Menuju konten utama

Toleransi Bermula dari Keluarga

Pastor Gereja Santa Theresia Menteng, Jakarta, Romo Dido da Gomez menilai bahwa kunci untuk menjaga toleransi antarsesama, bermula dari keluarga dan bisa dimulai sejak dini.

Toleransi Bermula dari Keluarga
Ilustrasi. Umat Kristen menyalakan lilin ketika mengikuti misa malam Natal di Gereja Immanuel, Jakarta, Sabtu (24/12). TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Keluarga merupakan kunci penting dalam menjaga kerukunan umat beragama. Ia bisa berperan menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini bahwa perbedaan jangan sampai menjadi akar permusuhan, namun sebagai kekayaan bangsa yang harus dilestarikan.

Demikianlah salah satu pesan Pastor Gereja Santa Theresia Menteng, Jakarta, Romo Dido da Gomez saat memimpin malam misa natal. Ia menilai, bahwa kunci untuk menjaga toleransi antarsesama, bermula dari keluarga dan bisa dimulai sejak dini.

“Jadi ini pesan toleransi ini, bermula dari keluarga inti dahulu, dengan mengajarkan anak atau memberi pengertian anggota keluarga bahwa bahwa kita semua unik, berbeda, majemuk, baik agama, suku bangsa dan lainnya,” kata pastor berusia 51 tahun itu di Jakarta.

Dengan dikenalkan bahwa semua memiliki keunikan masing-masing, anggota keluarga juga harus memiliki pengertian bahwa setiap perbedaan janganlah menjadi akar permusuhan, namun menjadi kekayaan bangsa.

"Perbedaan itu tidak bisa kita hindari, kita harus menerima itu karena hal itu memang ada dan kita tidak bisa menolaknya, perbedaan itu adalah kekayaan kita," tutur Dido.

Kendati demikian, ia menilai, bermula dari keluarga juga tidak akan cukup untuk menciptakan toleransi, namun harus timbul juga perasaan untuk bisa menerima perbedaan dan keterbukaan.

"Contoh konkretnya mungkin selama ini kita mengunjungi panti-panti jompo dan panti lainnya, sekarang mungkin bisa kita kembangkan ke pesantren, sekolah Budha dan dari kelompok lainnya, dengan begitu kita akan menjadi manusia terbuka dan bisa menerima perbedaan," ucapnya.

Terkait dengan kejadian yang melanda Indonesia di akhir tahun 2016 yang diwarnai dengan ketegangan antar-kelompok, aksi-aksi intoleransi serta berbagai kejadian yang bisa membenturkan berbagai kelompok dan golongan di Indonesia, Dido mengatakan, sikap-sikap yang menjurus pada kekerasan harus dilawan, namun tidak dengan kekerasan.

"Harus kita lawan kekerasan dengan cinta kasih, keterbukaan, saling menghargai dan menerima perbedaan serta kemajemukan," ujar Pastor yang memimpin misa malam Natal 2016 di Gereja Santa Theresia, Menteng pada pukul 22.00 WIB itu.

Baca juga artikel terkait NATAL 2016

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz