Menuju konten utama

"Tidak Usah Alergi dengan Investasi Cina"

Derasnya investasi dan utang cari Cina ke  Indonesia ada yang menganggapnya sebuah hal negatif. Namun ada pihak yang menilai agresifnya Cina di era pemerintahan Jokowi tak perlu direspons dengan alergi.

Hermawan Kartajaya. [Foto/Doc. MarkPlus&Co]

tirto.id - Hermawan Kartajaya dikenal sebagai pakar di dunia marketing. Belakangan kabarnya, Founder & Executive Chairman of MarkPlus, Inc ini cukup dekat dengan lingkungan Istana Kepresidenan. Bagaimana pendapatnya tentang pemerintahan Presiden Jokowi yang lebih condong ke Cina?

Bagaimana dengan makin derasnya arus investasi yang masuk dari negeri Cina? “Pak Jokowi tubruk kiri-tubruk kanan, demi keyakinan sebanyak mungkin pembangunan bisa terlaksana,” kata Hermawan kepada tirto.id, pada Rabu (22/6/2016).

Bagaimana Anda melihat pembangunan infrastruktur yang dikebut Presiden Jokowi?

Saya melihat ada ketertinggalan Indonesia dalam bidang infrastruktur. Saya juga melihat pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi on the right track, karena mau tidak mau pemerintah harus mengejarnya. Kalau pemerintah terus maju-mundur dalam membangun infrastruktur, kita akan stagnan dan tertinggal oleh negara lain.

Untuk jangka panjang, pembangunan infrastuktur yang saat ini digenjot akan bagus. Sebab tanpa adanya infrastruktur yang memadai, bicara apapun akan ngawur. Selain itu, pembangunan infrastruktur ada dua macam, ada offline dan online. Offline misalnya pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan sebagainya. Ada juga pembangunan online seperti internet 4G. Semua dikebut.

Data menunjukkan bahwa saat ini proyek-proyek investasi didominasi oleh investor-investor dari Cina?

Saya tidak punya data yang lengkap. Tapi saya melihat, investor Cina lebih agresif dan tidak banyak pertimbangan seperti kebanyakan investor lainnya. Kebanyakan selalu menghitung untung-rugi dalam membangun infrastruktur. Mereka (investor Cina) tidak seperti itu. Apalagi mereka juga didorong oleh kondisi domestik dalam negerinya yang sudah terlalu banyak infrastruktur. Artinya, pembangunan infrastruktur sudah selesai dan tidak ada tempat lagi. Padahal investor Cina masih banyak uang, sehingga mereka membangun infrastruktur di luar negeri seperti Indonesia.

Apa karena mereka memiliki cash money yang besar sehingga Jokowi memilih China?

Dari internal mereka sendiri, pembangunan infrastruktur sudah kebanyakan dan penuh. Jadi mereka alihkan dananya ke luar (Indonesia). Infrastruktur di negara Cina sudah lengkap, sehingga mereka tidak tahu mau membangun apa lagi. Berbeda halnya dengan Indonesia. Sebab itu mereka (Cina) membangun infrastruktur di luar negeri.

Apakah ada dampak, jika investor China mendominasi pembangunan infrastruktur di Indonesia?

Saya melihat pemerintahan Jokowi saat ini bisa menyeimbangkan investor-investor yang masuk ke Indonesia. Akan tetapi secara keseluruhan, investasi Cina ke Indonesia masih relatif kecil. Jadi kalau umpamanya sekarang investor Cina banyak yang masuk, sepertinya untuk mengimbangi investor-investor yang ada selama ini. Banyaknya investor masuk merupakan sesuatu yang wajar sepanjang memenuhi aturan hukumnya.

Jadi saya melihat, investasi Cina masih kecil. Tidak berlebihan. Mungkin sekarang ini terasa tiba-tiba lebih banyak dibandingkan dengan dulu. Tapi tidak usah alergi dengan hal itu. Asal syarat pembangunan memenuhi aturan hukum, maka dari manapun investasi akan diterima di Indonesia karena kita sedang membutuhkan.

Bagaimana pemerintah menjaga hubungan dengan anggota Trans-Pacific Partnership (TPP) pimpinan AS, ketika pembangunan infrastruktur Indonesia lebih condong ke Cina?

TPP itu masih lama. Amerika Serikat (AS) sendiri sebagai inisiator, masih harus mendapat persetujuan Kongres AS. Masih jauh karena belum mendapat persetujuan dari kongres. Sejauh ini baru kesepakatan di antara negara-negara pendiri TPP saja.

Memang, Jokowi sebagai presiden mau memberi keseimbangan. Kepada AS kita nyatakan berminat, tapi masih mempertimbangan untuk masuk TPP. Banyak resiko jika masuk TPP. Misalnya, UMR harus sama dengan AS. Kalau Indonesia dipaksa seperti itu, maka bisa mati perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kalau di Singapura, mereka mungkin standarnya sudah lebih bagus dibandingkan kita.

Apakah tarik-ulur ini merupakan stratgei Presiden Jokowi untuk tetap berada di tengah antara blok AS dan China?

Soal mau ikut TPP kan sudah dibiang tidak ada masalah. Hanya memang kapan bergabungnya kita tidak tahu. Persiapan untuk bergabung menjadi penting. Kita harus melihat ekonomi Indonesia kuat atau tidak. Itu harus menjadi pertimbangan. Memang kita juga tergabung dalam Asian Infrastructure Investment Bank (Pimpinan Cina).

Kira-kira seperti apa nantinya kebijakan Presiden Jokowi terkait TPP?

Wah kurang tahu saya. Toh pemerintah AS juga belum mendapat restu dari Kongresnya. Saya kira masih jauh untuk bergabung. Mungkin 10 tahun atau bahkan menghabiskan dua periode pemerintahan Jokowi, belum tentu juga masuk TPP.

Dalam lima tahun ke depan, ada 225 proyek strategis nasional yang akan diselesaikan pemerintahan Jokowi. Menurut penilaian Anda, berapa persen yang bakal terealisasi?

Enggak tahu. Tapi memang banyak halangan dalam pembangunan infrastruktur, seperti masalah pembebasan tanah. Atau belum sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah soal siapa yang mau membiayai pembangunan. Jadi macam-macam faktornya.

Namun, kemauan pemerintah tetap harus kita hargai. Pak Jokowi tubruk kiri-tubruk kanan, demi keyakinan sebanyak mungkin pembangunan bisa terlaksana. Seseorang yang latar belakangnya pengusaha seperti Jokowi, pasti punya target yang jelas. Target itu sesuatu hal yang sulit dicapai tetapi tetap rasional. Kalau pengusaha tidak memiliki target, cuma lihat situasi terus, ya repot.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA - ARTA atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti