Menuju konten utama

Turun Hujan di Jabodetabek selama 2 Hari, Ini Penjelasan BMKG!

Penjelasan dari BMKG atas peristiwa turun hujan di Jabodetabek selama 2 hari terakhir. Benarkah musim kemarau berakhir?

Turun Hujan di Jabodetabek selama 2 Hari, Ini Penjelasan BMKG!
Pengendara meliintasi hujan di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (11/2/2019).. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/ama.

tirto.id - Sejumlah wilayah di Jabodetabek diguyur hujan sejak Selasa (24/20/2023) malam dan berlanjut hari-hari selanjutnya. Peristiwa turun hujan di Jabodetabek selama 2 hari terakhir ini tentu mengejutkan masyarakat.

Pasalnya, hingga pertengahan Oktober lalu Jabodetabek dan wilayah Indonesia lainnya masih dilanda kemarau dan suhu ekstrem. Lantas, bagaimana penjelasan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal hujan deras yang berlangsung beberapa hari terakhir?

Menurut BMKG hujan yang terjadi di Jabodetabek belakangan ini bukan bukan hujan buatan melainkan hujan alami. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena Indonesia mulai memasuki kondisi pancaroba, yaitu perubahan dari musim kemarau ke musim hujan.

Hal ini karena sebelumnya BMKG, sempat memprediksi bahwa musim kemarau di Indonesia akan berakhir mulai akhir Oktober dan November. Prediksi ini mundur dari perkiraan awal yang sebelumnya menyebut bahwa musim kemarau akan berakhir September dan Oktober masuk musim penghujan.

Penjelasan BMKG atas Turunnya Hujan di Jabodetabek

Hujan di Jabodetabek beberapa waktu lalu diduga terjadi karena musim kemarau akan segera berakhir. Musim kemarau di Indonesia sendiri terjadi akibat dampak El Nino. Pengaruh El Nino ini menyebabkan kekeringan di wilayah-wilayah yang dilewatinya, termasuk Indonesia.

BMKG menyebut bahwa puncak El Nino sudah melanda Indonesia sejak September lalu. Meskipun puncak El Nino sudah dilewati, dampak fenomena iklim tersebut belum berkurang sehingga masih memengaruhi iklim maupun cuaca dalam negeri.

BMKG memprediksi bahwa dampak El Nino akan mulai berkurang seiring dengan berakhirnya bulan Oktober yang terjadi sejak beberapa hari terakhir.

"Pengaruh El Nino akan mulai berkurang oleh masuknya musim hujan sehingga diharapkan kemarau kering ini segera berakhir secara bertahap," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rilis BMKG.

Dengan demikian, fenomena hujan Jabodetabek akhir-akhir ini kemungkinan mengarah pada masuknya akhir pancaroba. Pancaroba merupakan masa terjadinya transisi atau pergantian dua musim, baik musim kemarau ke penghujan atau sebaliknya.

Tandanya antara lain cuaca tidak menentu dan sesekali diikuti curah hujan tinggi dan angin berhembus kencang. Lebih lanjut, BMKG menjelaskan bahwa musim penghujan di Indonesia akan berlangsung secara tidak merata karena tingginya keragaman iklim.

"Ada beberapa wilayah yang masuk musim penghujan sebelum November dan ada yang mundur, tapi sebagian besar pada bulan November," kata Dwikorita.

BMKG menjelaskan masa transisi atau pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan telah terjadi di sejumlah wilayah Jabodetabek. Contohnya Bogor, masa transisi telah dimulai beberapa waktu terakhir dengan ditandai turunnya hujan. Hanya saja, masa transisi belum terlalu terlihat di Jakarta bagian selatan.

Sementara, pada hujan beberapa hari belakangan ini, intensitas ringan dialami sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Bekasi, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Hujan dengan intensitas ringan sampai sedang muncul di sebagian wilayah Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Bogor.

Ada pun datangnya musim hujan di Jabodetabek, umumnya dimulai pada dasarian II November. Dasarian adalah satuan waktu meteorologi dengan rujukan 1 dasarian berjumlah 10 hari. Dengan demikian, prediksi Jabodetabek masuk musim hujan kurang lebih pada pertengahan November mendatang.

Awal musim hujan turut ditandai dengan banyaknya curah hujan pada jumlah tertentu. Jika dalam tiga kali dasarian terkumpul curah hujan 50 mm, maka dapat menjadi tanda masuknya musim hujan.

Perkiraaan Berakhirnya Musim Panas Ekstrem di Indonesia

Cuaca panas dengan suhu tinggi menyerang sebagian besar wilayah Indonesia sejak September-Oktober 2023. Suhu di Semarang pada 25 dan 29 September 2023, serta Majalengka di 28 September 2023 lalu, sempat tercatat tembus hingga 38 derajat Celcius. Sepanjang September 2023, suhu tersebut terdeteksi yang paling panas.

Wilayah lain di Indonesia juga memiliki rata-rata suhu udara cukup tinggi. Kawasan Jabodetabek, contohnya, rata-rata memiliki suhu di siang hari antara 35-37,5 derajat Celcius. Cuaca panas ini kemungkinan masih berlangsung sampai akhir Oktober 2023.

Penyebab musim panas ekstrem tersebut adalah fenomena El Nino. Ketika terjadi El Nino, pertumbuhan awal menjadi sangat minimal di Indonesia. Musim kemarau menjadi lebih kering dan panas.

Meski begitu, prediksi BMKG menyebutkan bahwa EL Nino akan berakhir saat November 2023 mendatang. Awal hujan akan berlangsung bertahap sejak awal bulan.

Indonesia cukup beruntung bisa meredam El Nino lebih cepat. Menurut Dwikorita awal musim hujan tersebut dipicu peralihan monsun Australia ke monsun Asia. Di sisi lain, fenomena El Nino belum sepenuhnya reda dan bisa berlanjut sampai tahun depan.

Kendati demikian, BMKG juga mengingatkan bahwa awal musim hujan mungkin tidak terjadi serentak. Ada beberapa wilayah di Indonesia yang bisa jadi terlambat mendapatkan musim hujan.

Baca juga artikel terkait BMKG atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya