Menuju konten utama

Teror ke Penolak Omnibus Cilaka: Adu Domba & Rusak Hak Berpendapat

Demonstrasi ke kantor KASBI--serikat yang menolak RUU Cilaka--adalah bentuk teror dan adu domba.

Teror ke Penolak Omnibus Cilaka: Adu Domba & Rusak Hak Berpendapat
Massa buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) melakukan aksi di Jl. H. Agus Salim menuju Istana Negara, Jakarta, Senin (30/10/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kantor Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) di Jakarta Timur mendadak ramai didatangi massa tak dikenal, Senin (17/2/2020) pagi sekitar pukul 10.30. "Kemudian bakar ban depan sekretariat," ujar Ketua Umum KASBI Nining Elitos kepada reporter Tirto.

Nining tak tahu mereka berasal dari mana. Yang jelas, menurut anggotanya yang ada di lokasi, massa berjumlah 15 orang berusia remaja dan 4 orang yang tampangnya lebih dewasa.

Massa juga membawa serta spanduk bertuliskan 'Tolak Kepentingan Asing' serta berteriak-teriak jargon yang mengidentifikasi mereka pendukung omnibus law. Nama Nining juga disebut-sebut sebagai provokator.

"Kami menduga [didemo] ada kaitannya dengan apa yang sedang kami perjuangkan hari ini," katanya.

KASBI merupakan salah satu serikat buruh yang menentang keras omnibus law terutama RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cipta Lapangan kerja alias Cilaka). Selain masalah substansi pasal per pasal yang dianggap merugikan kelas pekerja, mereka juga menolak peraturan ini karena tak pernah dilibatkan dari awal pembahasan.

Nining bahkan pernah menyatakan protes terbuka di hadapan pejabat Kemnaker dalam sebuah rapat bertajuk "konsultasi publik." Saat itu ia merasa rapat sebatas formalitas.

Merusak Demokrasi

Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo menegaskan bahwa demonstrasi orang tak dikenal ke KASBI adalah bentuk "teror dan intimidasi." "Serta serangan langsung terhadap demokrasi," katanya kepada reporter Tirto, Selasa (18/2/2020) kemarin.

Ikhsan mengatakan aksi kelompok tersebut tak bisa dibiarkan atas nama demokrasi karena mereka sendiri mengancam atau setidak-tidaknya menghalangi hak konstitusional orang lain.

Ia lantas meminta polisi bertindak terutama terhadap aktor intelektual di balik aksi itu. Ia percaya massa tersebut ada yang menggerakkan untuk menciptakan konflik horizontal di antara masyarakat. Menurutnya, mengamankan aktor intelektual aksi itu juga penting agar ada kepastian "bagi masyarakat yang ingin menyuarakan pendapat."

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah juga menilai serupa, bahwa demo dan aksi bakar ban itu mencederai demokrasi "karena berusaha menghalang-halangi hak warga berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, termasuk dengan omnibus law yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak."

Ia juga meminta polisi bertindak. "Di sini diuji kesungguhan polisi. Masak yang seperti ini tidak bisa diungkap?" katanya.

Jatam, seperti KASBI dan Sindikasi, juga menolak RUU Cilaka. Dari aspek lingkungan, Merah mengatakan peraturan ini hanya akan mempercepat Indonesia memasuki fase kehancuran. "Semua yang dibahas parlemen dan pemerintah ini mencelakakan rakyat dan lingkungan," tegas Merah.

Merah lantas menyerukan "pemogokan dan tindakan sipil serentak" untuk menggagalkan peraturan ini.

KASBI hanya satu dari sekian banyak serikat buruh yang menolak RUU Cilaka. Mereka saat ini tergabung dalam aliansi bernama Gerakan Buruh untuk Rakyat atau Gebrak.

Kelompok-kelompok penekan ini sempat disinggung khusus oleh Presiden Joko Widodo pada awal Januari lalu.

Saat itu ia memerintahkan "terutama Kapolri, Kepala BIN, Jaksa Agung, dan seluruh kementerian terkait komunikasi" melakukan pendekatan kepada organisasi masyarakat agar tidak menolak RUU Cilaka. Menurutnya ini penting karena ada tenggat waktu yang harus dipatuhi. yaitu "sebelum 100 hari kerja."

Baca juga artikel terkait RUU CILAKA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino