tirto.id - Twitter pada hari Selasa (13/10/2020) lalu mengatakan, bahwa perusahaan telah menangguhkan jaringan akun yang mengklaim diri sebagai "orang-orang kulit hitam pendukung Donald Trump" karena alasan spam dan manipulasi platform.
Salah seorang juru bicara Twitter mengatakan, perusahaan media sosial itu sedang menyelidiki aktivitas tersebut, serta dapat menangguhkan akun serupa lainnya jika mereka ditemukan melanggar kebijakannya.
The Washington Posttercatat pertama kali melaporkan penyelidikan tersebut. Mereka mengutip lebih dari selusin akun yang menggunakan bahasa identik dan tidak autentik (identical and inauthentic language), termasuk frasa: "YA, AKU HITAM DAN AKU PILIH UNTUK TRUMP !!!"
Review dari beberapa akun yang ditangguhkan menunjukkan bahwa mereka sering menggunakan gambar curian agar terlihat nyata.
Akun-akun tersebut terkadang mengklaim diri sebagai milik veteran militer atau anggota penegak hukum.
Kendati demikian, ini sebenarnya bukanlah kasus baru, karena sebelumnya Twitter juga pernah menangani operasi spam yang mengklaim dipimpin oleh pemilih kulit hitam.
Pada Agustus lalu, misalnya, seperti dilaporkan NBC News, operasi spam itu dilakukan oleh akun palsu yang mengklaim diri sebagai “Black Trump supporters”.
Dalam laporannya, NBC menemukan bahwa beberapa akun mampu menarik ribuan pengikut sebelum ditangguhkan.
Satu twit, misalnya, dapat mengumpulkan lebih dari 10.000 retweet sebelum dihapus. Akun lain, juga diduga menggunakan foto seorang veteran yang telah meninggal untuk menyamar sebagai pendukung Trump.
Pentingnya dukungan kulit hitam
Upaya Trump untuk mempertahankan dukungan pemilih kulit hitam ini bisa menjadi sangat penting. Sebagai perbandingan, pada Pemilu 2016 lalu misalnya.
Menurut Griffin, John Halpin dan Ruy Teixeira dalam Center for American Progress, "Clinton dapat memenangkan Michigan dan Pennsylvania, jika pemilih kulit hitam di negara bagian tersebut mendukungnya di level yang mereka lakukan pada Barack Obama."
Data menunjukkan, bahwa sekitar 95 persen pemilih kulit hitam di negara bagian itu mendukung Obama. Sementara level Clinton hanya sedikit di bawahya, yakni sekitar 90 persen dukungan.
Sementara itu, jajak pendapat sendiri menunjukkan bahwa sekitar 10 persen pemilih kulit hitam baik secara nasional maupun di negara bagian utama dengan pemilih kulit hitam terbesar mendukung Trump.
Bahkan, survei selama tiga dekade terakhir telah menunjukkan sekitar satu dari setiap 10 orang kulit hitam Amerika diidentifikasi sebagai seorang Republikan.
Dalam analisisnya di FiveThirtyEight, Perry Bacon lebih jauh menunjukan betapa pentingnya pemilih kulit hitam bagi kemenangan Trump pada Pilpres 3 November nanti.
Pada Konvensi Nasional Partai Republik bulan lalu, mereka menampilkan banyak pembicara non-kulit putih untuk sebuah partai yang pemilihnya lebih dari 80 persen berkulit putih.
Mengapa? Secara teori, menurut Bacon, Trump dapat memenangkan pemilihan ini dengan cara "semakin meningkatkan keunggulan Republik di antara pemilih kulit putih tanpa gelar (white voters without degress), yang kemungkinan besar akan mewakili lebih dari 40 persen pemilih."
Namun, jangan lupakan bahwa jajak pendapat menunjukkan perempuan kulit putih tanpa gelar tidak akan condong ke Republik pada tahun 2020 seperti pada tahun 2016, baik karena mereka lebih menyukai Biden daripada Clinton, telah bosan dengan Trump, atau justru kombinasi keduanya.
Jadi, Bacon menambahkan, dengan alasan tersebut, "Trump mungkin membutuhkan kulit putih lulusan perguruan tinggi (college-educated white voters), pemilih kulit hitam dan pemilih Hispanik yang mendukungnya pada tahun 2016, untuk mendukungnya lagi demi memenangkan pemilihan nanti."
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yandri Daniel Damaledo