tirto.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto ikut menekan Miryam S. Haryani agar mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jaksa KPK menyebut para pihak yang menekan Miryam ialah Novanto bersama sejumlah politikus DPR lainnya.
Hal itu terungkap saat Jaksa KPK membacakan salah satu bagian dari lembar tuntutan untuk Novanto, yang sepanjang 2.145 halaman, pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).
"Bahwa sekira awal tahun 2017, berbarengan akan dibacakannya surat dakwaan Irman dan Sugiharto, terdakwa bersama-sama dengan Jamal Aziz, Chairuman Harahap, Markus Nari, dan Akbar Faisal melakukan penekanan kepada Miryam S Haryani agar mencabut keterangannya," ujar jaksa KPK Eva Yustisiana.
Dalam lembar tuntutan Jaksa KPK, Novanto pun disebut membujuk Miryam untuk mencabut BAP saat persidangan Irman dan Sugiharto.
Menurut Jaksa KPK, mantan Ketua DPR itu sempat menjamin Miryam tidak akan dipenjara bila mencabut keterangannya tentang korupsi e-KTP. Bujukan Novanto itu akhirnya meyakinkan Miryam untuk mencabut BAP saat bersaksi di persidangan.
"Atas penekanan tersebut, pada tanggal 23 Maret 2017, Miryam S Haryani benar benar mencabut seluruh BAP-nya seperti arahan terdakwa," kata Jaksa Eva.
Selain itu, Jaksa KPK juga membacakan upaya lain Novanto agar tidak terjerat dalam penanganan kasus korupsi e-KTP. Jaksa KPK meyakini Novanto memerintahkan mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Diah Anggraeni untuk menyampaikan pesan kepada mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman agar mengaku tidak mengenalnya saat diperiksa KPK.
"Pesan terdakwa tersebut kemudian disampaikan Diah kepada Irman melalui Zudan Arif," kata jaksa Eva.
Miryam S. Haryani merupakan terdakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi proyek e-KTP. Hal ini karena, selain mencabut BAP, Miryam mengklaim dirinya ditekan oleh penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan. Dia sudah divonis dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom