Menuju konten utama

Tim Hukum BPN Persoalkan Posisi Jokowi Sebagai Petahana

Menurut Denny, yang dilawan Prabowo-Sandi bukan hanya Jokowi-Ma'ruf sebagai kandidat calon, tetapi juga posisi Joko Widodo sebagai presiden.

Tim Hukum BPN Persoalkan Posisi Jokowi Sebagai Petahana
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana (kiri) menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Bareskirim Mabes Polri, Jakarta, Senin (27/4). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Tim Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana mengatakan, ada ketidaksetaraan kesempatan antara kontestan paslon nomor 01 dan paslon nomor 02 dalam pertarungan Pilpres 2019.

Pasalnya, Denny mengatakan, yang dihadapi Prabowo-Sandi bukan hanya Jokowi-Ma'ruf sebagai kandidat calon, tetapi juga posisi Joko Widodo sebagai presiden.

Hal itu disampaikan Denny saat sidang perdana sengketa Pilpres 2019 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat, (14/6/2019).

"Dalam praktiknya, terjadi penyimpangan secara mendasar karena yang dihadapi paslon 02 bukan hanya Joko Widodo sebagai capres palson 01, tapi pada kenyataannya adalah Joko Widodo sebagai presiden petahana dengan segala fasilitas negara yang melekat kepadanya," ujar Denny dalam keterangan tertulis.

Oleh karenanya, kata Denny, posisi petahana itu memberikan keuntungan bagi Jokowi sehingga berpengaruh terhadap posisi penantang Pilpres, yakni Prabowo-Sandi.

"Penyalahagunaan sumber daya negara ini mencakup seperti penggunaan telepon, kendaraan, serta akses ke sumber daya manusia contohnya pegawai negeri sipil dan pejabat lainnya di kementerian," terangnya.

Padahal, kata Denny, prinsip keadilan pemilu tersebut sudah diadopsi dalam Undang Undang Dasar 1945 khususnya Bab 7b tentang pemilihan umum yang menegaskan azas Langsung Umum Bebas dan Rahasia.

"Yang artinya tidak boleh sedikit pun mentoleransi sedikit pun penyimpangan pemilu. Setiap pemilu dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama. Serta bebas dari kecurangan pihak mana pun," kata mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut.

Untuk itu, Denny mengimbau kepada Mahkamah Konstitusi yang menangani proses sengketa ini harus berwenang menilai keseluruhan proses agar pemilu berjalan sesuai aturan pemilu serta tidak curang.

Di sisi lain, Ketua Tim Hukum Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyatakan akan menolak keputusan hakim konstitusi jika gugatan Prabowo-Sandiaga yang diterima adalah gugatan perbaikan yang dimasukkan pada 10 Juni 2019.

Pasalnya, menurut Yusril, sesuai undang-undang menyatakan bahwa tidak ada perbaikan dalam gugatan pilpres.

"Tentu kami akan menolak itu. Oleh karena berdasarkan peraturan-peraturan yang dibuat MK sendiri. Itu terhadap permohonan sengketa Pilpres itu tidak boleh ada perubahan. Kecuali perubahan-perubahan typo atau yang tidak substansial," katanya saat istirahat sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Yusril mengingatkan, gugatan Prabowo-Sandiaga sebelumnya hanya 37 halaman. Akan tetapi, gugatan yang dibacakan berisi 146 halaman. Kemudian, petitum yang diminta bertambah dari 5 menjadi 15 poin. Hal itu dianggap bukan lagi perbaikan minor dalam gugatan.

"Menurut kami bukan perbaikan, tapi sudah permohonan baru sama sekali," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019

tirto.id - Politik
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH