tirto.id - Sari, 33 tahun, sudah lama berniat investasi di pasar modal. Ia sudah membulatkan tekadnya dan mendatangi langsung kantor cabang Bank Mandiri untuk mengambil form pendaftaran reksa dana, salah satu produk investasi pasar modal.
“Namun karena banyak sekali kolom form reksadana yang harus diisi, ditambah kesibukan kerja kala itu membuat saya terpaksa menahan niat itu. Sampai pada akhirnya malah tidak jadi,” tuturnya kepada Tirto. Untuk diketahui, form yang harus diisi Sari itu antara lain seperti data pribadi, data pekerjaan, form data tambahan dan form risk profile.
Niat berinvestasi di pasar modal juga pernah dimiliki oleh Hadijah, warga asal Ciputat, Tangerang Selatan. Perempuan berumur 31 tahun ini mengaku sudah cukup tahu mengenai peluang yang ada di pasar modal. Rencananya, ia akan mengambil reksa dana.
Namun karena kondisi ekonomi global yang tidak pasti, ia menunda rencananya tersebut, dan memilih berinvestasi di emas. “Saya masuk ke emas karena itu safe haven terbaik. Apalagi kondisi saat ini agak uncertain,” jelasnya kepada Tirto.
Selain kondisi ekonomi global, ia mengaku tata cara pengajuan produk investasi pasar modal ternyata agak ribet. Meski saat ini sudah ada reksadana online, ia lebih nyaman apabila dapat tatap muka.
Imbal Hasil Pasar Modal Menarik
Jumlah investor di pasar modal Indonesia memang belum menunjukkan peningkatan yang berarti, meski pasar modal Indonesia sudah berusia 25 tahun. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor pasar modal Indonesia sampai dengan Maret 2018 mencapai 1,21 juta single investor identification (SID), naik 36 persen dari realisasi 2016 sebanyak 894.116 SID.
SID adalah kode tunggal yang diterbitkan KSEI untuk digunakan pemodal dalam melakukan transaksi efek atau layanan lainnya antara lain seperti saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, dan lain sebagainya.
Porsi investor muda menyumbang 30,30 persen dari total investor pasar modal. Sementara yang berusia 31-40 tahun menyumbang 25,05 persen, 41-50 tahun 22,57 persen, 51-60 tahun 14,45 persen, dan di atas 60 tahun sebanyak 8 persen.
Investor paling banyak dari Jawa dengan porsi sebesar 75,59 persen. Disusul, Sumatera 13,50 persen, Kalimantan 4,13 persen, dan Sulawesi 2,62 persen. Lalu, porsi dari Bali, NTT dan NTB sebanyak 2,62 persen. Sementara, Maluku dan Papua sebanyak 1 persen.
Mayoritas investor pasar modal Indonesia berasal dari kalangan dengan pendidikan S1, yakni sebesar 52,8 persen. Sementara investor dengan pendidikan SMA menyumbang 29 persen. Adapun, untuk S2 hanya menyumbang 6,3 persen.
“Kebanyakan investor juga dari kalangan pegawai swasta yakni sebesar 54,7 persen. Disusul pelajar dan pengusaha masing-masing sebanyak 17,4 persen dan 13,3 persen,” kata Friderica Widyasari Dewi, Direktur Utama KSEI kepada Tirto.
Meski tumbuh dua digit, jumlah investor Indonesia relatif kecil jika dibandingkan dengan total penduduk 258 juta orang. Diadu dengan negara tetangga, Indonesia juga kalah dengan Malaysia dan Singapura yang memiliki 2,49 juta investor dan 1,5 juta investor.
Kecilnya investor pasar modal Indonesia memang disayangkan, apalagi perkembangan pasar modal dalam negeri ini cukup menjanjikan. Dalam lima tahun terakhir, IHSG sudah tumbuh 48 persen, dari 4.453 (1 Januari 2013) menjadi 6.605 (1 Januari 2018). Rata-rata tumbuh 9,6 persen per tahun.
Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan harga emas, kinerja IHSG masih tumbuh lebih tinggi. Dalam tiga tahun terakhir, harga emas hanya tumbuh 10,25 persen dari $1.224 per troy ounce menjadi $1.349 per troy ounce. Rata-rata tumbuh 3,4 persen per tahun.
Imbal hasil dari IHSG juga masih lebih tinggi ketimbang deposito. Dalam tiga tahun terakhir, rata-rata bunga deposito dengan jangka waktu 1 tahun sebesar 6,69-7,35 persen. Jelas, imbal hasil deposito ini lebih rendah dari IHSG.
Produk turunan pasar modal, yakni reksa dana bahkan memberikan imbal hasil yang terbilang cukup tinggi. Contoh, imbal hasil reksa dana saham sepanjang tahun lalu rata-rata tumbuh di atas 20 persen.
Selain memberikan imbal hasil yang menarik, pasar modal juga memberikan manfaat lainnya yang tidak dimiliki produk investasi di luar pasar modal. Contoh, pasar modal menjadi sarana untuk menambah modal dunia usaha.
Pasar modal juga menjadi sarana meningkatkan kapasitas produksi, sarana untuk pemerataan pendapatan, sarana penciptaan lapangan kerja, hingga sarana untuk menambah pendapatan negara.
“Memang disayangkan jika jumlah investor pasar modal kita masih kecil, karena dampaknya itu tak hanya buat investor, tetapi juga terhadap dunia usaha, dan makro ekonomi kita,” kata Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital kepada Tirto.
Lantas apa yang menyebabkan jumlah investor pasar modal Indonesia lambat berkembang?
Menurut Alfred, ada dua hal yang menyebabkan cepat tidaknya pertumbuhan jumlah investor pasar modal. Pertama, kondisi makro ekonomi. Bagi sebagian masyarakat, investasi belum menjadi hal yang wajib untuk disisihkan.
Masyarakat akan berinvestasi apabila seluruh pengeluaran atau konsumsi sudah diamankan. Dengan kata lain, apabila kondisi makro ekonomi sedang tidak baik, maka kemampuan untuk berinvestasi juga bakal tergerus.
Kedua, lambatnya proses literasi mengenai pasar modal secara merata. Tidak bisa dipungkiri, pemahaman masyarakat mengenai pasar modal masih rendah, sehingga lebih memilih produk investasi konvensional, seperti deposito dan emas.
Meski begitu, 2-3 tahun terakhir ini, perkembangan jumlah investor pasar modal lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Alfred meyakini jumlah investor akan meningkat seiring dengan membaiknya ekonomi nasional ke depannya.
Untuk itu, investor dalam negeri seharusnya lebih percaya diri dengan kondisi pasar modal sendiri. Apalagi, investor asing selama ini juga konsisten menyimpan dananya di pasar modal Indonesia. Per September 2017, porsi dana asing di pasar saham sebesar 52,23 persen.
Melihat pergerakan pasar modal selama ini, bisa dibilang pasar modal memang cukup menjanjikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, itu saja tidak cukup untuk menarik masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Masyarakat juga harus diberikan kemudahan untuk dapat mengakses itu.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti