Menuju konten utama

The Book of Boba Fett: Kelahiran Kembali Sang Pemburu Bayaran

Sosok sang pemburu bayaran bertransformasi dalam serial baru The Book of Boba Fett. Penebusan bagi akhir konyolnya di kanon Star Wars.

The Book of Boba Fett: Kelahiran Kembali Sang Pemburu Bayaran
Poster Film The Book of Boba Fett. FOTO/Disney+ Hotstar

tirto.id - Ke mana gerangan Boba Fett sang pemburu bayaran paling disegani di antero galaksi di semesta Star Wars itu? Apakah dia berakhir begitu saja tatkala Han Solo membuatnya melayang menuju Great Pit of Carkoon yang dihuni Sarlacc—makhluk gurun pemangsa bertentakel?

Boba Fett masih hadir dalam komik dan cerita pendek sempalan dari kanon Star Wars, mulai dari serial animasi The Clone Wars sampai antologi anime Visions. Namun, Boba Fett tak pernah muncul lagi dalam lini masa Star Wars sejak Return of the Jedi (1983). Belakangan, sosok sang pemburu bayaran tampaknya telah tergantikan oleh hadirnya Din Djarin, seorang Mandalorian lain yang lebih muda pula lebih berkilau.

Tiada kematian yang abadi dalam kisah komik, terlebih untuk salah satu karakter paling digemari. Setelah puluhan tahun, Boba Fett akhirnya kembali dalam The Mandalorian dengan keahlian bertempur baru dan penampilan berbeda. Itu juga menjadi gerbang pembuka bagi kisah Boba dalam serial TV-nya sendiri: The Book of Boba Fett.

Serial The Book of Boba Fett berstatus sebagai spin-off dari The Mandalorian. Keduanya pun dikreasi oleh orang yang sama, yaitu Jon Favreau. Sebagai catatan, The Mandalorian telah meraih banyak puji dari khalayak dan fan sebagai seri yang mengusung spirit Star Wars yang autentik. Dengan arahan para sutradara macam Robert Rodriguez, Dave Filoni, dan Bryce Dallas Howard, serial soal Boba Fett pun diekspektasikan bakal memancarkan efek serupa.

Aktor asal Selandia Baru Temuera Morrison (61 tahun) yang telah memerankan baik Boba maupun Jango Fett dalam sederet judul ditunjuk untuk memerankan sekaligus mempertahankan legasi sang pemburu bayaran. Morisson didampingi Ming-Na Wen (58) yang memerankan Fennec Shand. Keduanya berlaku sebagai duo generasi boomers yang menjadi wajah seri ini.

Adegan yang menghadirkan Boba dalam after credit The Mandalorian pun menimbulkan antisipasi akan penggambaran dalam serialnya sendiri. Jika Din Djarin dikisahkan bak koboi di Tatooine, lalu bagaimana dengan Boba Fett? Akankah kisahnya bakal seperti cerita-cerita bos gangster?

Kembali dari Kematian dengan Motif Baru

Berkat zirah beskar dan keterampilannya, Boba Fett selamat dari sistem pencernaan Sarclacc. Dia lantas menggantikan Bib Fortuna sebagai daimyo (semacam tuan feodal) di Mos Espa, Tatooine. Boba tak hendak berlaku macam daimyo terdahulu seperti Jabba The Hutt yang memerintah dengan teror, melainkan ingin memimpin dengan respek.

Perjalanan Boba mencapai kursi penguasa Mos Espa disampaikan via mimpi kala dia rutin memulihkan fisiknya dalam bacta tank. Dari sinilah, titik-titik terhubung seiring dengan perkembangan karakter Boba Fett. Kini, dia bukan semata bounty hunter bersenjata senapan plasma, roket, dan jetpack.

Perjalanan Boba bersama salah satu suku Tusken Raider di gurunTatooine bisa dikatakan salah satu sekuens paling nikmat dalam serial ini. Temuera Morrison memberi warna orang Māori dalam karakterisasi Boba Fett. Ciri pribumi Polynesia itu juga hadir entah dalam wujud aksen, gaya bertarung, dan mungkin inspirasi untuk tarian inisiasi orang-orang Tusken.

Lebih lanjut, serial ini juga menggambarkan para Tusken Raider secara lebih manusiawi. Jika selama ini mereka kerap digambarkan sebagai suku tak beradab dan menjadi musuh bagi para protagonis, kali ini para pribumi gurun Tatooine itu digambarkan tak ubahnya warga adat yang hanya ingin hidup tenang di tanah mereka.

Sosok Boba sendiri juga dibuat lebih manusiawi. Dia digambarkan perhatian pada orang-orang Tusken dan bahkan meneteskan air mata. Saya mengharapkan durasi yang lebih panjang atau penggambaran yang lebih rinci dalam upacara penghormatan Boba terhadap warga gurun yang berpulang. Karena bagaimana pun, karakter utama kita ini turut andil dalam peristiwa tewasnya orang-orang Tusken itu.

Narasi tersebut menambah motif Boba selaku daimyo. Selain berpihak kepada yang lemah, dia juga membalaskan kematian para penyelamatnya. Backstory kembalinya Boba Fett dari kematian juga berarti membagi seri ini ke dalam beberapa bagian utama. Porsi tersisa tentu untuk melihat kinerjanya mengatasi konflik sebagai crime lord.

Menyaksikan Boba berkeliling kota untuk menjalin relasi atau memantau dan mendengar keluhan warga atau pebisnis saja sebetulnya sudah menjadi tontonan menarik. Tapi, hey, ini kisah seorang Boba Fett yang terkenal badass! Apalah artinya jika tak disertai konflik yang membuatnya harus menyelesaikan masalah dengan tangan dan persenjataan sendiri.

Transformasi dan Membangun Pasukan

Vakumnya kekuasaan tentu tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Usai melengserkan Bib Fortuna, sulit untuk melihat Boba Fett mengontrol Mos Espa tanpa skuad yang cukup mumpuni.

Orang-orang yang bakal membantunya lantas dipencarkan ke dalam cerita lantaran perang bakal segera terjadi. Salah satu penggalan mimpi Boba mengisahkan bagaimana dia bertemu sang sekondan, Fennec. Pada rangkaian yang sama juga dijelaskan pergeseran motif yang dialami keduanya: keletihan menjadi bounty hunter dan assassin. Karena tak banyak pilihan karier yang tersedia, keduanya pun sepakat mengincar posisi di kelas penguasa yang lazimnya jadi penyewa jasa-jasa mereka di masa lampau.

Sementara itu, sosok Wookiee berambut hitam bernama Krrsantan dapat kita bayangkan cepat atau lambat bakal dipekerjakan usai diserahkan (dengan cara yang agak janggal) oleh si kembar Hutt. Demikian pula dengan The Mods, geng motor cyborg pengangguran, yang bahkan direkrut secara lebih singkat lagi berkat kata kunci “pengangguran”.

Perkara sejumlah aspek yang ditampilkan kelewat singkat, sebetulnya telah terasa sejak Boba dan Tusken Raider menaklukkan konvoi kereta Pyke Syndicate. Saat itu, usai aksi pembajakan yang menegangkan, kereta terguling dan serta-merta seluruh awak sindikat berhasil dikontrol. Ketergesaan macam itu agaknya memang disengaja untuk mempersingkat durasi.

Setelah mendapat pendukung-pendukung yang mumpuni, Boba lantas menjalin relasi dengan orang-orang berpengaruh di Mos Espa—sebagaimana yang bisa kita harapkan dari kisah khas bos gangster. Bagian ini sekaligus menjadi panggung aksi untuk Din Djarin. Dia mengisi nyaris dua episode penuh dengan kelanjutan kisahnya usah berpisah dari "Baby Yoda" alias Grogu.

Perpisahan antara Din Djarin dan Grogu dalam serial The Mandalorian seakan masih kurang cukup mematahkan hati penonton dan mesti pula dihadirkan ke sini—kendati pada akhirnya terselesaikan. Begitu pula keterkaitan keduanya dengan Luke Skywalker dan mistisisme Jedi. Bagaimana pun, dua "episode The Mandalorian" yang diselipkan ke dalam The Book of Boba Fett turut menjadi pemikat yang kuat—atau malah lebih baik dari sebagian episode seri ini sendiri.

Cerita lantas melaju ke arah kerja-kerja penebusan bagi Boba Fett. Kerja sama antara korporat dan birokrat di Mos Espa yang menyisakan lara bagi warga miskin perlu dihentikan. Perang tak terhindarkan dan para gotra mengkhianati gentleman agreement mereka. Dengan build up yang telah disebar dan disusun dengan cukup rapi, perang pun menjadi tak begitu mengejutkan lantaran penonton sangat mungkin telah menanti partisipasi Grogu, Rancor, dan warga Freetown—tinggal menunggu perannya masing-masing.

Tembakan plasma beterbangan dan diselingi sedikit humor kala pasukan Boba melibas kroni-kroni sindikat. Cad Bane yang diperkirakan menjadi musuh yang menyulitkan berhasil ditangani dengan cepat berkat keahlian baru Boba menggunakan gaffi stick. Kemunculan sosok sang pemburu bayaran juga menjadi penegas bahwa Boba yang kini tetap Boba yang dulu. Dia melunak seiring usia dan menyadarinya, tapi kisahnya tak akan berhenti di kursi kekuasaan. Boba Fett masih seorang killer dan masih bakal cukup banyak aksi.

Infografik Misbar The Book of Boba Fett

Infografik Misbar The Book of Boba Fett. tirto.id/Fuad

Masa Depan Boba Fett

Selain beberapa bagian yang rasanya bisa digambarkan lebih rinci, kekurangan The Book of Boba Fett bisa jadi soal keterkaitan mendalamnya dengan The Mandalorian. Itu terlihat, misalnya, dari munculnya ruang khusus untuk kelanjutan krusial kisah Din Djarin dan Grogu. Kita bisa menerka bahwa itu tentulah siasat para showrunners agar para penonton mengikuti seluruh judul yang terkait satu sama lain.

Dari segi produksi, The Book of Boba Fett sudah cukup memuaskan. Saya sendiri menikmati concept art pada setiap akhir episode seiring lantunan lagu tema Boba Fett diputar. Transformasi seorang Boba juga seolah tercermin dalam komposisi garapan Ludwig Göransson, yang pada episode final berubah menjadi chant yang meneriakkan nama sang bounty hunter.

Pada akhirnya, tak hanya Boba Fett yang melakukan penebusan, tapi juga serialnya sendiri. Serial ini cukup berhasil membuat Boba Fett tetap keren, walaupun dia dikira mati konyol di film orisinalnya dulu.

Lantas, akankah di musim berikutnya Boba bakal menjelma jadi Vito Corleone-nya Star Wars di tengah intrik politik antargalaksi? Ataukah dia bakal tetap dalam wujudnya kini, drama gangster semi-space western?

Terlepas dari berbagai ekspektasi, duo Boba-Fennec jelas layak dinantikan kiprahnya. Bagi para fan yang jumlahnya tak sedikit, The Book of Boba Fett menutup lubang yang lama menganga. Sebagian dari mereka mungkin tak bisa menerima Boba Fett yang tak lagi terasa misterius atau irit bicara. Tapi, satu hal yang pasti: kita tak lagi melulu membicarakan sang jagoan dalam kaidah past tense. Dan ketimbang berekspektasi muluk, akan lebih baik bila para fan mencoba menerima Boba Fett dengan segala transformasinya hingga menjelma karakter baru yang utuh.

Baca juga artikel terkait STAR WARS atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi