Menuju konten utama

Terus Diingatkan Megawati, Kader PDIP Masih Kena Kasus Korupsi

Berkali-kali Megawati Soekarnoputri mengimbau kadernya untuk tak korupsi, berkali-kali pula kadernya terseret kasus korupsi.

Terus Diingatkan Megawati, Kader PDIP Masih Kena Kasus Korupsi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Joko Widodo usai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I di Jakarta, Jumat (10/1/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

tirto.id - "Jangan hitung untung-rugi bagi kerja politik. Jangan cari keuntungan pribadi atau kelompok dari tugas ideologis ini..."

Petikan pidato Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dalam peringatan HUT ke-47 partainya Jumat (10/1/2020) lalu itu terdengar ironis. Sebab, nama sejumlah kader partainya tengah terseret dalam kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Harun Masiku, calon legislator (Caleg) PDIP Dapil Sumatera Selatan I, kini berstatus tersangka dan masih jadi buron Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia diduga memberikan Rp850 juta kepada Wahyu untuk memuluskan rencana pergantian antar waktu (PAW) Nazarudin Kiemas, Caleg peraih suara terbanyak yang meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan.

Padahal, menurut aturan Undang-Undang, yang seharusnya menggantikan Nazarudin adalah Riezky Aprilia yang meraih suara terbanyak kedua di Dapil tersebut.

Meski demikian, kasus korupsi yang melibatkan kader banteng bukan kali ini saja terjadi. Setidaknya, sepanjang masa kerja DPR RI periode 2014-2019, ada tiga orang kader PDIP yang tersangkut kasus korupsi.

Pertama adalah mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanto Wisnu Putranti, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan karena kasus suap proyek Kementerian PUPR.

Kedua, anggota DPR RI Ardiansyah yang dicokok KPK pada 9 April 2015 karena ikut terlibat dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Mitra Maju Sukses. Ketiga, adalah mantan anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Dhamantra yang terlibat kasus suap pengurusan izin impor bawang putih.

Penangkapan yang dilakukan dua orang terakhir dilakukan saat PDIP tengah menggelar Kongres pada 2015 dan 2019—tak jauh berbeda dengan kasus Harun jelang Rakernas I 2020.

Di aras kepala daerah, kader PDIP yang tersandung kasus korup lebih banyak lagi. Dari data yang dihimpun Tirto, setidaknya ada 10 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dari partai banteng.

Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman, misalnya, terkena kasus dugaan suap sebesar Rp298 juta terkait jual beli jabatan di pemerintahannya pada Oktober 2017.

Lalu ada Pangonal Harahap, Bupati Labuhanbatu, yang diduga terkena suap terkait proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.

Ada pula Supian Hadi, Bupati Kotawaringin Timur yang diduga menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) meski tiga perusahaan yang diterbitkan belum melengkapi persyaratan yang seharusnya.

Harus Kooperatif dengan KPK

Tentu, bukan sekali-dua kali Megawati mengingatkan kadernya untuk menghindari tindakan-tindakan korupsi. Hal ini bisa dipahami sebab kepercayaan masyarakat terhadap partai yang telah memenangkan dua kali Pemilu itu bisa dengan mudah tergerus oleh isu korupsi.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai untuk merespons kasus yang menyangkut Harun Masiku, PDIP harus bisa kooperatif dengan KPK.

Hal tersebut semata-mata agar mengembalikan lagi kepercayaan publik terhadap partai banteng. Salah satu caranya dengan meminta kadernya yang telah menjadi tersangka, Harun Masiku, untuk menyerahkan diri.

"PDIP mesti kooperatif dalam penanganan kasus [suap komisioner KPU] ini. Ini penting untuk menjaga pengembalian kepercayaan publik kepada institusi demokrasi. Termasuk juga meminta kadernya yang sudah jadi tersangka KPK untuk menyerahkan diri," kata Fadli saat dihubungi wartawan Tirto, Sabtu (11/1/2020) siang.

Tak hanya itu, Fadli menilai PDIP harus berbenah diri dalam kaderisasi di internal. Ini semata untuk membuktikan kalau PDIP memang anti dengan korupsi.

"Kedepan sistem kaderisasi dan rekrutmen politik harus diperbaiki. Termasuk menyusun standar etik dan perilaku kader partai," imbuhnya.

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, juga menilai hal serupa. Sebagai salah satu partai oposisi, ia mempertanyakan komitmen PDIP terhadap isu korupsi.

"PDIP memang saat ini tercatat sebagai partai yang kadernya paling banyak ditangkap KPK karena korupsi, makanya kita jadi bertanya-tanya sebetulnya partai ini anti korupsi atau justru menjadi partai yang menghasilkan koruptor?" kata Ferdinand saat diwawancarai terpisah.

Ia menilai, upaya kooperatif terhadap KPK harus dilakukan oleh PDIP meski ada kadernya yang tersangkut kasus korupsi. Hal ini perlu dilakukan agar imbauan Mega terhadap korupsi tak hanya berakhir retorika.

"Untuk kasus OTT PAW Harun kader PDIP, kami hanya bisa sarankan agar PDIP menyerahkan kadernya yang dicari KPK dan juga mengantarkan Hasto ke KPK untuk memberi klarifikasi tentang informasi yang beredar bahwa sumber dana suap PAW itu dari Hasto. Supaya pidato Bu Mega tidak jadi retorika semata," katanya.

Apalagi, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berjanji bahwa partainya akan berkomitmen mentaati proses hukum dan menegaskan komitmen untuk tidak mentolelir tindakan korupsi.

"Sejak awal sikap PDIP sangat tegas, kami tidak komproni terhadap berbagai tindak pidana korupsi. Itu adalah kejahatan kemanusiaan. Partai terus melakukan edukasi. Partai memberikan sanksi yang berat," demikian ucap Hasto Kamis lalu.

Baca juga artikel terkait OTT KOMISIONER KPU atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Hendra Friana