tirto.id - Setelah kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi berlaku selama 2-3 bulan, sejumlah negara saat ini mulai melakukan pelonggaran. Indonesia termasuk negara yang memperlonggar kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi secara bertahap, mulai Juni 2020.
Pemerintah menyebut pelonggaran itu sebagai kebijakan adaptasi terhadap kenormalan yang baru atau new normal. Mulai Juni, tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, kantor, stasiun, dan tempat ibadah di sebagian daerah, termasuk Jakarta, mulai dibuka.
Namun, pemerintah tetap mengharuskan penerapan protokol kesehatan guna mencegah penularan virus corona (Covid-19) di tempat-tempat umum dan aktivitas yang melibatkan banyak orang.
Pemerintah juga meminta masyarakat terus berdisiplin menerapkan kebiasaan baru yang berguna untuk mencegah penularan virus corona, seperti memakai masker, rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, serta menjaga jarak fisik dengan orang lain minimal 1-2 meter.
"Siapa pun yang mengelola tempat umum, tempat kerja, sekolah, tempat ibadah harus melakukan dan memperhatikan aspek ini, bahkan kita berharap harus menjadi kontrol terhadap kedisiplinan masyarakat," kata Juru Bicara pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto terkait skenario new normal, pada akhir Mei lalu.
Beradaptasi dengan New normal menjadi skenario yang dipilih banyak negara dalam mempercepat penanganan Covid-19, sekaligus memulihkan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat.
Pandemi corona yang sudah melanda dunia sejak 2019 memaksa banyak orang untuk beraktivitas dengan cara yang baru. Namun, menjalani kenormalan yang baru menjadi tantangan bagi banyak orang. Sebab, banyak kebiasaan baru yang harus dilakukan demi mencegah penularan Covid-19.
Dikutip dari Antara, psikolog Intan Erlita, M.Psi menyebutkan ada lima tips yang bisa dilakukan untuk menghadapi new normal.
Pertama adalah "berdamai" dengan kondisi saat ini. Hal ini termasuk mengurangi ketakutan agar dapat bangkit dan mulai beradaptasi dengan hal-hal baru. Sikap "berdamai" dengan keadaan ini juga dapat meminimalisir perasaan negatif yang memicu ketidaknyamanan mental.
Sebagaimana dilansir laman Psychology Today, "berdamai" serta menerima keadaan atau kondisi yang baru memang bisa membawa efek transformasional.
Sederhananya, sesuatu yang dinilai negatif atau mengganggu dapat menjadi netral, atau bahkan positif, jika diterima keberadaannya dan bukan dengan menolaknya.
Kedua, Intan menyarankan masyarakat mengikuti aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Hal ini ia sampaikan agar masyarakat tetap menyadari bahwa ancaman penularan virus tetap ada.
"Kita harus tahu aturan-aturannya dari pemerintah. Misalnya boleh keluar rumah tapi harus pakai masker, hand sanitizer, jaga jarak dan jangan ngeyel karena kita harus bertarung sama yang tak kasat mata," kata Intan.
Ketiga, menjalin komunikasi dengan banyak kolega. Menurut Intan, penting untuk tetap terhubung dengan orang-orang terdekat, namun tidak secara langsung melainkan melalui daring. Komunikasi dirasa penting untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan.
"Kita diperbolehkan keluar untuk bekerja, kalau kongkow belum boleh. Tapi manusia itu makhluk sosial jadi tetap butuh berkomunikasi dengan teman, tapi dengan online," jelas Intan.
Keempat, senantiasa menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh karena kenormalan yang baru juga berarti hidup berdampingan dengan Covid-19.
Intan menyarankan agar masyarakat rutin berolahraga meskipun dengan aktivitas ringan, seperti jalan dan lari. Selain bisa meningkatkan kesehatan fisik, Intan mengatakan bahwa olahraga juga mampu memberikan pengaruh positif terhadap kondisi psikis.
"Coba deh lakuin, enggak usah tiap hari, tapi seminggu dua kali, kita nanti bisa ngerasain impact-nya buat badan kita," ujar Intan.
Kelima, tetap menghindari aktivitas tidak perlu di luar rumah, meskipun aturan pembatasan sosial dan ekonomi sudah diperlonggar.
Intan menyampaikan hal ini agar masyarakat tidak mengalami euforia dan berbondong-bondong mengunjungi mal atau tempat hiburan lainnya ketika masa New Normal dimulai. Sebab, hal itu bisa memicu kerumunan orang dan berisiko menyebabkan penularan virus corona secara masif.
"Pada masa New Normal ini, kita masih hidup berdampingan dengan virus COVID-19, jadi jangan melanggar peraturan. Karena takutnya langsung pada euforia. Saya juga menerangkan ke anak-anak bahwa ini belum lampu hijau, masih kuning," kata Intan.
- Pemkot Jogja Siapkan Protokol Baru untuk Hadapi Era New Normal
- BKN Rilis Surat Edaran Panduan Kerja Pegawai pada Masa New Normal
- Menhub Buka Opsi Subsidi Tarif Transportasi saat 'New Normal'
- Demi New Normal, Jokowi Kembali Rapat Kabinet Secara Tatap Muka
- Tips dan Panduan Bersepeda Saat Kondisi 'New Normal'
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Addi M Idhom