Menuju konten utama

Toyota Prius dan Cerahnya Prospek Mobil Hybrid di Indonesia

Meski populasi kendaraan elektrifikasi belum sebanyak mobil konvensional, permintaan kendaraan ramah lingkungan menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Toyota Prius dan Cerahnya Prospek Mobil Hybrid di Indonesia
Para perwakilan perguruan tinggi yang terlibat dalam studi komprehensif mobil listrik Kemenperin mengamati mobil Toyota Prius Hybrid Electric Vehicle (HEV) di Jimbaran, Bali, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz.

tirto.id - Toyota Prius bisa dibilang merupakan mobil hybrid atau hibrida pertama yang dipasarkan di Indonesia. Sebelum hadir, kendaraan roda empat yang irit bahan bakar dan punya emisi gas buang rendah ini sudah lama menjadi angan-angan para calon konsumen.

Sesuai namanya, mobil hibrida merupakan kendaraan yang mengusung dua jenis mesin dari energi bensin/solar/gas dan sebuah motor listrik yang disokong tenaga baterai. Kedua sistem penggerak bekerja secara bergantian dan memungkinkan penghematan bahan bakar lebih baik ketimbang mobil konvensional.

Kini, setelah pertama kali tersedia di Indonesia pada 2009, Toyota mulai menunjukkan ketertarikannya untuk mengembangkan mobil hemat energi. Presiden Toyota Akio Toyoda belum lama ini mengumumkan akan menambah nilai investasi di Tanah Air dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2019-2023) sebesar Rp 28,3 triliun, salah satunya untuk pengembangan mobil listrik.

Dalam keterangan resmi yang dikonfirmasi Tirto, ia mengatakan bahwa pengembangan mobil listrik akan dilakukan secara bertahap melalui pengembangan kendaraan hybrid sesuai dengan road map. Pernyataan Akio Toyoda diungkap langsung dalam Round Table Business Meeting di Osaka Jepang sebelum acara G20 berlangsung.

"Karena pemerintah Indonesia telah memiliki road map pengembangan Electric Vehicle (EV) sehingga Toyota menilai Indonesia pantas sebagai tujuan investasi EV karena pangsa pasar yang tinggi dan mempunyai leadership pemerintahan yang kuat," ujarnya.

Menurut laporan Business Insider, salah satu alasan Toyota meningkatkan investasi karena Indonesia dinilai menjadi produsen utama elemen inti untuk baterai EV. Negara ini adalah rumah bagi cadangan bijih nikel laterit dalam jumlah besar, bahan utama di dalam baterai lithium-ion yang mendukung EV.

Produsen Jepang perlu meningkatkan kapasitas produksi baterai untuk sekitar 28.000 EV atau 1,5 juta mobil hybrid per tahun. Selain itu, Toyota perlu menambah akses langsung ke sumber daya karena berencana meluncurkan enam model EV mulai tahun 2020.

Untuk diketahui, selain Toyota ada pula Mitsubishi dan Hyundai yang berinvestasi di Indonesia. Dengan mengambil manfaat dari skala ekonomi, produsen otomotif ini akan mengejar penjualan EV di kawasan Asia.

Apalagi, masih dari Business Insider, survei Nissan di kawasan ini juga menunjukkan lebih dari sepertiga konsumen (37 persen) di Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina terbuka untuk membeli EV. Khususnya di Indonesia, peminat kendaraan listrik memiliki persentase yang lebih tinggi (41 persen).

Hybrid Makin Diminati

PT Toyota Astra Motor (TAM) sendiri telah mulai memasarkan kendaraan ramah lingkungan lewat Prius pada 2009. Camry Hybrid kemudian menyusul di tahun 2012, Alphard Hybrid pada 2015, dan C-HR Hybrid pada awal 2019.

Selama satu dekade - meski masih terbilang sedikit - Toyota secara perlahan berhasil meningkatkan awareness masyarakat soal kendaraan hybrid. Wakil Presiden Direktur PT TAM Henry Tanoto mengatakan bahwa pihaknya berhasil menjual sebanyak 2.000 unit mobil ramah lingkungan sejak tahun 2009.

"Dalam enam bulan terakhir, permintaan mobil hybrid menunjukkan pertumbuhan. Contohnya, Camry Hybrid tahun lalu porsinya hanya 3 persen [dari total penjualan Camry], sekarang sudah 10 persen. Begitu juga C-HR, porsinya di atas 50 persen," katanya di press conference Toyota (9/7).

Salah satu tantangan Toyota dalam menjual model-model hybrid adalah banyaknya konsumen yang belum teredukasi dengan baik. "Mobil hybrid itu bukan hanya hemat bahan bakar, tapi juga fun to drive lebih baik. Banyak konsumen berpikir, aftersales-nya sulit, padahal tidak ada bedanya dengan mobil biasa," sambung Henry.

Oleh karena itu, ke depannya Toyota bakal terus menggenjot penjualan mobil hybrid. "Kalau sebelumnya penjualan mobil hybrid hanya 30 unit sebulan, kami targetkan bisa naik 40-50 unit per bulan," ucap Direktur Marketing PT TAM Anton Jimmi Suwandy.

Ia pun percaya diri permintaan mobil hybrid akan terus meningkat seiring pemahaman masyarakat tentang kendaraan ramah lingkungan. "Apalagi jika pemerintah nanti mengeluarkan aturan baru tentang mobil rendah emisi, maka harga mobil hybrid akan semakin murah, mendekati mobil biasa," imbuhnya.

Tak hanya Toyota yang mulai agresif di segmen kendaraan ramah lingkungan. Semenjak tahun lalu, Mitsubishi juga sudah melakukan pendekatan ke Kementerian Perindustrian guna melakukan studi kelayakan kendaraan elektrifikasi di Indonesia.

Infografik Perbandingan Emisi Gas Buang

Infografik Perbandingan Emisi Gas Buang. tirto.id/Fuad

Presiden Direktur PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) Naoya Nakamura mengatakan bahwa pihak Kemenperin menyukai model mobil hybrid uji coba dari Mitsubishi, New Outlander PHEV yang dibawa langsung dari Jepang. Hal ini karena New Outlander PHEV mengusung teknologi plug-in hybrid. Teknologi ini dirasa cocok dengan keadaan Tanah Air yang belum dilengkapi dengan infrastruktur pengisian daya listrik khusus.

Mitsubishi pun untuk pertama kalinya mengikuti jejak Toyota, yakni mulai memasarkan mobil hybrid tersebut pada tahun ini. Menariknya mesin 2.400 cc yang diusung Outlander PHEV tak hanya dipakai untuk mengisi daya baterai yang berguna melajukan kendaraan, tapi juga dapat dipergunakan sebagai genset darurat untuk keperluan rumah tangga.

"Konsumen telah menggunakannya untuk kegiatan sehari-hari, dan sampai saat ini belum ada laporan soal terjadinya kerusakan atau masalah," terang Nakamura di konferensi pers peluncuran Mitsubishi Eclipse Cross dan New Outlander PHEV, Jakarta (9/7).

Bicara soal kendaraan elektrifikasi, selain hybrid dan plug-in hybrid, sebetulnya masih ada kendaraan lain yang ramah lingkungan seperti kendaraan menggunakan compressed natural gas (CNG), hidrogen, hingga kendaraan full-electric.

Namun, kendaraan hybrid sepertinya memang lebih diminati belakangan ini, bahkan jika dibandingkan dengan mobil konvensional yang menggunakan mesin bakar internal sekalipun. Ini tampak, misalnya, dari survei terbaru Driver Power 2019 yang dihelat media ternama Inggris. Dalam survei itu, konsumen ternyata lebih memilih sebuah mobil hibrida yang sudah tidak asing lagi ketimbang mobil jenis lainnya untuk dimiliki: Toyota Prius.

Survei ini mewawancarai sejumlah pemilik tentang pengalamannya bersama mobil-mobil yang mereka miliki selama 24 bulan terakhir. Selain menyusun skor kuantitatif, survei juga menanyakan hingga detail kecil seperti sensitivitas layar infotainment dan luas ruang kaki.

Secara keseluruhan, Toyota Prius muncul sebagai pemenang dengan nilai 93,22 dari nilai maksimal 100, para konsumen memujinya karena memiliki biaya operasional rendah dan fitur keselamatan lengkap. Sementara itu, Lexus IS berada di urutan kedua dengan angka 93,19. Di kalangan para pemilik mobil tersebut, kendaraan ini unggul atas akselerasi mulus dan keheningan selama berkendara.

Untuk diketahui, sejumlah mobil hybrid lain seperti Lexus RX, Hyundai Ioniq, Lexus GS, dan Kia Niro pun masuk dalam 10 besar. Sementara itu, mobil listrik seperti Nissan Leaf juga masuk dalam 20 besar.

Keith Smith, salah seorang peserta survei dari Staffordshire, Inggris, mengatakan jika Prius yang dimilikinya memberikan keuntungan tersendiri. "Daripada menghabiskan 100 paun sebulan untuk bahan bakar, mobil itu menghabiskan kurang dari 50 paun," ujarnya seperti dilansir Auto Express.

Orang mungkin berpikir ruang kabin dan bagasi mobil hybrid akan sesempit EV karena baterai. Namun, hal itu tak ditemui oleh para pemilik Prius. "Ada begitu banyak ruang tanpa harus melipat kursi belakangnya, mobil ini dapat memenuhi semua kebutuhan saya," lanjut Keith.

Satu hal lain yang juga disukainya adalah masa transisi dari mode mesin bakar internal ke mode listrik yang begitu tenang. "Tidak ada indikasi apapun, pengereman regeneratifnya juga lebih baik dari yang saya harapkan.".

Baca juga artikel terkait MOBIL HYBRID atau tulisan lainnya dari Dio Dananjaya

tirto.id - Otomotif
Penulis: Dio Dananjaya
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara