tirto.id - Luasan terumbu karang Raja Ampat, Papua, yang rusak akibat kapal pesiar MV Caledonian Sky kandas pada 4 Maret 2017 lalu, ternyata seluas 22.060 meter persegi.
Perhitungan itu sudah disepakati oleh tim perwakilan pemerintah Indonesia dan pihak asuransi kapal P&I Club pada Minggu kemarin.
"Tim pemerintah dan tim asuransi sepakat bahwa luas wilayah survei adalah 22.060 meter persegi. Luasan ini rata-rata ada di kedalaman 3-6 meter," kata Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim, Kemenko Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno di Jakarta, pada Senin petang (12/3/2017) seperti dilansir Antara.
Havas menuturkan, luasan wilayah terumbu karang yang rusak itu disurvei dalam sembilan kategori transect atau kadar kerusakan. Survei dilakukan dengan metode sistem fotografi. Metode penentuan wilayah survei didasarkan atas kajian tim Institut Pertanian Bogor (IPB).
"Sampai hari ini baru tujuh transect yang selesai disurvei bersama karena ombak deras. Dua lainnya dilakukan besok (21 Maret 2017). Setelah selesai bersama, kami akan verifikasi luas wilayah kerusakan lagi," kata Havas.
Dia juga menuturkan, pada saat yang sama, tim penegakam hukum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga turun untuk melakukan investigasi mengenai kemungkinan tuntutan pidana yang bisa diajukan ke pemilik atau pengoperasi kapal pesiar MV Caledonian Sky.
Sementara tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta ahli terumbu karang dari Institut Teknologi Bandung (ITB) juga turun untuk melakukan kajian dampak sosial ekonomi atas insiden tersebut.
"Kami harap dalam waktu yang tidak lama lagi, semua transect selesai, lalu kita bisa lakukan penilaian kerusakan (dampak lebih luas)," kata Havas.
Insiden ini bermula ketika kapal pesiar Caledonian Sky, yang dinahkodai oleh Kapten Keith Michael Taylor, kandas di perairan Raja Ampat pada 4 Maret 2017 lalu. Akibat proses pergerakan kapal untuk meninggalkan perairan Raja Ampat itu terumbu karang yang langka di sana mengalami kerusakan.
Selain akan meminta ganti rugi, pemerintah berniat menuntut tanggung jawab kapten kapal yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Terlebih sang kapten diketahui pernah melakukan pelanggaran di perairan Indonesia, tepatnya di Kuala Tanjung (Sumatera Utara) di mana ia menyandarkan kapal tak sesuai aturan.
Pemerintah mempertimbangkan tuntutan pidana sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk pertanggungjawaban sang kapten kapal.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom