tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan menyerang 52 situs di Iran jika Teheran membalas pembunuhan Qassem Soleimani. Menurut Trump, angka 52 itu adalah simbolis, sesuai dengan jumlah sandera yang ditahan Iran pada 1979, ketika 52 diplomat dan warga negara AS ditahan selama 444 hari.
"Biarkan ini berfungsi sebagai PERINGATAN, jika Iran menyerang orang AS, atau aset AS, kami telah .........menargetkan 52 situs Iran (mewakili 52 sandera AS yang diambil oleh Iran bertahun-tahun yang lalu), beberapa di level yang sangat tinggi & penting bagi Iran & budaya Iran, dan semua terget itu, dan Iran itu sendiri, AKAN DISERANG SANGAT CEPAT DAN SANGAT KERAS. AS tidak menginginkan ancaman lagi!" kata Trump.
Twit Trump tersebut tidak secara tersirat menyebutkan akan menyerang situs budaya Iran, tetapi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyarankan penargetan situs warisan budaya dilarang, demikian sebagaimana diwartakan NBC Newspada Minggu (5/1/2020).
Twit itu muncul setelah seorang komandan senior Pengawal Revolusi Iran, Jenderal Gholamali Abuhamzeh, dikutip oleh kantor berita Tasnim mengatakan Jumat malam, Iran akan menghukum orang AS di mana pun mereka berada dalam jangkauan Republik Islam, dan meningkatkan prospek serangan terhadap kapal di Teluk.
"Selat Hormuz adalah titik vital bagi Barat dan sejumlah besar kapal perusak dan kapal perang Amerika menyeberang ke sana. ... Target Amerika yang vital di kawasan itu telah diidentifikasi oleh Iran sejak dulu. ... Sekitar 35 target AS di wilayah tersebut serta Tel Aviv berada dalam jangkauan kami," katanya.
Komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, Jenderal Qasem Soleimani, tewas dalam serangan udara oleh militer Amerika Serikat (AS) di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1/2020). Kematian Qasem Soleimani telah dikonfirmasi oleh pihak Garda Revolusi Iran.
Trump mengatakan pada Jumat, serangan itu dilakukan untuk mencegah perang dan pertumpahan darah warga AS yang menjadi sasaran Soleimani dalam operasi di masa depan.
"Kami mengambil tindakan tadi malam untuk menghentikan perang," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi. "Kami tidak mengambil tindakan untuk memulai perang."
Akan tetapi, Gedung Putih belum memberikan bukti pada publik soal rencana Soleimani yang tidak sejalan dengan komitmen mencegah perang proksi Iran dan operasi-operasi rahasia, yang memang menelan korban jiwa warga AS.
Tak lama setelah twit ancaman Trump, situs web sebuah agen pemerintah AS telah diretas oleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya "Iran Cyber Security Group Hackers". Sebuah pesan di situs Program Perpustakaan Federal Penyimpanan Amerika berbunyi: "Ini adalah pesan dari Republik Islam Iran.
"Kami tidak akan berhenti mendukung teman-teman kami di kawasan ini: rakyat Palestina yang tertindas, rakyat Yaman yang tertindas, rakyat dan pemerintah Suriah, rakyat dan pemerintah Irak, rakyat Bahrain yang tertindas, perlawanan mujahidin sejati di Lebanon dan Palestina, [mereka] akan selalu didukung oleh kami. "
Halaman web itu berisi gambar Presiden Trump, yang menampilkan dia dipukul di wajah dan berdarah di mulut. "Ini hanya sebagian kecil dari kemampuan dunia maya Iran!" [sic], tulis para peretas.
Serangkaian ancaman itu terjadi ketika prosesi pemakaman besar-besaran untuk Jenderal Soleimani diadakan di Baghdad, tempat ia terbunuh pada hari Jumat. Pelayat mengibarkan bendera Irak dan meneriakkan "kematian bagi Amerika Serikat".
Beberapa serangan roket mengguncang daerah itu tak lama setelah prosesi, termasuk satu di Zona Hijau dekat kedutaan AS. Militer Irak mengatakan tidak ada yang terluka. Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab terhadap serangan itu. Militan pro-Iran dipersalahkan atas serangan baru-baru ini.
Jenazah Soleimani tiba kembali di Iran pada hari Minggu, demikian sebagaimana diwartakan BBC.
Editor: Yantina Debora