tirto.id - Putusan sidang kasus kriminalisasi dakwaan penculikan terhadap Dokter Rica Tri Handayani yang berkaitan dengan organisasi Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) dibacakan Kamis, (29/9/2016). Agenda Putusan Sidang Perkara Pidana No. 261/Pid. B/2016/PN.Slmn. dengan terdakwa Eko Purnomo dan Veni Orinanda tersebut memutuskan Eko dihukum dua tahun penjara, sedangkan Veni satu tahun penjara. Keputusan ini lebih ringan dari yang diajukan oleh jaksa penuntut umum sebelumnya yakni tujuh tahun penjara.
Keduanya dijerat Pasal 332 KUHP tentang kasus penculikan, yang menurut hakim pembela terdakwa putusan tersebut tidak adil untuk kliennya. “Vonis ini terlalu berat, jangankan satu atau dua tahun, sebulan pun ini berat, percobaan pun juga berat,” kata Jeremias Lemek pengacara terdakwa di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, Kamis (29/9/2016).
Tim Kuasa Hukum Eko dan Veni menerangkan bahwa tuntutan jaksa penuntut umum yakni Pasal 332 sudah dikesampingkan. Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 332 dan 328, namun setelah proses kesaksian berlansung, maka pasal 332 pun dikesampingkan dan tersisalah Pasal 328 tentang penculikan.
“Dalam tempo tujuh hari, klien saya akan mempertimbangkan mau banding atau tidak,” katanya.
Ia pun menerangkan gerakan Gafatar yang secara struktur organisasi tersebut sudah bubar sejak Agustus 2015 lalu programnya masih dijalankan oleh eks Gafatar.
Berdasarkan catatan sidang sebelumnya, seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara
Pengadilan Negeri Sleman, Selasa, (30/8/2016) disebutkan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, yang dilakukan secara bersama-sama melanggar pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kami yang pertama.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh