Menuju konten utama

"TKDN 30 Persen Terlalu Sedikit, Idealnya 60 Persen"

Kebijakan ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk smartphone sempat mendapat protes pelaku usaha atau vendor ponsel yang memasarkan produknya di Indonesia. Upaya memaksimalkan TKDN tak hanya punya kepentingan pemerintah, tapi juga demi kepentingan konsumen.

Pakar IT Heru Sutadi

tirto.id - Munculnya kekhawatiran bahwa masyarakat tidak bisa leluasa mengakses layanan 4G karena masih ada smartphone buatan vendor terkemuka dunia yang belum memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), tampaknya sudah tidak beralasan. Faktanya, sudah ada 25 vendor ponsel pintar yang memenuhi persyaratan TKDN sebanyak 20 persen. Sebaliknya, TKDN juga dapat melindungi masyarakat.

Pengamat industri komunikasi Heru Sutadi menuturkan pandangannya kepada tirto.id terkait ketentuan TKDN terhadap produk smartphone di Indonesia. Berikut nukilan wawancaranya.

Bagaimana pendapat Anda terkait kebijakan TKDN 4G sebesar 20 persen di 2016?

Kebijakan itu sudah tepat. Kalau kita melihat dulu, ketika masih pada jaringan 3G, semua smartphone bisa masuk ke Indonesia dengan cara impor. Padahal pengguna handphone di Indonesia ini besar. Kita ini pasar yang empuk bagi perusahaan handphone.

Kalau kita ingat, pada tahun 2008 adalah masa emasnya BlackBerry. Di Indonesia penggunanya sampai 3 juta orang. Coba saja dikalikan dengan harga BlackBerry yang pada waktu itu sekitar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Berapa triliun uang yang dihasilkan oleh BlackBerry dari Indonesia? Uang itu ke mana? Dibawa pergi dari Indonesia. Dulu sempat ramai pemerintah meminta mereka bikin pabrik di sini.

Apa sebenarnya tujuan pemerintah menerapkan TKDN?

Ini adalah cara pemerintah untuk mendorong agar mereka (vendor) membuat pabrik di Indonesia. Artinya mereka harus berinvestasi. Indonesia diuntungkan karena itu akan membuka lapangan kerja.

Di sisi lain, kita juga memiliki kemampuan menyiapkan tenaga kerja dan bahan baku prabrik. Contohnya kardus handphone yang selama ini diimpor utuh sampai kemasan. Padahal untuk bikin kardus kemasan Indonesia bisa.

Ada juga banyak sarjana teknik dan IT yang juga siap mengembangkan hardware dan software. Selama ini mereka impor sehingga penyerapan tenaga kerja hanya untuk marketing. Berapa coba jumlahnya? Sedikit sekali.

Lalu pada tahun 2017 pemerintah mematok TKDN menjadi 30%?

TKDN 30 persen terlalu sedikit, idealnya 60 persen.

Apa vendor siap dengan TKDN?

Harus siap. Kalau mau jualan di Indonesia ya harus ikuti aturan. Kita tidak perlu takut. Kita ini pasar mereka kok. Tidak alasan mereka tidak siap. Masalah utamanya adalah kemauan. Sudah terbukti yang punya kemauan.

Perlu dipahami, TKDN bukan untuk mempersulit. Kalau nanti ada tudingan persaingan jadi tidak sehat, hanya perusahaan besar saja yang bisa memenuhi TKDN, ya itu salahnya sendiri. Kan tidak harus membuat pabrik sendiri, bisa kerjasama. Tidak ada alasan lagilah. Ini juga untuk melindungi warga sebagai konsumen.

Bukannya nanti konsumen dirugikan karena tidak bisa mendapat layanan 4G dari smatphone yang terganjal TKDN?

Saya yakin, handphone 4G yang masuk ke Indonesia yang tidak lolos TKDN adalah black market. Tidak ada garansi resmi. Kebanyakan garansi toko. Kalau setelah mengeluarkan uang Rp 1,5 juta untuk beli handphone black market, lalu tidak lama barang rusak, siapa yang dirugikan? Jelas konsumen yang dirugikan.

TKDN justru melindungi konsumen. Supaya semua perusahaan yang mau menjual produknya harus membuat pabrik di sini. Tentu mereka harus juga mempunyai service center resmi. Apa kalau ada barang yang rusak, kita harus kirim dulu ke Singapura untuk service? Ya nggak bisa begitu.

Ada vendor yang berbuat curang, perangkat 4G diatur menjadi 3G agar bisa masuk Indonesia?

Pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo bisa melakukan uji komponen. Kalau ada komponen 4G pada perangkat yang akan dijual tapi belum lolos TKDN, bisa direject izinnya. Kemenkominfo punya wewenang melakukan itu.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Mild report
Reporter: Kukuh Bhimo Nugroho
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti