tirto.id - Gelombang demo mahasiswa di berbagai daerah tampaknya akan terus berlanjut selama tuntutan mereka tidak terpenuhi. Hari ini, 26 September 2019, giliran mahasiswa dan masyarakat di Surabaya yang menggelar aksi.
Kepada reporter Tirto, Koordinator Lapangan Demo Surabaya Menggugat, Zamzam Syahara mengatakan, pemicu demonstrasi yang mereka lakukan hari ini untuk merespons berbagai persoalan di Indonesia saat ini.
Massa yang menamakan diri Aliansi Kekuatan Sipil akan menyuarakan aspirasi di depan gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya. “Di dalam aksi ini ada pelajar, dan elemen masyarakat se-Jawa Timur menyuarakan protes atas berbagai permasalahan yang ada,” kata Zamzam, Kamis (26/9/2019)
Salah satu tuntutan aksi di Surabaya ini adalah mendesak Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Perppu UU KPK karena UU ini sudah disahkan. Di dalam UU tersebut terdapat sejumlah hal yang melemahkan KPK. Di antaranya, KPK jadi lembaga eksekutif dan pegawainya jadi ASN dan penyadapan dijalankan atas seizin Dewan Pengawas KPK.
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan mengatakan polisi sudah menyiapkan pasukan yang mereka namai "Asmaul Husna" yang terdiri dari Polisi Wanita (Polwan) untuk mendinginkan suasana di depan gedung DPRD Jawa Timur.
"Pasukan ini diharapkan akan mendinginkan situasi. Pasukan ini kami bentuk sendiri untuk pendekatan yang berbeda," ujar Kapolda Jatim seperti dilansir Antara.
Tidak hanya polisi, kata Kapolda, mereka juga dibantu TNI, sehingga total jumlah pasukan yang dikerahkan mencapai 2.700 personel. "Saya sudah diperiksa tidak ada peluru tajam maupun karet. Peluru hampa ada, itu pun nanti atas perintah. Jadi tidak seperti yang dibayangkan oleh para mahasiswa atau para masyarakat yang akan demo," ucapnya.
Tuntutan Demo di Surabaya Hari Ini
Namun, Zamzam mengatakan, masalah-masalah yang mereka suarakan adalah kurangnya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), beragam fenomena kerusakan lingkungan, rencana pengesahan produk legislasi yang mengandung banyak pasal kontroversial dan berbagai permasalahan lainnya.
Menurut Zamzam, massa tetap mendesak DPR RI untuk mengesahkan RUU PKS ini. RUU ini, kata dia, mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban.
Sebab, berdasarkan perkembangan terkini, RUU PKS ini gagal disahkan DPR RI periode 2014-2019, sehingga dibahas DPR RI periode berikutnya.
“RUU PKS menjamin terlaksananya kewajiban negara dan peran serta tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual,” katanya.
Terkait dengan karhutla, menurut Zamzam, meminta pemerintah mengatasinya, agar masyarakat dapat beraktivitas normal.
“Hingga kini karhutla masih terjadi di sejumlah titik di Riau yang menyebabkan kualitas udara sangat tidak sehat hingga berbahaya dan mengakibatkan ribuan warga di Riau terserang penyakit, seperti batuk, sesak napas, pusing, iritasi mata, dan muntah-muntah,” ujarnya.
Aliansi Kekuatan Sipil menyatakan enam tuntutan dalam demonstrasi, sebagai berikut :
1. Menolak UU KPK dan mendesak Presiden agar menerbitkan Perppu;
2. Menolak sejumlah RUU bermasalah, seperti RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan;
3. Mendesak DPR RI agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS);
4. Mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus kebakaran lahan dan hutan (Karhutla);
5. Menolak Dwifungsi Aparat;
6. Mendesak pemerintah untuk melakukan dialog dan menyelesaikan kasus hak asasi manusia yang terjadi di Papua.
Sikap Yenny Wahid
Anak Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid mengapresiasi sikap para mahasiswa dengan menolak sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) yang disusun DPR dan Pemerintah.
Yenny menganggap demo mahasiswa sebagai fenomena yang menarik lantaran mereka bergerak atas keinginannya sendiri.
"Ini kan harus menjadi refleksi bagi para elite politik bahwa selama ini mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan masa depan mereka sendiri, sekarang mereka protes," kata Yenny saat di Kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2019).
Menurut Yenny, jika aspirasi mahasiswa, pelajar SMA, dan masyarakat tidak dikelola dengan baik, maka dikhawatirkan akan menjadi gelombang yang lebih besar lagi.
Oleh karena itu, Yenny meminta kepada pemerintah agar tidak menyudutkan demonstran dengan membangun narasi demo di DPR serta di beberapa wilayah lainnya telah ditunggangi.
"Lalu menyebutkan melaksanakan aksi-aksi karena ada motif politik tertentu, itu harus dihindari retorika seperti itu," jelas dia.
Editor: Agung DH