi lain, beberapa tokoh NU dan pengurus wilayah srta cabang di Jatim dan Jateng juga memutuskan mendukung paslon nomor urut 1, Anies-Muhaimin (AMIN). Teranyar, deklarasi dukungan Keluarga Besar Nahdlatul Ulama kepada paslon AMIN yang dipimpin oleh Ketua Umum IPNU 2012-2015, Khairul Anam.
Dalam kubu paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran, ada nama Nusron Wahid yang sudah diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Ketua PBNU. Baru-baru ini, Ketua Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, juga merapat sebagai Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
PBNU tidak melarang Nahdliyin dan tokoh individu NU untuk menyatakan dukungan kepada paslon tertentu. Kendati demikian, PBNU mempunyai mekanisme agar para pengurus NU di tingkatan apapun, mengajukan cuti atau berhenti dari jabatannya jika ingin merapat dalam barisan tim pemenangan kandidat capres-cawapres.
Langkah tersebut pula yang diambil sejumlah tokoh NU yang sudah disebutkan di atas. Ada yang diberhentikan dengan hormat, melakukan cuti dari jabatannya, atau sedang memproses cuti dari kepengurusan NU.
Hal ini dikonfirmasi oleh Ketua PBNU, Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur. Dia menegaskan bahwa PBNU secara kelembagaan netral dalam kontestasi pemilu. Adapun bagi pengurus yang ingin bergabung dengan tim pemenangan kontestan dipersilakan, dengan syarat wajib mengajukan cuti dari jabatan di NU.
“Aturan semua yang ikut timses wajib mengajukan cuti. Sudah ada beberapa nama (pengurus NU) di berbagai paslon, itu boleh saja,” kata Gus Fahrur kepada reporter Tirto, Kamis (18/1/2024).
Menyoal Netralitas NU
Peneliti politik senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menilai pernyataan Sekjen PBNU Gus Ipul, merupakan bentuk sikap politik. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak elok dilontarkan karena akan merugikan PBNU yang sudah jelas menegaskan sikap netral dalam pemilu.
“Statement tersebut juga dapat menimbulkan perpecahan umat Islam. Mengapa seolah-olah ada NU dan non-NU, karena Gus Ipul juga menyinggung Amien Rais,” kata Firman kepada reporter Tirto, Kamis (18/1/2024).
Dia juga menilai pernyataan tersebut bukan sikap negarawan karena mengusik hak demokrasi seseorang. Firman menilai, jika adil, seharusnya Gus Ipul tidak mengaitkan Abu Bakar Ba'asyir dengan masa lalunya sebagai seorang narapidana teroris.
“Jika adil, seharusnya menyinggung juga dong paslon yang didukung koruptor, paslon yang terkait dengan praktik nepotisme, paslon yang dekat dengan oligarki,” ujar Firman.
Sementara itu, Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai sikap dukungan Ba'asyir kepada Anies adalah sikap personal yang tidak boleh diganggu. Dia menilai komentar Gus Ipul terkait sikap Ba'asyir berlebihan dan cenderung menghakimi.
“Syaifullah Yusuf berlebihan soal ini, cenderung tendensius,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Kamis (18/1/2024).
Dedi menambahkan, PBNU saat ini memang terlihat tidak konsisten pada prinsip netralitasnya. Hal ini bahkan, kata dia, ditunjukkan juga oleh Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf dalam beberapa kesempatan.
“Rasanya statement netralitas elite PBNU hanya akan menjadi bahan tertawaan, karena terbukti banyak tokoh PBNU yang justru menjadi bagian dari kandidat tertentu,” ujar Dedi.
Senada dengan Dedi, Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, melihat sudah sulit PBNU menyatakan netral. Sebab, di tubuh NU sendiri ada faksi-faksi yang terbagi dukungannya pada ketiga paslon Pilpres 2024.
“Ini kayaknya sudah susah deh buat bilang NU netral. Kita bisa bilang NU punya faksi-faksi dan faksinya Gus Ipul sedang menolak pasangan yang didukung Ba'asyir,” ujar Kunto.
Menurut Kunto, perbedaan dukungan seharusnya menjadi kekayaan kebudayaan NU. Di sisi lain, di tingkat tapak, warga Nahdliyin punya panutan sendiri-sendiri yang dapat berbeda dengan paslon pilihan para pengurus NU.
“Misalnya, walaupun Khofifah sebagai tokoh besar Muslimat NU dukung 02, tapi kan ada juga Nyai-Nyai lain di NU dukung 01 dan 03 dan itu sangat mungkin,” tambah Kunto.
Respons PBNU
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, tidak mempermasalahkan terkait pernyataan Sekjen PBNU, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul yang meminta warga NU untuk tidak memilih paslon yang didukung oleh Abu Bakar Ba'asyir.
Dia menilai hal tersebut bukan mewakili lembaga tetapi sikap pribadi.
“Pertama kalau soal Pak Saifullah itu merupakan pernyataan pribadi ya,” kata Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024).
Gus Yahya tidak akan memberikan sanksi atau teguran. Dia pun mempersilahkan karena merupakan pernyataan pribadi dan pilihan masing-masing.
“Walaupun orang bisa setuju ataupun tidak setuju, saya juga bisa setuju ataupun tidak setuju, itu pernyataan pribadi, bukan pernyataan atas nama lembaga, silakan saja,” tutur Gus Yahya.
Pada kesempatan yang sama, Gus Yahya juga menegaskan tidak ada pengerahan khusus kepada PWNU dan PCNU di Surabaya untuk memilih paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Hal ini merespons pernyataan Dosen Monash University Australia sekaligus tokoh NU, Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), yang menyatakan dirinya mendapatkan informasi pengumpulan PWNU dan PCNU se-Jatim di Surabaya.
Menurut Gus Nadir, pengumpulan tersebut guna menginstruksikan dukungan kepada Prabowo-Gibran.
Dalam pengarahan itu, tambahnya, dihadiri Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), dan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, juga seluruh Ketua Tanfidziyah Indonesia, PWNU, hingga PCNU.
“Saya kira prasangka saja, tidak ada kenyataannya dan tidak ada bukti apapun bahwa itu terjadi,” kata Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024).
Menurut Gus Yahya, PBNU sejak awal menegaskan bahwa dalam Pemilu 2024 posisinya netral, tidak berpihak kepada paslon manapun. Maka itu, menurutnya, tidak pernah ada pengarahan secara terstruktur untuk memberi dukungan salah satu pihak.
“Parameter NU jelas, NU secara lembaga, secara keorganisasian, tidak terlibat untuk mendukung [salah satu peserta] pilpres,” ujar Gus Yahya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi