tirto.id - Donald Trump mengatakan bahwa dia akan mempertimbangkan sebuah rencana untuk mempersenjatai guru di sekolah sebagai upaya mencegah penembakan massal.
Pernyataan ini diungkapkan Presiden AS itu ketika mengadakan pertemuan di Gedung Putih, Rabu (21/2/2018), dengan korban selamat dari insiden penembakan sekolah di Florida pekan lalu.
Trump mencontohkan, pilot pesawat terbang yang diizinkan membawa senjata telah menunjukkan bahwa tindakan preventif terhadap kasus penembakan massal itu dapat berhasil.
"[Pencegahan] Itu bekerja bila Anda memiliki orang yang mahir menggunakan senjata api, yang mana Anda sudah memiliki banyak," kata Trump saat sesi emosional tersebut yang juga disiarkan langsung di televisi nasional. "Mereka bisa saja guru dan para pelatih."
Mengacu pada Aaron Feis, seorang pelatih sepakbola yang menggunakan tubuhnya sebagai tameng untuk melindungi seorang pelajar saat pembantaian di SMA Marjory Stoneman Douglas di Parkland, Trump melanjutkan:
"Jika saja pelatih itu memiliki senjata api di lokernya saat dia berlari ke arah pria [bersenjata] itu -pelatih itu sangat berani, dia akan menyelamatkan banyak nyawa, saya kira.”
"Tapi jika dia memiliki senjata api, dia tidak akan harus lari, dia pasti akan menembaknya [pelaku]. Kondisi ini hanya akan jelas bagi orang-orang yang sangat mahir menangani pistol.”
“[Tindakan]Ini disebut membawa [senjata] tersembunyi, di mana seorang guru akan memiliki senjata tersembunyi pada mereka. Mereka akan mengikuti pelatihan khusus dan mereka akan berada di sana dan Anda tidak lagi memiliki zona bebas senjata. Zona bebas senjata hanya untuk seorang maniak, karena mereka semua pengecut.”
Seperti dilansir The Guardian, Trump menambahkan: "Sebuah serangan telah berlangsung rata-rata sekitar tiga menit. Butuh waktu lima sampai delapan menit bagi responden, agar polisi masuk, jadi serangannya telah berakhir. Jika Anda memiliki seorang guru yang mahir menggunakan senjata api, mereka bisa mengakhiri serangan dengan sangat cepat."
Mengenai usulan tersebut, Trump meminta persetujuan para hadirin di dalam ruangan. Beberapa di antaranya mendukung, yang lainnya menentangnya.
"Kami bisa mengerti kedua belah pihak dan tentu ini kontroversial," ujar Trump mengakui, berjanji untuk membahasnya secara serius.
Usulan ini muncul setelah peristiwa penembakan di Parkland, Florida. Ada seorang petugas keamanan bersenjata di lokasi namun dia tidak mendapat kesempatan untuk melawan pelaku bersenjata tersebut, Nikolas Cruz, di kampus yang luas itu.
Rencana Trump ini bertolak belakang dengan ucapannya saat pemilihan presiden AS dua tahun lalu. Pada Mei 2016, Trump mencuitkan: "Crooked Hillary [Clinton] mengatakan bahwa saya ingin membawa senjata ke kelas sekolah. Salah!"
Nicole Hockley, yang anak laki-lakinya berusia enam tahun, Dylan meninggal akibat penembakan di sekolah dasar Sandy Hook di Newtown, Connecticut, berbicara menentang gagasan mempersenjatai guru.
"Bukan secara pribadi sesuatu yang saya dukung. Alih-alih mempersenjatai mereka dengan senjata api, saya lebih suka mempersenjatai mereka dengan pengetahuan bagaimana mencegah tindakan ini terjadi di tempat pertama," katanya kepada Trump, seperti dikutip The Guardian.
Program penilaian keselamatan dan intervensi untuk anak-anak bermasalah sangat penting, menurut Hockley.
"Mari kita bicara tentang pencegahan. Ini adalah pistolnya, orang di belakang pistol dan ini tentang membantu orang sebelum mereka mencapai titik itu."
Selama pertemuan tersebut Trump juga menegaskan bahwa dia akan "sangat ketat" dalam memeriksa latar belakang para pembeli senjata dan juga masalah kesehatan mental mereka.
Ratusan remaja dari pinggiran kota Washington DC berkumpul di luar Gedung Putih sebelum pertemuan Trump tersebut.
Sementara itu, korban selamat dari penembakan tersebut berjalan ke ibu kota negara bagian Florida untuk meminta anggota parlemen membatasi penjualan senapan.
"Kami menginginkan reformasi senjata. Kami menginginkan undang-undang senjata sesuai akal sehat," kata Delaney Tarr di Tallahassee, seperti dikutip BBC.
Demonstrasi terorganisir pertama gerakan anti-senjata yang dipimpin para pemuda ini telah meluas di AS sejak serangan di Parkland, Florida.
Siswa lain di Chicago, Illinois; Pittsburgh, Pennsylvania; dan Phoenix, Arizona keluar dari kelas untuk ikut serta dalam aksi solidaritas ini.
Beberapa anggota parlemen di badan legislatif negara bagian Florida mengatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk menaikkan usia minimum pembeli senjata, dari 18 menjadi 21 tahun.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari