tirto.id - Tim Advokasi Novel Baswedan mempertanyakan peran dan status pendamping hukum kedua terdakwa penyerangan kliennya yang berasal dari kepolisian. Perwakilan tim yang juga peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan status pendamping janggal karena terdakwa telah mempermalukan institusi Polri.
"Ketika terdakwa justru dibela Polri, proses pendampingan itu harus dipertanyakan. Atas dasar apa Polri mendampingi pelaku?" ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin (11/5/2020).
Dua penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, merupakan anggota Polri dengan pangkat Brigadir. Salah satu dari mereka yakni Ronny sempat menuding Novel sebagai pengkhianat.
Kurnia menduga pembelaan yang dilakukan oleh Polri terhadap para terdakwa akan menghambat proses hukum demi membongkar kasus penyerangan Novel. Ia khawatir akan terjadi konflik kepentingan. Oleh sebab itu Ia mendesak Kapolri Idham Azis agar menarik para pendamping hukum tersebut.
"Kapolri menjelaskan ke publik dasar pendampingan hukum terhadap dua terdakwa penyiraman terhadap Novel Baswedan dan segera menarik para pembela untuk menghindari konflik kepetingan," katanya menegaskan.
Novel Baswedan sempat kesal dengan pengacara terdakwa karena mempertanyakan apakah matanya benar-benar rusak atau "pakai soft lens" saat bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis 30 April lalu.
Novel memastikan mata kirinya benar-benar terluka dan pertanyaan tersebut merendahkan dirinya dan meragukan hasil uji klinis yang telah dilakukan para dokter. "Dan tidak ada empati juga," ujar Novel.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino