Menuju konten utama

Tim Pemantau Kasus Novel: Antara Optimisme dan Pesimisme

Komnas HAM melihat pengungkapan kasus Novel cenderung berjalan di tempat.

Tim Pemantau Kasus Novel: Antara Optimisme dan Pesimisme
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperkenalkan M Choirul Anam (kiri), Franz Magnis Suseno (kedua kiri), Ahmad Taufan Damanik (ketiga kiri), Sandrayati Moniaga (ketiga kanan), Alissa Wahid (kedua kanan) dan Bivitri Susanti (kanan) sebagai Tim Bentukan Sidang Paripurna terkait proses hukum kasus Novel Baswedan di Jakarta, Jumat (9/3/18). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/18

tirto.id - Lamanya pengungkapan kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik senior KPK Novel Baswedan membuat Komnas HAM turun tangan. Jumat (9/3), mereka membentuk tim pemantau yang bertugas mengawal proses pengungkapan kasus Novel. Anggota tim terdiri dari Ketua Komnas HAM Sandrayati (ketua), anggota Komnasham Chairul Anam, budayawan Frans Magnis Suseno, Allisa Wahid, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, dan guru besar UIN Sunan Kalijaga Abdul Munir Mulkam.

Upaya Komnas HAM mendapat apresiasi pegiat antikorupsi. Peneliti Indonesia Corruption Watch Laola Easter mengatakan berharap tim pemantau bentukan Komnas HAM bisa mempercepat pengungkapan kasus Novel.

"Harapannya begitu [kasus Novel terungkap] karena tim ini bisa dianggap lebih independen," kata Laola saat dihubungi Tirto, Ahad (11/3).

Laola mengatakan Komnas HAM berwenang memanggil dan memintai keterangan saksi. Mereka juga berwenang melakukan investigasi lapangan. Hal ini diperkuat dengan keberadaan orang-orang independen di dalamnya. "Jadi bisa dibilang harapan pengungkapan perkara novel lebih besar dengan tim Komnas HAM daripada dengan Polri," kata Laola.

Tim pemantau pengungkapan kasus Novel mengingatkan Laola pada tim gabungan pencari fakta meninggalnya aktivis HAM Munir. Ia berharap publik turut mengawal kerja tim pemantau sehingga temuan mereka dapat ditindaklanjuti apara penegak hukum. “Tinggal eksekusi proses hukumnya nanti dikembalikan ke kepolisian,” ujarnya.

Koordinator KontraS Yati Andriati juga menyambut positif pembentukan tim pemantau pengungkapan kasus Novel. Ia berharap tim ini bisa memberi rasa keadilan kepada Novel selaku korban penyiraman air keras.

"Pemantauan ini langkah baik untuk memastikan hak hak Novel untuk mendapatkan keadilan dapat dipenuhi,” katanya.

Yati optimistis tim pemantau dapat menemukan fakta-fakta yang membuat penyelesaian kasus penyerangan Novel lebih terang benderang. Dari segi yuridis Yati melihat keberadaan tim pemantau sudah sejalan dengan Pasal 89 UU No. 28/1999 tentang HAM dan UU KPK Pasal 1 ayat (3) yang menjamin peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. “Atau UU 28/1999 ayat 100 tentang peran serta masyarakat dalam pemajuan HAM mengingat dalam tim ini juga ada unsur masyarakat,” kata Yati.

Pembentukan tim pemantau pengungkapan kasus Novel merupakan momentum bagi Komnas HAM menunjukan kemampuan. Para komisioner Komnas HAM harus bisa bekerja optimal mencari pelaku penyerangan air keras ke wajah Novel. “Ini langkah penting bagi Komnas HAM periode saat ini untuk memaksimalkan kewenangannya dalam mendorong pemenuhan hak asasi masyarakat yang terlanggar hak-haknya,” ujar Yati.

Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak mengingatkan tim pemantau tidak hanya mengawasi kinerja kepolisian dalam menangani kasus Novel. Menurutnya tim harus bergerak lebih jauh dengan melakukan penyelidikan sendiri. Dahnil mengatakan pemantauan kinerja kepolisian sudah diambil alih Ombudsman. Ia berharap Komnas HAM fokus pada dugaan pelanggaran HAM yang dialami Novel.

“Inisiasi Komnas HAM saya kira bagus, tapi saya berharap komnas bukan justru melakukan pengawasan terhadap kerja polri, tapi melakukan penyelidikan, karena mereka memiliki legal standing terkait itu,” kata Dahnil.

Dahnil berharap tim pemantau menjadi pintu masuk pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). “Saya berharap Komnas HAM bisa mendorong itu bila kemudian penyelidikan oleh Komnas HAM pun tidak berhasil," kata Dahnil.

Haris Azhar, penasihat hukum Novel juga meminta tim bentukan Komnas HAM langsung fokus pada penyelidikan kasus Novel bukan sebatas pemantauan. Ia mengatakan istilah pemantauan memiliki esensi yang berbeda dengan penyelidikan. Istilah pemantau hanya cocok apabila proses pengungkapan kasus Novel terus berjalan tidak mandeg seperti sekarang. Ia mengatakan hingga sekarang kuasa hukum belum mendapat informasi siapa nama penyidik polri yang menangani kasus Novel.

Haris pesimistis tim pemantau dapat mengungkap siapa pelaku penyiram air keras ke wajah Novel. Sebab kasus Novel menurutnya tidak bisa dilepaskan dari muatan politik. “Banyak tim dibentuk tapi nggak ada hasil. Tim Poso dibentuk enggak hasil. Lima tahun terakhir ini enggak ada karyanya Komnas HAM jadi memang kalau dari situ berat,” ujar Haris.

Meski begitu ia berharap tim pemantau punya keberanian mengungkap siapa saja orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyerangan ke Novel. “Rencana kerjanya apa? cuma mantap-mantap dari koran saja, dari apa yang udah ada, kalau cuma ngulang-ngulang aja ngapain?” kata Haris.

Ketua Komnas HAM Sandrayanti enggan berspekulasi soal pembentukan TGPF. “Segala kemungkinan bisa tapi jangan disimpulkan sendiri pertanyaannya,” kata Sandra yang juga Ketua Tim Pemantau Pengungkapan Kasus Novel.

Sandra mengatakan pembentukan tim pemantau menjadi penting mengingat saat ini ada kecenderungan penyelidikan kasus Novel seperti berjalan di tempat. “Kami melihat memang ada proses terlalu lama,” kata Sandra..

Chairul Anam enggan terburu-buru menyimpulkan apa yang membuat kasus Novel tak ada kemajuan. Ia mengatakan tim akan memintai keterangan Novel. “Dari korban lah kami akan mapping (memetakan) siapa saja yang paling signifikan dan paling strategis untuk menemukan data dan bahan,” kata Anam.

Baca juga artikel terkait KASUS PENYERANGAN NOVEL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Muhammad Akbar Wijaya