tirto.id - Era teknologi informasi saat ini sudah semakin berkembang. Dari sisi dunia usaha, teknologi informasi membuka peluang yang menguntungkan, tetapi di sisi lain tidak sedikit yang justru mendapatkan efek negatif atau biasa disebut dengan disrupsi.
Dari sekian banyak inovasi dari teknologi informasi yang membuat was-was dunia usaha, Blockchain adalah salah satunya. Blockchain memungkinkan suatu transaksi, tidak lagi membutuhkan pihak ketiga atau perantara.
Contohnya ketika melakukan transfer uang, Tuan A mengirimkan uang ke Tuan B senilai Rp1 juta melalui internet banking. Sekilas, transfer yang dilakukan Tuan A kepada Tuan B tersebut tanpa perantara.
Namun sebenarnya, transfer yang dilakukan Tuan A itu, sudah terekam dulu oleh pihak bank sebelum akhirnya uang tersebut sampai ke Tuan B. Nah, dengan Blockchain, uang Tuan A akan langsung berpindah ke Tuan B, tanpa terekam oleh bank.
Blockchain sederhananya adalah basis data global online yang dapat digunakan dan dilihat siapapun di seluruh dunia. Data yang disimpan pun tidak akan hilang, karena data yang disimpan didistribusikan kepada seluruh penggunanya.
Dengan data yang didistribusikan kepada seluruh pengguna, Blockchain dianggap lebih aman dari serangan peretas. Apabila salah satu server diretas, maka server itu dapat diabaikan karena dianggap berbeda dengan mayoritas jaringan server lainnya.
Kehadiran Blockchain yang menghilangkan "jasa perantara" tentunya memberikan ancaman bagi dunia usaha seperti industri perbankan. Dalam perjalanannya, kehadiran Blockchain justru membuka peluang bagi industri seperti perbankan—yang awalnya bakal terdisrupsi. Perbankan menjadi salah satu industri yang paling berambisi untuk mencari peluang dari Blockchain.
Berdasarkan riset Business Insider, di kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA) hampir seluruh bank global telah bereksperimen dengan Blockchain. Mereka tertarik dengan Blockchain karena teknologi itu berpotensi memangkas biaya dan meningkatkan efisiensi dalam operasional.
Berbagai upaya telah dilakukan bank dalam mengeksplorasi Blockchain, mulai dari bermitra dengan perusahaan keuangan berbasis teknologi, menjadi anggota dalam konsorsium global hingga mencoba membangun teknologi itu sendiri.
Hasil riset tersebut juga menghasilkan sejumlah kesimpulan. Pertama, sebagian besar bank yang mengeksplorasi penggunaan Blockchain ternyata tidak hanya sekadar merampingkan proses dan memangkas biaya saja, tetapi mencari keuntungan lainnya. Keuntungan tambahan yang dimaksud misalnya meningkatkan daya saing dengan perusahaan keuangan berbasis teknologi hingga mencari peluang untuk menemukan model bisnis yang baru.
Kedua, bank mulai mempersempit fokus mereka, dan terus mengasah penggunaan Blockchain untuk dapat memecahkan persoalan yang ada di industri perbankan. Ketiga, regulator juga sudah tertarik dengan Blockchain. Regulator bersama pihak bank juga sudah mulai membangun kerangka kerja dalam mengatur penggunaan Blockhain. Keempat, penyedia jasa solusi berbasis Blockchain tidak lama lagi akan bermunculan di sektor keuangan.
Bank-bank yang telah menerapkan Blockchain pada sistemnya antara lain seperti Royal Bank of Canada (RBC). Mereka mengembangkan sistem distributed ledger technology (DLT) yang berbasis teknologi Blockchain, dan diberi nama Hyperledger. Selain itu, Bank OCBC juga sudah menggunakan teknologi Blockchain untuk memindahkan dana antar kantor cabang OCBC di Singapura dengan Malaysia. Proses transfer uang hanya memakan waktu sekitar 5 menit saja.
Kemudian ada lagi Bank Santander. Bank asal Inggris itu juga sudah mulai menggunakan teknologi Blockchain dalam layanannya. Bank Santander memakai teknologi Blockchain untuk melayani pembayaran luar negeri, melalui aplikasi baru.
Blockchain di Indonesia
Sejauh mana perkembang Blockchain di Indonesia, khususnya perbankan ?
Di kalangan perbankan, teknologi Blockchain sedang ramai dibicarakan. IBM, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat memulai inisiasi program ini dengan bank-bank di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan keterangan resmi IBM Oktober tahun lalu, antara lain: Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon dan Bank Permata. Nantinya, IBM akan menyediakan IBM Blockchain sebagai solusi bagi perbankan untuk meningkatkan kecepatan transaksi dalam satu jaringan secara real time.
“IBM Blockchain akan membantu bank menangani proses transaksi lintas bantas universal, serta mengurangi waktu settlement dan biaya bagi pebisnis dan konsumen,” tutur Senior Vice President of IBM Industry Platforms Bridget van Kralingen dikutip dari situs resmi IBM.
Ketertarikan terhadap teknologi Blockchain tak hanya datang dari perbankan saja, Bank Indonesia rupanya ikut tertarik untuk memanfaatkan teknologi Blockchain. Otoritas moneter mengklaim sedang melakukan kajian terkait teknologi tersebut, masih menunggu hasilnya.
“Kami masih mengalkulasikan dampak dan mitigasi risiko apabila [teknologi Blockchain] itu diterapkan,” ujar Onny Widjanarko, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia dikutip dari Antara.
Meski ketertarikan terhadap teknologi Blockchain ini cukup tinggi, tapi tidak mudah bagi perbankan untuk mengimplementasikan teknologi tersebut. Perlu ada kemauan dari bank untuk bisa berkolaborasi dengan kompetitornya. Seperti diketahui, kelebihan teknologi Blockchain adalah dari sisi jaringan. Semakin besar jaringan, maka semakin besar manfaat yang didapatkan. Selain itu, jaringan yang besar juga akan membuat keamanan data semakin sulit diretas.
Tantangan berat lainnya adalah memberikan informasi yang tepat mengenai penerapan teknologi Blockchain. Informasi ini menjadi hal yang sangat penting agar perbankan tidak salah ketika membangun sistem teknologi Blockchain ini.
“Untuk membangun teknologi Blockchain ini harus hati-hati agar tidak salah bangun. Kalau salah, maka manfaatnya bisa tidak didapatkan,” kata Kenneth Destian Tali, salah satu Co-Founder Indonesian Blockchain Network, kepada Tirto.
Selain itu, menciptakan ekosistem yang kondusif juga dibutuhkan agar teknologi Blockchain bisa dioptimalkan. Perkembangan teknologi informasi memang sulit untuk dibendung. Apabila lengah, teknologi bisa membuat bank terpuruk. Namun, jika bank bisa menyesuaikan diri, maka bukan tidak mungkin, kehadiran teknologi seperti Blockhain justru jadi peluang. Ini hanya masalah waktu saja.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra